visitaaponce.com

Golkar Berpeluang Jaring Tokoh Kharismatik Pilpres 2029 saat Pilkada

Golkar Berpeluang Jaring Tokoh Kharismatik Pilpres 2029 saat Pilkada
Chief Political Officer dari Political Strategy Group (PSG), Arief Budiman(Dok)

CHIEF Political Officer dari Political Strategy Group (PSG), Arief Budiman menyebut keberhasilan Partai Golkar pada pemilu legislatif (Pileg) 2024 membuka peluang untuk menjuarai pemilu selanjutnya. Termasuk memenangi pemilihan presiden (Pilpres) mendatang. 

Arief menilai penting bagi Golkar segera menemukan sosok kharismatik yang dipersiapkan secara khusus menyongsong Pilpres 2029. Pilkada yang berlangsung pada November nanti, bisa menjadi salah satu alat penyaringan. 

“Mengingat tren kepemimpinan nasional sedang mengarah kepada sosok yang memiliki rekam jejak politik sebagai kepala daerah. Setidaknya dalam tiga pemilu terakhir yang mayoritas kandidat adalah mantan kepala daerah,” kata Arief, Senin (6/5). 

Baca juga : Golkar Gunakan Jasa Konsultan Anies dan Ganjar untuk Menangi Pilkada

Selain itu, Golkar perlu kembali menjaring sosok dari kalangan teknokrat yang pernah menjadi nilai jualnya di masa lalu. Hal ini tak lepas dari kebijakan ekonomi Indonesia yang mulai kembali pula mengarah ke pembangunan fisik dan industri. Bukan seperti awal era reformasi yang cenderung ke arah pembangunan politik. 

“Tantangan tersebut bisa jadi sangat berat bagi Golkar. Setidaknya bila melihat sosok politikus kaliber nasional mereka yang bercokol hari ini mayoritas adalah dari kalangan aktivis, bila tidak terkait trah dinasti,” ungkap Arief. 

Sementara, menurut Arief, masuknya sosok baru untuk didorong ke arah kepemimpinan nasional sangat mungkin mendapat resistensi dari faksi-faksi yang kini telah bercokol di dalam tubuh Golkar. 

Baca juga : Golkar Tancap Gas Mulai Fokus Pilkada

“Resistensi terhadap sosok BJ Habibie di masa lalu, barangkali tepat sebagai contoh nyata akan kemungkinan tersebut. Namun sekali lagi, Golkar memang mau tak mau harus mencari Habibie baru walau harus sampai ke dasar tumpukan jerami bila ingin menang absolut di pemilu mendatang,” ucapnya. 

Sementara itu, Arief menilai peningkatan suara Golkar yang mencapai 5,9 juta suara menunjukkan tren ke arah positif. 

“Suara partai berlambang beringin hampir mendekati raihannya ketika memenangi Pemilu 2004. Saat itu, Golkar meraih 24.480.757 suara yang berhasil dikonversi menjadi 127 kursi di DPR,” paparnya. 

Baca juga : Akui Kecurangan Pemilu Masif, Jimly Asshiddiqie Apresiasi Hak Angket

Pencapaian tersebut, kata Arief, menunjukkan ketangguhan institusi Golkar sebagai partai. Mereka tak goyah meskipun sepanjang era reformasi berbagai upaya demoralisasi dan deinstitusionalisasi dilakukan pelbagai pihak terhadap Golkar. 

Misalnya, ketika Presiden Abdurrahman Wahid berencana membubarkan Golkar melalui dekritnya. Lalu, perlawanan kencang kelompok pro-reformasi di akar rumput yang melabeli Golkar sebagai partai Orde Baru. 

“Bukan berarti tidak ada dampak politik terhadap Golkar. Terbukti suara mereka menurun. Namun, bagaimanapun, Golkar tetap bisa selalu finish di tiga besar,” ungkap Arief. 

Baca juga : Nyaleg di Dapil Neraka, Ario Bimo N Ariotedjo akan Ikut Perang Bintang

Resiliensi Golkar, lanjut Arief, dipengaruhi kemapanan institusinya yang membuat mereka lekas dapat beradaptasi dengan era reformasi. Hal ini pula yang kemudian menjadi jalan kesuksesannya di Pileg 2024. 

Arief menyebut strategi Golkar di Pileg 2024 sebagai politik kredit-debit. Bahwa dengan modal genetik kemapanan institusional, Golkar mengkalkulasi setiap langkahnya dengan cermat untuk mengonversi setiap cost yang selama ini dianggap sebagai liabilitas menjadi keuntungan politik. 

Strategi politik kredit-debit membuat Golkar lebih luwes melangkah di Pemilu. Seharusnya, kata Arief, Golkar tak ragu mengambil risiko atau ongkos politik, selama dalam perhitungannya akan mendatangkan keuntungan lebih besar. 

“Golkar berani tetap menjaga dan memupuk faksionalisme di internalnya di tengah risiko perpecahan tak berkesudahan yang bisa memporak-porandakan organisasi,” ujar Arief. 

“Lalu, Golkar membuka diri kepada caleg-caleg terafiliasi dinasti politik di tengah sentimen negatif terhadap praktik politik dinasti, yang sekaligus sebetulnya berpeluang mengingatkan publik pada sejarahnya sebagai parpol Orde Baru,” tambahnya. 

Pendekatan semacam itu, menurut Arief, sangat khas Golkar dan cukup mewakili sifat dasarnya sebagai parpol pragmatis. Walaupun pada pemilu-pemilu sebelumnya di era reformasi, Golkar lebih berhati-hati memainkannya. Yang besar kemungkinan lantaran mereka saat itu masih dalam proses adaptasi dengan alam demokrasi dan belum menemukan momentum tepat. 

“Mengingat, bagaimanapun sebagian besar dari kunci sukses politik adalah tentang kecermatan membaca momentum. Dan, hasil Golkar di Pemilu 2024 membuktikan strategi mereka diterapkan dalam momentum yang tepat,” ujar Arief. 

Meski begitu, Arief mengatakan kebangkitan Golkar tetap punya tantangan untuk meraih kemenangan absolut di pemilu selanjutnya.  Golkar memang punya kans untuk menjuarai Pileg 2029, tapi akan kesulitan memenangi Pilpres jika belum mampu menghadirkan sosok kharismatik berkaliber nasional. (Z-8)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat