Setara KPU Menambah Kecurigaan Publik dan Mempertaruhkan Kredilitas Pemilu
![Setara: KPU Menambah Kecurigaan Publik dan Mempertaruhkan Kredilitas Pemilu](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/12/a6810426cb5fd4f0e8d6ef23be114c5f.jpg)
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI memutuskan untuk mengubat format Debat Cawapres pada Pemilihan Presiden 2024, berbeda dengan Pilpres 2019. Lima kali debat terdiri atas tiga kali debat antar Capres dan dua kali antar Cawapres, semuanya akan dihadiri secara bersamaan oleh pasangan Capres-Cawapres. Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, melihat format debat Pilpres 2024 jelas merupakan kemunduran.
Dari sisi hak konstitusional warga negara, publik dirugikan karena mereka tidak diberikan ruang untuk mendapatkan referensi yang memadai tentang figur kepemimpinan otentik pada masing-masing kandidat pemimpin, baik Capres maupun Cawapres, sebelum rakyat menentukan pilihannya di bilik suara pada 14 Februari 2024.
“Yang lebih serius lagi, KPU semakin menebalkan kecurigaan publik bahwa patut diduga KPU tunduk pada intervensi kekuatan politik eksternal mereka. Kecurigaan demikian rasional, sebab keputusan KPU hadir di tengah beberapa konteks yang sangat kasat mata,” papar Haili, Minggu (3/12/2023).
Baca juga: KPU bakal Matangkan Format Debat Capres-Cawapres
Diketahui, dalam format debat terkini, tidak ada putaran debat secara terpisah yang khusus hanya dihadiri capres atau Cawapres seperti pada Pilpres 2019. Dalam lima kali debat itu pasangan Capres-Cawapres selalu hadir bersamaan, hanya porsi berbicara yang dibedakan, tergantung sesi debat Pilpres yang sedang berlangsung, apakah debat Capres atau Debat Cawapres.
Pada acara debat Pilpres 2019, Debat diawali dengan sesi Pasangan Capres lengkap. Pada tiga sesi berikutnya Debat Capres hanya dihadiri Capres dan sesi Debat Cawapres hanya dihadiri Cawapres. Pada sesi pamungkas, debat Pilpres diikuti pasangan Capres-Cawapres.
Baca juga: KPU Tegaskan Cawapres Bakal Jadi Aktor Utama saat Debat Cawapres
Haili membeberkan sejumlah kecurigaannya. Pertama, Putusan MK 90/2023 yang memberikan jalan bagi anak Presiden sekaligus keponakan Ketua MK saat itu, Gibran Rakabuming Raka, untuk melenggang sebagai Calon Wakil Presiden bagi Calon Presiden Prabowo Subianto.
Sebagaimana diketahui, secara substantif maupun prosedural Putusan tersebut bermasalah dan, dalam berbagai pernyataan publik, SETARA menyebutnya sebagai kejahatan konstitusional (constitutional evil).
Kedua, putusan MKMK yang pada pokoknya menegaskan bahwa secara kelembagaan MK “terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023”, melalui Ketua MK yang sudah diberhentikan, yaitu Anwar Usman, ipar Presiden sekaligus Paman Cawapres Gibran.
Kemudian, kata Haili, pernyataan publik Ketua KPK Periode 2015-2019, Agus Rahardjo bahwa saat KPK mengungkap kasus korupsi E-KTP dan menetapkan Ketua DPR RI saat itu, Setya Novanto, sebagai tersangka, Presiden Jokowi marah dan meminta KPK untuk menghentikan pengungkapan kasus korupsi E-KTP. KPK dalam kenyataannya menolak permintaan Presiden. Pernyataan Agus dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK saat itu, Alexander Marwata.
“Konteks tersebut tentu menguatkan kecurigaan publik bahwa terdapat kekuatan politik—yang mengarah pada Istana Negara yang kerapkali menggunakan kekuasaannya untuk mengintervensi lembaga-lembaga negara lainnya,” paparnya.
“KPU seharusnya menimbang sentimen publik terkait kepercayaan mereka pada penyelenggaraan Pemilu sebagai ‘pertaruhan terakhir’ kelembagaan demokrasi, yang semakin surut (regressive) dan mengarah pada otoriterisme (leading to authoritarianism),” ungkapnya.
Namun, dengan keputusan mengenai format debat Pilpres 2024, KPU telah menebalkan kecurigaan publik mengenai intervensi kekuasaan eksternal atas KPU.
Sikap publik yang mencurigai keputusan KPU menguntungkan salah satu Cawapres, yang gagasan dan kepemimpinan otentiknya sedang dinanti publik dalam Debat Pilpres 2024, merupakan kecurigaan yang masuk akal.
“Dalam konteks itu, KPU telah mempertaruhkan kredibilitas penyelenggaraan Pemilu sebagai salah satu pilar utama demokrasi,” tandasnya. (Z-3)
Terkini Lainnya
Ditinggal Ganjar dan Gibran, Jawa Tengah Krisis Tokoh Mumpuni di Level Provinsi
Golkar Berpeluang Jaring Tokoh Kharismatik Pilpres 2029 saat Pilkada
Putusan MK Kemenangan Rakyat Indonesia
Lebaran Momen Terbaik untuk Bersatu Pascapemilu
Sahabat Ganjar, Ulama, dan Santri Gelar Senandung Doa di Purwakarta
Anies Baswedan Dijodohkan dengan Airlangga di Pilpres 2024
Timnas Anies-Muhaimin Nilai Panas Debat Wajar Asal tak Berlarut
Prabowo yang Emosional Menguntungkan Lawan
KPU Pastikan tak Akan Ubah Format Debat Meski Presiden Minta Evaluasi
Wapres: Debat Capres Cawapres Saat Ini Lebih Hidup
Jokowi : Evaluasi soal Debat Ditujukan untuk Ketiga Capres
Analis Sebut Keterbukaan Data Pertahanan Bukan Hal Tabu
Spirit Dedikatif Petugas Haji
Arti Penting Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar
Abnon Jaksel: Memperkenalkan Jakarta Selatan melalui Pariwisata dan Kebudayaan Betawi
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap