visitaaponce.com

Junjung Netralitas untuk Jaga Muruah Demokrasi

Junjung Netralitas untuk Jaga Muruah Demokrasi
Baliho bergambar para peserta Pemilihan Umum 2024(MI/Usman Iskandar)

PENGAMAT politik dari Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman menegaskan bahwa perlunya bagi Presiden Joko Widodo untuk menunjukkan komitmennya dalam menegakkan netralitas di Pemilu 2024. Pasalnya, potensi pelanggaran oleh Aparat Sipil Negara (ASN), TNI-Polri soal netralitas Pemilu masih mungkin terjadi.

Hal itu penting agar aparat di bawah tidak terbawa arus euforia karena kandidasi Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil Presiden Prabowo Subianto. "Meskipun sulit (menepis ketidaknetralan), namun penting bagi Jokowi untuk memberikan statemen. Hal ini untuk menjaga iklim pemilu agar tetap berjalan demokratis," ujarnya saat dihubungi, hari ini.

Dikatakan Airlangga, kondisi Demokrasi di Indonesia saat ini sudah mengalami pelemahan, jangan sampai semakin terpuruk karena jalannya pemilu yang diwarnai oleh ketidaknetralan perangkat negara. Menurutnya, Jokowi perlu bersikap sebagai negarawan untuk mengakhiri krisis demokrasi saat ini.

"Jangan sampai persoalan etika, yang kedudukannya lebih mulia dari hukum, justru diabaikan. Persoalan di MK (Mahkamah Konstitusi) jelas menggambarkan bagaimana para elite justru mengabaikannya, padahal hal itu jelas-jelang bukti pemanfaatan hukum untuk kepentingan kekuasaan," ujar Airlangga.

Ia pun kembali mengingatkan bagaimana dalam debat Pilpres, Capres nomor urut 1 Anies Baswedan mengungkapkan dampak pencalonan Gibran karena putusan MK menjadi pembenaran di publik untuk permisif terhadap fenomena 'orang dalam'.

"Ketika elite mengabaikan pelanggaran etika, penggunakan hukum dimanfaatkan untuk kekuasan keplompoknya saja, maka publik akan mengikuti dan menganggap hal itu lumrah. Ini yang menjadi persoalan yang patut persoalan," tandas Airlangga.

Baca juga: Tamsil: Semakin Disandingkan, Kualitas Anies Lebih Unggul Ketimbang Capres Lain

Sementara itu, Ketua Umum NETFID Indonesia Muhammad Afit Khomsani mengatakan, potensi pelanggaran oleh Aparat Sipil Negara (ASN), TNI-Polri soal netralitas Pemilu masih mungkin terjadi. Adanya ‘kekuatan yang lebih besar’ memungkinkan hal ini.

“Sangat sulit menjelaskan ketika ada bagian dari kekuasaan tertinggi di suatu negara ikut berkompetisi meskipun secara legalitas secara konstitusi tidak ada larangan, tetapi potensi adanya conflict of interest san abuse of power itu sangat ada,” kata pria yang akrab disapa Afit ini (13/12).

Meskipun sudah banyak lembaga negara yang melakukan deklarasi yang menunjukkan komitmen mereka menjaga netralitas, namun Afit berharap semua itu jangan cuma seremonial belaka.

“Kita sebagai masyarakat, insan media dan kelompok lainnya yang mengawasi bersama, apakah netralitas ASN, TNI, Polri itu benar-benar ada atau sekedar seremonial belaka. Penyelenggara pemilu, parpol dan instansi terkait juga,” jelas Afit.

Segala laporan, temuan dan dugaan pelanggaran harus diproses aparat penegak hukum dengan tepat. “Aparat penegak hukum harus juga berlaku imparsial, dan patuh pada peraturan yang berlaku dan bisa menegakkan hukum,” imbuh Afit. (RO/P-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat