visitaaponce.com

Rekening Kampanye Dinilai Hanya Sekadar Formalitas

Rekening Kampanye Dinilai Hanya Sekadar Formalitas
Baliho sejumlah caleg memadati jalanan(Antara/Galih Pradipta)

REKENING dana kampanye dalam kontestasi pemilihan umum (pemilu) di Tanah Air dinilai hanya sekadar formalitas. 

Menurut pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini, pengaturan yang dibuat secara sistemik tidak mampu menjangkau akuntabilitas dan kebenaran dari penerimaan maupun pengeluaran dana kampanye.

Hal itu disampaikan Titi saat dimintai tanggapannya soal laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) jelang kampanye Pemilu 2024. Ia mengatakan, selama ini, calon anggota legislatif (caleg) menerima, mengelola, dan membelanjakan uang tanpa melalui rekening khusus dana kampanye (RKDK) yang dikelola partai politik.

Baca juga : Kejagung Pantau Penggunaan Dana Kampanye pada Pemilu 2024

"Sehingga RKDK hanya formalitas," ujarnya kepada Media Indonesia.

Berkaca dari praktik pemilu sebelumnya, kepatuhan caleg untuk melaporkan dana kampanye yang diterima dan dikeluarkan amat rendah. 

Baca juga : Prabowo Jamin Fasilitas Negara Tak Dimanfaatkan untuk Menang Bersama Gibran

Di sisi lain, dana yang dikeluarkan caleg maupun partai politik tidak hanya sebatas pada masa kampanye saja. Pada Pemilu 2024 misalnya, belanja para caleg dan partai telah dilakukan saat masa sosialisasi.

"Hanya saja laporan yang mereka buat hanya untuk dana yang diterima dan dibelanjakan di masa periode kampanye, yaitu 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024," jelas Titi.

Ia menilai, PPATK pasti menelusuri dana yang beredar sebelum kampanye dimulai. Kendati demikian, dana tersebut tidak pernah ditempatkan dalam RKDK, melainkan rekening pribadi yang tidak terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

Titi mengatakan, Bawaslu dapat menindaklanjuti laporan PPATK sebagai basis pengawasan untuk dikomparasi dengan laporan dana kampanye partai politik.

Ia juga mengingatkan, Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu telah mengatur ancaman pidana dan denda bagi peserta pemilu serta setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye, yakni pidana penjara 1-2 tahun dan denda Rp12 juta sampai Rp24 juta.

Sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustivandana menyebut pihaknya telah menemukan peningakan transaksi mencurigakan yang masif selama masa kampanye Pemilu 2024 sebesar triliunan rupiah. Hal itu diketahui PPATK lewat penelusuran data peserta pemilu, termasuk dari para caleg yang tercatat dalam daftar calon tetap (DCT).

"Dari situ ditemukan ketidakwajaran. Transaksi RKDK yang seharusnya untuk membiayai kegiatan kampanye politik justru flat atau cenderung tidak bergerak," kata Ivan.

Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty mengaku pihaknya telah mendapatkan informasi tersebut dari PPATK. Namun, Bawaslu belum dapat menjelaskan dengan rinci tindak lanjut yang bakal diambil karena masih melakukan pendalaman. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat