visitaaponce.com

Presiden tak Sensitif Tanggapi Kritik Civitas Academica

Presiden tak Sensitif Tanggapi Kritik Civitas Academica
Presiden Jokowi ketika menyerahkan bansos cadangan pangan pemerintab di Gudang Bulog Sukoharjo, 1 Februari 2024.(MI/Widjajadi)

PRESIDEN Joko Widodo dinilai tidak sensitif dalam menanggapi kritik yang datang dari civitas academica sejumlah universitas mengenai kondisi demokrasi Tanah Air belakangan ini. Respons normatif yang kerap dilontarkan Jokowi menunjukkan perlunya strategi lain agar pesan para sivitas akademik lebih didengarkan.

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayat berpendapat, para sivitas akademik yang telah menyatakan sikap itu didorong oleh keprihatinan atas upaya nepotisme yang dibangun oleh pemerintahan Jokowi sendiri. Baginya, sikap itu murni objektif dan bukan kepentingan politik sesaat.

"Presiden sangat normatif menjawab bahwa hal ini wajar karena negara demokratis. Itu menunjukkan sikap Presiden yang tidak tahu malu dan tidak sensitif," ujarnya kepada Media Indonesia, Sabtu (3/2).

Baca juga : Petisi Civitas Academica UGM untuk Presiden Jokowi Wujud Kesadaran UGM

Menurut Neni, saat ini demokrasi yang berlangsung di Indonesia sudah tuna adab. Sebab, Pemilu 2024 yang tinggal hitungan hari lagi itu telah dirusak oleh Presiden Jokowi sendiri dengan netralitas yang makin dipertanyakan. Oleh karena itu, ia berpendapat penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil, dan berintegritas hanyalah sebuah angan-angan.

"Pemilu kali ini sangat jauh dari esensi. Demokrasi hanya menjadi topeng untuk mendapatkan legitimasi kemenangan yang diraih dengan menghalalkan segala cara," tandasnya.

Kebiasaan Jokowi

Dihubungi terpisah, peneliti pada Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia Wawan Kurniawan menekankan pada dasarnya Presiden Jokowi tidak mengabaikan pesan para civitas academica. Kendati demikian, respon normatif yang disampaikan memang sebagaimana kebiasaan Jokowi.

Baca juga : Cawe-Cawe Pemilu 2024, Presiden Jokowi Tunjukkan Gejala Post Power Syndrome

"Mungkin butuh upaya protes lebih atau strategis lain agar pesan dan respon untuk Presiden itu bisa sesuai yang diharapkan," kata Wawan.

Wawan menilai, jawaban normatif itu dikeluarkan Presiden untuk menunjukkan bahwa situasi yang terjadi saat ini baik-baik saja. Terlepas dari reaksi Presiden, ia berharap publik dapat memaknai sikap sivitas dari berbagai universitas dengan baik.

"Kecuali mereka hanya melihat respon Jokowi, artinya upaya guru besar itu mungkin tidak akan berefek signifikan," pungkasnya.

Baca juga : Tito Karnavian Jadi Plt Menkopolhukam, Timnas AMIN: Jaga Netralitas

Sementara itu, rohaniwan sekaligus Sekretaris Dewan Nasional Setara Institute Antonius Benny Susetyo mengatakan pesan para guru besar harus dilihat sebagai gerakan moral untuk meluruskan kembali semangat Reformasi 1998 yang diperjuangkan untuk meruntuhkan praktik KKN dalam negara.

Menurutnya Romo Benny, keprihatinan kalangan akademis menjadi peringatan bagi jalannya demokrasi di Indonesia untuk kembali pada rohnya yang substansial.

"Roh demokrasi yang substansial itu adalah demokrasi yang harusnya berlaku adil, jujur, integritas, dan tidak memihak," ujarnya. (Tri/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat