visitaaponce.com

Hasil Quick Count dan Exit Poll tidak Sama karena Perbedaan Metode

Hasil Quick Count dan Exit Poll tidak Sama karena Perbedaan Metode
Pemungutan suara(MI/Palce)

SELAMA proses penghitungan suara pemilu, muncul istilah-istilah seperti quick count, real count, dan exit poll.

Secara harfiah, quick count adalah hitung cepat. Istilah ini digunakan untuk perhitungan cepat yang dilakukan oleh lembaga survei dengan mengambil sampel dari beberapa tempat pemungutan suara atau TPS.

Sedangkan  exit poll adalah survei yang dilakukan untuk mengetahui kecenderungan pola perilaku pemilih.  Secara teknis, metode yang digunakan dalam exit poll biasanya dengan mewawancarai responden atau pemilih setelah keluar dari TPS.

Baca juga : Tempuh 15 Jam Perjalanan, Kapolres Rohan Hulu Jemput Langsung Logistik Pemilu yang Terkendala

Pengamat politik dari Citra Institute, Efriza menjelaskan penyebab data quick count berbeda dengan exit poll. Menurutnya, metode dari dua cara tersebut memang berbeda.

Sebagai contoh, data Exit Poll Indikator Politik Indonesia pada 14 Februari 2024, elektabilitas partai Gerindra mencapai 20,5 persen. Namun, dari sejumlah lembaga survei quick count angka Gerindra hanya sekitar 13 persen lebih.

"Indikator itu gunakan dua cara sekaligus. Satu wawancara pemilih di TPS dan kedua hasil C-Hasil," kata Efriza saat dihubungi, Jumat (16/2).

Baca juga : Perludem Pertanyakan Angka Sirekap yang Tidak Sinkron: Disengaja atau Tidak?

Efriza menuturkan, exit poll memprediksi lebih dulu dengan cara wawancara kepada pemillih yang telah memberikan suaranya sebagai sampel informan. Sehingga, basis datanya adalah opini pemilih.

Sedangkan, quick count adalah basis suara dari mereka  yang menunggu proses hasil penghitungan suara. Dalam hal ini adalah formulir C1 Plano TPS.

"Artinya keduanya sama-sama bisa dijadikan patokan, tetapi tetap yang berbasis suara lebih tepat penyajiannya karena ia memfoto C-Hasil Pleno dari penghitungan suara. Meski begitu mereka tidak mengambil seluruh TPS, hanya dipilih beberapa yang dijadikan sampel," ungkapnya.

Baca juga : Jaga Kondusivitas, Polres Simalungun Gelar Patroli di Sekretariat Panitia Pemilihan Kecamatan

Efriza menilai, kedua metode itu pada dasarnya sama-sama baik dan bisa dijadikan tolok ukur. Namun, tetap yang jadi patokan utama resmi adalah hasil rekapitulasi KPU.

"Hanya berbasis suara tentu lebih mewakili, meski begitu kedua teknik survei itu hanya sebagai basis pemahaman pemilih saja, tetap yang jadi utama adalah penetapan hasil rekapitulasi hasil penghitungan suara (real count) dari KPU," pungkasnya (P-4)

Baca juga : Bawaslu Rekomendasikan Pemungutan Suara Ulang di Cirebon

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat