visitaaponce.com

Pengamat Nilai PDIP belum Satu Suara soal Hak Angket

Pengamat Nilai PDIP belum Satu Suara soal Hak Angket
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri(Antara)

Analis Politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago, menilai PDI Perjuangan (PDIP) belum satu suara soal pengambilan langkah hak angket DPR untuk mengusut kecurangan pemilu. Pendapat itu muncul menyusul ketidakhadiran Ketua DPP PDIP Puan Maharani dalam Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta, Selasa (5/3).

“PPP dan NasDem punya pertimbangan untuk ikut hak angket. PPP masih berjuang untuk memastikan lolos parlemen di Pileg 2024. Sedangkan Nasdem, sepertinya masih menunggu langkah PDI-P. Ketidakhadiran Puan Maharani di rapat paripurna menimbulkan persepsi bahwa PDIP belum satu suara soal hak angket,“ ujar Arifki, Rabu (6/3).

Arifki mengatakan, meski jumlah anggota DPR dari partai koalisi 01 dan 03 lebih dominan dibandingkan partai-partai di koalisi 02, dari rapat paripurna kemarin terbaca juga PPP dan NasDem belum terbuka mengenai sikap di paripurna. Hal itu memicu kekhawatiran partai-partai yang mengusulkan hak angket bisa bubar.

Baca juga : Belum ada Pembahasan Hak Angket Kecurangan Pemilu di Fraksi PDIP

Arifki juga menilai sejak awal, usulan hak angket memang terkesan gertakan daripada langkah serius. Para ketua umum partai yang mendukung paslon 01 dan 03 terkesan masih menjaga jarak dan masih terpolarisasi dengan situasi pilpres dan dukungan terhadap capres dan cawapres masing-masing. Pada akhirnya, parpol koalisi tersebut terkesan menghitung keuntungan terhadap hak angket jika nantinya terealisasi.

Selain itu, dia berpendapat, hak angket akhirnya menjadi ruang negosiasi dari parpol pendukung 01 dan 03 untuk bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran. Kebutuhan parpol tambahan dari pemerintahan baru akannjadi salah satu upaya menjaga kekuatan di parlemen. Oleh karena itu, agenda dari parpol pendukung 01 dan 03 berbeda-beda dalam melihat peluang hak angket sebagai keuntungan.

“Partai-partai ini baru selesai perang di pemilu. Memutuskan untuk oposisi dari awal tentu menjadi keputusan yang berat. PDI-P memang terlatih menjadi partai oposisi, tetapi 2 perode pemeritahan Jokowi menjadi bagian dari kekuasaan. Sedangkan PKS dua periode pemerintahan Jokowi menjadi oposisi. Jika ada tawaran bergabung ke pemerintahan Prabowo-Gibran, tentu itu bakal sulit ditolak juga oleh PKS, “ tutup Arifki. (Z-11)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Editor : Andhika

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat