visitaaponce.com

Rangkul Parpol Luar Koalisi Indonesia Maju jadi Keniscayaan Bagi Prabowo Subianto

Rangkul Parpol Luar Koalisi Indonesia Maju jadi Keniscayaan Bagi Prabowo Subianto
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh (kiri) bersama calon presiden terpilih Prabowo Subianto di DPP NasDem, Jakarta, 22 Maret 2024.(Dok. MI/Usman Iskandar)

UPAYA presiden terpilih Prabowo Subianto untuk merangkul partai politik di luar Koalisi Indonesia Maju (KIM) dinilai sebagai sebuah keniscayaan. Sebab, kekuatan parpol dalam KIM di parlemen berdasarkan hasil Pemilu 2024 belum mencapai 50% kursi yang tersedia.

Dari hasil konversi perolehan suara ke kursi, partai pengusung Prabowo-Gibran hanya mendapat 280 dari 580 kursi. Itu terdiri dari jumlah kursi yang diperoleh Partai Golkar sebanyak 102 kursi, Partai Gerindra (86 kursi), PAN (48 kursi), dan Partai Demokrat (44).

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menyebut kekuatan KIM di parlemen masih minim. Implikasinya, pemerintah tidak akan kuat dan bakal mengalami kendala dalam proses pembentukan undang-undang jika kekuatan oposisi lebih mendominasi. Oleh karenanya, Prabowo-Gibran butuh mendapat dukungan lebih lagi, baik di legislatif maupun eksekutif.

Baca juga : Pengamat: Prabowo Butuh Dukungan Partai Nasdem untuk Memperkuat Posisi

"Agar kebijakan-kebijakan dan janji-janji kampanye Prabowo-Gibran akan bisa direalisasikan ketika harus berhadap-hadapan atau meminta izin ke parlemen," terangnya kepada Media Indonesia, Jumat (29/3).

Di sisi lain, Ujang mengatakan Prabowo tak dapat hanya mengandalkan menteri-menteri dalam kabinet yang berasal dari partai pendukungnya jika partai non KIM bergabung ke pemerintahan. Ia berpendapat, kabinet yang baik tersusun dari campuran antara menteri dari partai dan profesional.

Namun, ia juga mengingatkan iklim demokrasi yang baik tetap membutuhkan oposisi tangguh. Sebab, demokrasi harus mengedepankan prinsip check and balances. Jika terlalu banyak partai yang mendukung pemerintah, Ujang menyebut peran oposisi bakal digantikan oleh kekuatan masyarakat sipil, akademisi, dan pengamat.

Baca juga : Modus Pencucian Uang Dana Pemilu, Dari Duit BPR hingga Tambang Ilegal

Koalisi Gemuk Belum Tentu Efektif

Terpisah, peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli menyebut koalisi Prabowo yang gemuk dengan merangkul partai non KIM tidak otomatis membuat jalannya pemerintahan menjadi efektif. Ia justru berpendapat banyak pos menteri serta wakil menteri yang akan diisi dari figur partai politik.

"Menteri dari kalangan profesional dan teknokrat sedikit. Padahal untuk efektifnya pemerintahan harus membentuk zaken kabinet yang diisi oleh para ahli di bidangnya," ujar Lili.

Baca juga : Bansos Pemerintah Harus Imparsial, tidak Dijadikan Alat Kampanye

Lebih lanjut, Lili memastikan demokrasi bakal lumpuh jika semua partai politik dirangkul untuk mendukung pemerintahan Prabowo. Sebab, tak ada lagi partai penyeimbang yang tersisa untuk mengambil peran mengontrol jalannya pemerintahan. Baginya, hal itu sudah ditunjukkan pada era pemerintahan Joko Widodo saat ini.

"Situasi executive heavy masa Jokowi sekarang sebagai buktinya. Proses dan jalannya kebijakan tanpa ada kontrol dari DPR. Tentu semua ini yang rugi dan menjadi korban rakyat," pungkasnya.

(Z-9)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat