visitaaponce.com

Jumlah Sengketa Pemilu di MK Turun, ini Alasannya

Jumlah Sengketa Pemilu di MK Turun, ini Alasannya
Beton pemisah dan kawat berduri dipasang di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (27/3/2024).(MI/Susanto)

JUMLAH sengketa hasil pemilu pada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk 2024 berkurang jika dibandingkan dengan Pemilu 2019. Anggota sekaligus Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Mochammad Afifuddin menyebut permohonan perselisihan hasil pemilu (PHPU) di MK yang didaftarkan tahun ini sebanyak 287, sedangkan pada 2019 mencapai 340.

"Itu setara sekitar 84,41% alias mengalami penurunan permohonan sengketa PHPU di MK sekitar 15,59%," kata Afif lewat keterangan tertulis, Sabtu (30/3). 

Dari 287 permohonan sengketa pemilu tahun ini, dua di antaranya sudah diregister, yakni untuk perkara PHPU presiden-wakil presiden yang dimohonkan oleh Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar serta Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Sementara itu, permohonan sengketa hasil Pemilu 2024 DPR/DPRD dan DPD belum ada yang diregister sampai saat ini. 

Baca juga : KPU Sampaikan Jawaban di Sengketa Hasil Pemilu pada Kamis Lusa

Adapun pada 2019, dari 340 sengketa yang dimohonkan, hanya satu yang merupakan permohonan sengketa pilpres. Sengketa itu diketahui diajukan oleh Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Lebih lanjut, 329 permohonan sengketa lain terkait hasil pemilu DPR/DPRD, sedangkan 10 permohonan merupakan sengketa pemilu DPD. Dari seluruh perkara yang didaftarkan pada 2019 ke MK, hanya 261 yang diregister. Angka itu mengerucut menjadi 122 sebagai permohonan yang lanjut pemeriksaan pembuktian.

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati mengungkap sejumlah faktor yang melandasi penurunan sengketa PHPU ke MK tahun ini jika dibanding 2019. Pertama, ia menilai peserta pemilu pesimistis terhadap kondisi MK sekarang.

Baca juga : KPU Siapkan Jawaban Hadapi Paslon Anies-Cak Imin dan Ganjar-Mahfud MD di MK

"Karena kredibilitas dan integritas MK secara institusi dan para hakimnya sedang diuji pascakeluarnya putusan MK Nomor 90 yang dianggap memberi karpet merah kepada Gibran," terang Neni. DEEP, sambung Neni, melakukan pemantauan di lapangan dengan bertanya kepada beberapa calon anggota legislatif yang berniat mengajukan gugatan hasil pemilu ke MK. 

Menurut Neni, banyak di antara caleg yang ditanya mengurunkan niat dengan alasan percuma lapor ke MK. Mereka menganggap bahwa MK tidak menyelesaikan permasalahan.

Kedua, Neni menyebut ada kecenderungan proses penyelesaian sengketa di Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dianggap membaik. Sebagian peserta pemilu, kata dia, yang melaporkan dugaan pelanggaran pemilu ke Bawaslu cukup puas dengan hasilnya. Terlebih, Bawaslu memang memiliki kewenangan kuat untuk menyidangkan sengketa dan pelanggaran administratif.

"Faktor berikutnya adalah berkaitan dengan biaya dan anggaran," ungkat Neni. Ia berpendapat, upaya mengumpulkan bukti oleh peserta kampanye setelah tahapan kampanye membutuhkan modal tidak sedikit. 

Di sisi lain, mereka juga perlu menyiapkan tenaga yang lebih besar. Jika selisih perolehan suara yang akan disengketakan jauh, peserta pemilu cenderung enggan memperkarakannya ke MK. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat