visitaaponce.com

Pekerja Berat Boleh tidak Berpuasa Ramadan Ini Penjelasannya

Pekerja Berat Boleh tidak Berpuasa Ramadan? Ini Penjelasannya
Penumpang berbuka puasa saat berada di rangkaian kereta di Jakarta, Rabu (13/3/2024).(MI/Susanto)

IBADAH puasa di bulan Ramadan merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam. Di sisi lain, mencari nafkah untuk keluarga juga merupakan kewajiban. Semestinya kewajiban puasa tidak menghalangi manusia untuk mencari nafkah atau bekerja secara profesional.

Namun, ada aktivitas mencari nafkah yang memerlukan tenaga besar dan kondisi fisik yang prima. Karenanya untuk sejumlah orang pada profesi tertentu, berpuasa akan mengurangi tenaga yang diperlukan. 

Mereka ialah para pekerja berat. Memang dalam syariat Islam, diperbolehkan para pekerja berat untuk tidak berpuasa Ramadan.

Baca juga : Fikih Puasa: Syarat Wajib, Syarat Sah, Rukun, Pembatal, Perkara Sunah

Bagaimanakah duduk perkaranya dalam fikih puasa? Lebih jelasnya simak penjelasan para ulama sebagaimana dilansir dari akun @pondoklirboyo di Instagram. Akun ini dimiliki pondok pesantren ternama di Indonesia yaitu Lirboyo.

Pendapat Sayyid Abdur Rahman

Dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin Sayyid Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain bin Umar al-Masyhur menjelaskan bahwa pekerja berat tidak diperbolehkan membatalkan puasanya kecuali memenuhi enam syarat. Berikut enam syarat tersebut. 

1. Pekerjaannya tidak bisa ditunda sampai bulan Syawal.

Baca juga : Bacaan Niat Puasa Ramadan Sebulan Penuh dan setiap Malam

2. Tidak bisa dikerjakan di malam hari atau bisa dikerjakan di malam hari tetapi akan mengalami kerugian, seperti menimbulkan rusaknya hasil panen.

3. Terjadi masyaqqot (kelelahan) pada waktu melakukan pekerjaan.

4. Di malam hari tetap wajib niat. Di pagi hari berpuasa. Baru setelah benar-benar menemukan masyaqqot (kepayahan) boleh berbuka/membatalkan puasanya.

Baca juga : Niat Puasa Ramadan Sebulan Penuh dan setiap Malam

5. Saat berbuka diniati melakukan keringanan hukum syariat.

6. Bekerja tidak dijadikan tujuan atau membebani diri di luar batas kemampuan agar dapat keringanan berbuka puasa.

Adapun ukuran masyaqqot dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat. Masyaqqot yang membahayakan terhadap dirinya seukuran diperbolehkannya melakukan tayammum atau salat dengan duduk. Masyaqqot yang setara atau bahkan lebih dari masyaqqotnya puasa dalam bepergian menurut Imam Izzuddin bin Abdissalam.

Baca juga : Memahami 6 Keutamaan Puasa Ramadan, Yuk Telaah Lebih Dalam!

Pendapat Imam Nawawi

Kemudian, Imam Nawawi Al-Bantani dalam Nihayatuz Zain fi Irsyadin Mubtadi'in memiliki penjelasan yang lebih spesifik. Sebelum membahas pekerja, ia membahas terlebih dahulu status wajib puasa bagi orang sakit. 

Itu karena, menurut penjelasan beliau, kondisi pekerja berat akan diukur dari keadaan orang sakit sejauh mana tingkat kesulitan yang dialami keduanya. Berikut keterangannya.

Ulama membagi tiga keadaan orang sakit (dalam hal puasa). Pertama, kalau penyakit diprediksi kritis yang memperbolehkan melakukan tayammum, penderita makruh untuk berpuasa. la diperbolehkan tidak berpuasa.

Baca juga : Bukan hanya Penetapan Idul Fitri, Banyak Beda Pendapat Ulama dalam Ibadah Puasa

Kedua, jika penyakit kritis itu benar-benar terjadi atau ada dugaan kuat terjadi kritis atau kondisi kritisnya dapat menyebabkannya kehilangan nyawa atau menyebabkan disfungsi salah satu organ tubuhnya, penderita haram berpuasa. la wajib membatalkan puasanya.

Ketiga, kalau sakit ringan yang sekiranya tidak sampai keadaan kritis yang membolehkannya tayammum, penderita haram membatalkan puasanya dan tentu wajib berpuasa sejauh ia tidak khawatir penyakitnya bertambah parah. Ini sama status hukum penderita sakit dengan buruh tani, petani tambak garam, buruh kasar, dan orang-orang dengan profesi seperti mereka.

Bagaimanapun wajibnya mencari nafkah dan kewajiban puasa Ramadhan juga harus dilaksanakan. Dengan kata lain, seorang pekerja berat tetap memasang niat puasa di malam hari. 

Kalau memang di siang hari ketika berpuasa betul-betul terasa berat serta tidak dapat ditoleransi, mereka yang berprofesi sebagai pekerja berat diperbolehkan membatalkan puasa serta mengganti di luar bulan puasa.

Uraian ulama tersebut menunjukkan betapa mulianya ibadah puasa Ramadan kendati mereka yang uzur tetap mendapat keringanan untuk berbuka puasa. Demikianlah sejumlah pendapat ulama terkait hukum puasa pekerja berat di bulan Ramadan. Semoga bermanfaat. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat