visitaaponce.com

Bukan hanya Penetapan Idul Fitri, Banyak Beda Pendapat Ulama dalam Ibadah Puasa

BUKAN hanya soal Idul Fitri atau 1 Syawal, banyak pendapat para ulama dalam Islam dalam berbagai hal, terutama terkait ibadah. Berikut beberapa contoh perbedaan pendapat ulama dalam ibadah bulan suci Ramadan

Dengan mengetahui keberagaman pendapat para ulama itu diharapkan kita lebih dewasa menyikapi perbedaan dan saling menghormati satu sama lain. Apa sajakah perbedaan pendapat ulama khususnya terkait ibadah puasa? Berikut daftarnya.

Perbedaan awal dan akhir Ramadan

Kita sudah terbiasa sejak dulu ada perbedaan penentuan awal Ramadan yang otomatis berimplikasi juga dengan akhir Ramadan dan awal Syawal untuk merayakan Idul Fitri. Di luar perbedaan oleh kelompok muslim yang kecil di Indonesia, setidaknya ada dua arus besar dalam penetapan awal Ramadan. Dua arus besar itu ialah Nahdlatul Ulama (NU) yang biasanya sama dengan sikap pemerintah dan Muhammadiyah. 

Baca juga: Idulfitri Muhammadiyah dan NU Mungkin Berbeda, Kapan 1 Syawal NU?

Sebagai contoh, pada 2022, pemerintah bersama NU menetapkan 1 Ramadan di Minggu 3 April 2022. Namun Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadan pada Sabtu 2 April 2022. 

Bukan hanya di Indonesia, perbedaan itu pun berlaku di berbagai negara Islam. Saudi, misalnya, menetapkan 1 Ramadan pada Sabtu 2 April 2022. Ini berarti sama dengan Muhammadiyah. Namun di Iran dan Irak, ulama syiah menetapkan 1 Ramadan pada Minggu 3 April 2022.

Pada tahun ini, tampaknya terjadi perbedaan akhir Ramadan 1444 H antara Muhammadiyah dengan NU bersama pemerintah. Muhammadiyah menetapkan Idul Fitri 1444 H pada Jumat 21 April 2023. 

Perbedaan rakaat tarawih

Perbedaan lain yang bikin heboh dari dulu yaitu jumlah rakaat tarawih. Biasanya NU menerapkan salat tarawih sebanyak 20 rakaat dan Muhammadiyah 8 rakaat. Pada tarawih 20 rakaat, imam salat hanya membaca surat-surat pendek setelah Al-Fatihah. Pada tarawih delapan rakaat, imam salat membaca surat-surat panjang usai Al-Fatihah.

Baca juga: Jangan Kagetan, Banyak Perbedaan Pendapat Ulama dalam Ibadah Ramadan

Bahkan Imam Malik yang tinggal di Madinah kala itu berpendapat salat tarawih dilakukan hingga 36 rakaat. Mau melaksanakan salah satu pendapat itu boleh saja asal ikhlas menjalankan saat tarawih. 

Perbedaan waktu niat puasa

Ada lagi perbedaan pendapat ulama yang tidak banyak diketahui masyarakat kita bermazhab Syafii terkait waktu membaca niat puasa Ramadan. Yang kita tahu, ulama mengajarkan kita membaca niat puasa setiap malam usai melaksanakan tarawih dan witir.

Baca juga: Ulama Salaf Berbeda Pendapat tentang Waktu Niat Puasa Ramadan

Pendapat pertama itu diusung ulama salaf Imam Syafi'i, Malik, Ahmad bin Hambal, dan para pengikutnya yang menyatakan bahwa niat puasa harus dilakukan di malam hari, yaitu antara terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar. Jika niat dilaksanakan di luar waktu tersebut, hukumnya tidak sah. Akibatnya, puasa pun tidak sah.

Baca juga: Ulama Salaf Berbeda Pendapat tentang Waktu Niat Puasa Ramadan

Namun pendapat kedua berasal dari Abu Hanifah dan para pengikutnya mengatakan bahwa niat puasa dapat dilakukan mulai terbenamnya matahari sampai pertengahan siang. Artinya, tidak wajib melakukan niat di malam hari. 

Bukan cuma itu. Ada perbedaan pendapat tentang membaca niat harus setiap malam atau bisa sekali saja di awal bulan. Kelompok pertama yang terdiri dari Imam Hanafi, Syafi'i, dan Hambali mewajibkan untuk memperbarui atau melakukan niat puasa setiap malam. Mereka berargumen bahwa hari-hari dalam Ramadan bersifat independen dan tidak saling berkaitan antara satu dengan yang lain. 

Kelompok kedua ialah Imam Malik dan para pengikutnya. Bagi mereka, niat puasa Ramadan cukup dilakukan di malam hari pertama. Mereka beralasan puasa Ramadan wajib dilaksanakan secara terus menerus, sehingga hukumnya sama seperti satu ibadah. Satu ibadah hanya membutuhkan satu niat. 

Perbedaan doa buka puasa

Belakangan ini, umat suka berdebat doa berbuka puasa yang sesuai sunah Rasul dan bukan. Doa buka puasa yang turun temurun diajarkan masyarakat dari dulu di Indonesia yaitu allahumma laka shumtu dan seterusnya.

Baca juga: Ada Dua Doa Buka Puasa, Pilih yang Mana?

Doa berbuka puasa itu bersumber dari riwayat Imam Bukhari dan Muslim sebagaimana keterangan Syekh M Khatib As-Syarbini berikut ini. "(Mereka yang berpuasa) dianjurkan setelah berbuka membaca, 'Allâhumma laka shumtu, wa ‘alâ rizqika afthartu.'" 

Namun, pendapat lain berdasarkan hadis lengkap riwayat Abu Dawud berbunyi, "Dzahabaz zhama'u wabtallatil 'uruqu wa tsabatal ajru, insya Allah'," (HR Abu Dawud). Jalan tengahnya yaitu dapat menggabungkan kedua doa buka puasa itu, bukan mempertentangkan. Boleh juga jika dibaca salah satu saja. Tidak ada masalah dalam keduanya. 

Karena itu, langkah terbaik dalam menyikapi keberagaman yang bukan prinsip itu seperti yang diusung pendiri bangsa yaitu Bhinneka Tunggal Ika atau meski berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Ini berarti kita mesti bertoleransi terhadap segala perbedaan yang memang ada tanpa saling menghakimi atau mencela satu sama lain. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat