visitaaponce.com

Sajak-sajak Bresman Marpaung

Sajak-sajak Bresman Marpaung
(Komposisi VII, 1913, Wassily Kandinsky (1866-1944), Tretyakov Gallery, Moskwa. MI/Iwan Jaconiah  )

Komposisi VII, 1913, Wassily Kandinsky (1866-1944), Tretyakov Gallery. 
 

Balada Komat-Kamit Tuan Sawit Seberang 

gejala menggunung murung 
tak terkurung di bejana 
berjalan linang setengah termenung 

kau yang malu terikat belikat inang 
selalu bilang pantang itu hanya penghalang 
dari boleh menjulang sembarang 

terpikatlah pergi berakar menembus lumpang 
sebentar ditakar, karam diluap bimbang 

di atas karang yang bermula dari hatimu 
nakal menakar-nakar umur bulu kuduk amang 
lagakmu saja seperti lalu pengarung 
hanya berbekal sedangkal ilmu ladang 

belum merasai tualang 
serasa menjulang mengangkang 
seruncing congkak penantang 

kau terima upah terjengkang 
berkiblat sembarang pancang 

kering pelepahmu tanda kurban tergantang 

Jakarta, 2022 


Sejauh Cinta dari Toba Berperang 

pepatah bungkuk sampai tiba terlambat 
terhambat latah perang dewa-dewi terhebat 
lelahnya berat, berakibat pada bisik jadi sependek wangsit 
hanya sesempat iba menyela angin muson panas mencubit 

“lawan alih-alih kalah, ulahkan ke kawan,” 
serempak cara beringsut tuan tinggal setengah dewa berkilah 

“siapa di antara rahasia kedua kisah tuan 
yang tak tergoyahkan lidah mendesir kepingin 
dan bila menjilat pasti tak mengakarkan bobot sakit?” 

emak-emak mengungkit jawaban ajaib 
yang berdalih mencelikkan mata telinga dikepit ketiak 

cinta selebar semesta malah terkupas kecewa 
selepas dari erang jalang puja-puji 
sekali mendelik tiba-tiba serempak buta-tuli 
betul-betul  kepincut menuntun duri duli 

bisa jadi kelewat melampaui tujuan 
ke langit di atas langit tak berjeruji 

Jakarta, 2021 


Ada Yang Menuai Bangkai Kakek Lagi 

ada lagi yang miring tumbuh ke kini 
seperti kafe-kafe menginjak jamur berbilur di tepi kali 
umur belum sebulan tak gundah tumbuh liar. 
niat tumpah ke kanan latah berminat harakiri 
asa cepat selapuk pernak-pernik mencuat di bumi 
tak berharga ciri pasti 

didesak saudagar bernilai tangan lebih dari setali 
membayar mayat-mayat pucat tak selesai dibedaki 

sebaris tergerak mirip dayang-dayang 
ditarik-tarik dalang 
mengakali hidup tak redup riuh berarak lagi 
bagaimanalah cara dikenali bermarga tinggi 
di mata tuan bercakar garang 

sesaji tak lagi perlu bernilai hati 
buat menyanjung kedatangan dewa-dewi 
seperti yang biasa diantarkan kakek dini 
jauh sebelum ia pergi 

sedang bagi bayi-bayi baru lepas ari-ari 
semua hari menyerupai 
di matanya lucu sekali 

kau yang memaksa kiri 
aku terolah renta lima kali umur keledai 
aksi sebagai saksi letih yang bijak mengakui 
bahwa kakek tak berdegup tak susah hidup lagi dan berlari 
mujizat dari amin cerita sakti 

maka kulihat berdiri bangkai sekeram zombie 
berselaput buram akibat mata suci luput kau kebiri 
berlangkah patah-patah menubruk kanan-kiri 
keramnya janggal sekali 

Jakarta, 2022 


Fatamorgana Reborn 

Kau bilang, "kail, kail 
penarik ikan sepikul" 
terdengar degil mengumbar ganjil 

pemancing takkan pernah tawakal 
di tubir usia hampir terjungkal 
apalagi seekor ikan sejengkal 
cuma terkepal dalam khayal 

Ih, kau guru sungguh nakal 
umpanmu sendiri ikan sebakul 
mengutip dari kitab tersembul 
terbetik setengah tersimpul 

dari tuan pengampu para sundal 
bukankah kau sudah dibekal 
selain roti, jangan membegal ikan sekapal 

Ih, kau nakal lebih dari penjual 
mengarak ke gurun cikal pengail 
tempat berbual ikan-ikan menyembul 

2022 


Masa Mata 

ahli kitab bermata esa 
satu per dua tak lagi bercinta 
dua per enam mengutuk telinga 
peluang berulang beradu gemar 
bergema ke tepi benteng dua kota 

hampir satu per enam bermasalah dua 
segerangan bahaya gatal menjadi keladi tua 
mendalam ke balik genteng. tersibak dilipur noda 
di harum melaba lalu meraba paripurna 
menunggang haram ke sepagi buta iba kota 

meski musim tengah membaca 
rumpun membara lebih dari sejuta 
berkacak di bias sibuk kota 
sebersit pasukan rumput oleng-oleng mencari 
diasuh miang yang mengasah di kaca 
dua-dua dibilas tanpa rasa 

serentak kepala terbakar tak berakar 
sekosong selongsong akal 
terhirup kata-kata gencar 

dibawa angin luntang-lantung yang terbang berguru melar 
berkelok memburu tega mentang-mentang tak bergetar 
tak sempat semampai, dijumput ke abu tanpa gentar 

cita-cita belum sehampar  mau menangkap gerangan debu 
segenggam yang terperangkap jadi berbutir getir peluru 

dari mulut segara kota mendesing 
segala penjuru mati, banjir bising 

Medan-Jakarta, 2022 

Tak ada yang tahu ia benalu, ibunya mati kering terpaku.

Hantu Volksraad Toba 

mereka anak dan kakeknya sanak masa lalu
kesayangan bapaknya si tukang dadu
kemalangan nenek diundang cemburu
mencolek-colek nasib tak tentu 
terciduk meringkuk di lubang buntu 

sehabis berjudi umur di kandung relung satu ibu
mengaku jelmaan untung dari kantung masa lalu 
siap dibeli hasrat kaum pecandu nujum datu

bergelarlah mereka si bandar nasib berlagak suluk
belajarlah kami di bundaran nasib pemimpi buruk
sebab tak ada yang tahu bilik jantung tanpa pintu 
bisa membesar dari berkah menyeruput dua susu 

tak ada yang tahu ia benalu, ibunya mati kering terpaku 
tak ada yang tahu kakekku juga juling dihisap pukau
mati sengsara ditekuk-tekuk rindu 

sedang kami kisanak terkini 
tumbal sesaji yang tak diingini 
irama dua tabiat tarik-tarikan di rahim penafsu dini
dipastikan bermuasal dari  tetes berahi penjudi
bapa pencari-cari ibu kala lusuh diri 
si jelangkung buntung kaki mencari-cari pemimpi 
sejak mati, tak dipinang datang dan pergi 
beringatan dikebiri tak pernah dipastikan kapan dan sebab-sebab mati

mereka dan kami pun sama-sama  hantu  piatu
kami piatu demi bapa dan kakek  pecandu
mereka piatu demi susu ibu dan nenek diseruduk benalu
kami piatu peragu, sepi dihuni kalbu santu
tak seperti anak-anak masa lalu itu, meski piatu
tabiatnya berhantu  merasuk  tuan judi dadu 

2022 


Menunggu Ordo Pelupa Toba Pulang ke Ingatan 

yang segenus memahami luka
aralnya dari ordo cinta subur lupa

lalu mereka yang ditabur di celah belukar ganjil
memakan dalil  yang dicuri dari epos
menambahkan panji-panji dan ode dikutil
seperti api katanya harus menyala abadi 

yang berkibar hanya diumbar bukan satria 
yang tak sabar melaju dari masa belum layak akil
mengarak-arak keriput masa lalu 
agar turut melebarkan andil bakat titisan

tahukah kau bibit turunan dari kakekmu  
yang tak terpental dibalbal bukan yang abu-abu
yang merah, malah  mati dibegal jagal
kau ulang-ulang bermain-main api

hai kencur yang cepat tumbuh buluk
bermutasi dari silsilah  tak berlekuk-lekuk
yang tak tanggap cuaca, mati membusuk 
bila nafsumu tak mudah dibekuk
kemarilah bermain bumbu
umpan penyapu rasa perih

mulailah dari berakar di kubur-kubur 
sepola derita merambat yang mencakar rata tanah 
masuk menggaruk kakek yang tersisa tulang setungkai 

bila mencari cara menari di bukti berbukit ini
bukanlah di daging 
pasti tergerus kebinasaan

tanam semangat, sekarat belum pasti mati
walaupun barangkali tak pernah kembali 
mari bernafsu merangsang bukit 
meluapkan tunas berbirahi malu

jangan meringkuk bersatu rumpun
dengan congkak sedaun belum jadi
jangkiti benak induk yang tak mau tunduk
memaksa karam geramnya yang bersilat cemburu 
terlebih bila berlagak bercagak maha gugu 
tanpa beranjak berguru

seumurmu adalah waktu mengenali dan menggali  
cara rimpang merambat siasat sepolah tak melenggang
waktu mencari cara berakar sedalam inti
mengungkit ingatan jangan terbenam di masa lampau

jangan sampai tubuh menjelang sirna 
sempat menugalkan nafsu mengali-ngali 
membawa serta seratus berkas cerita
ke kelam kenangan tak tergapai angan
sekadar banjir nyinyir banci
yang hingar-bingar  soal panas cinta semu
pulas di ruang kawin 

belajar dari aroma bumbu 
yang tepat merangsang 
membangkitkan remah-remah silsilah  
wangi seruas demi seruas 
menembus malam jahanam jalan satu sisi
mencuat dari himpitan bukit 
melampaui kedalaman  mimpi 
menguak puak dari kurungan bayang-bayang

adab mengaku rumpun tak hendak dilupa
bisa mendulang tata cara berakar tak mencakar
beraroma rimpang asli menyembuhkan timpang 
membebaskan  irama perih azab tulang-belulang
berani mencuat lebih dari sekadar mengerang

Jakarta, 2022 


Space Ghost* 

Dulu kami kawin sepermainan 
yang saling bergaya 
berkala datang-pergi mata jengah 
bersudut paling rindu tak dijuling waktu 

percaya cinta mampu berkecambah 
walau dipalang tabir 

tapi pemacak dunia kami 
walau tak membatasi tembus pandang 
masih memisahkan sekaku kaca 

dingin waktu tak terasa membesarkan kepalan 
kepala kami terus menyemaikan macam gelora 
menyamakkan hantu angkara digeladak ubun 
tiba pada perkara membenci segala kesederhanaan cinta 
terusik, ia pun mengungkit sejauh anggapan tersingkir 

“segala yang tersangkut di mata muda 
cepat terangkut mati yang tampak bertahan, 
ditalak sigap tumbuh raga baik kenangan, 
menguap dari kawah perasaan” 

ruang kepala ini tak pernah kupapak rata 
bertahan sesamar perasaan mengarungi benak 
menguak landasan tiba dengan sembunyi-sembunyi 
kalau-kalau saatnya Space Ghost menjelma kembali 
seperti kutu, tiba-tiba tuntas memintas batas cakrawala 
membalikkan ingatan jangan sempat moksa 

entah ia mampu menempuh lubang suratan 
di aliran menyempit dada 
torehan doa-doa selangkah kami 
terlukis dalam-dalam di lorong malam 
bukti setia mengeram harapan kalam 

“moga-moga ia bukan hantu sedang hampa 
di cuaca bebas angkara 
terbang sepukau pahlawan tak mampus 
mengitari bahana dataran 
di bingkai penglihatan baru kami sekawanan 

bila mata depan mulai rentan 
mendepak masa lalu.” 

Jakarta, 2022 

*] Space Ghost adalah film animasi super hero kegemaran anak-anak sehabis mandi di sore hari pada dekade tahun 1970-1980-an yang dikreasi Hanna-Barbera Production. 

 

Baca juga: Sajak-sajak Yudhistira Massardi
Baca juga: Sajak-sajak Inggit Putria Marga 
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia

 

 

 

 


Bresman Marpaung, penyair dan pegawai, lahir di Pematang Siantar, Sumatra Utara, 15 April 1968. Memiliki kumpulan puisi berjudul Kematian Hang di Payau Deli dan Derita-derita Lainnya (Penerbit Basabasi, Yogyakarta, 2020). Karya-karyanya, baik puisi, esai, maupun cerpen pernah ditayangkan di sejumlah media nasional dan daerah. Puisi-puisi di sini disajikan dalam rangka merayakan Festival Bahasa dan Sastra Media Indonesia 2022. Kini, tinggal dan bekerja di Jakarta sebagai Pegawai Negeri Sipil Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (SK-1) 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat