visitaaponce.com

Puisi-puisi Eddy Pranata

Puisi-puisi Eddy Pranata
(Ilustrasi: Katya Ulitina)

Ilustrasi: Katya Ulitina

Perahu Tanpa Layar

perahu yang kian berlumut 
membelah-belah selat 
tanpa layar 

entah sampai kapan 
berlabuh di hamparan pantai 
pulau karang 

: "o, perahumu nyaris penuh air mata
   tiada kenangan untuk dicatat
   selain rasa perih, o rasa perih!" 

ombak dan gelombang 
deru angin dan jerit camar 

perahu kian berlumut 
membentur-bentur tebing karang 
entah sampai kapan 

di bawah rahasia matahari 
matahari yang menyepuh laut 
sepanjang waktu 

: "o, perahumu, bermandikan cahaya, juga cinta 
   walau tanpa layar, menuju pantai karang 
   abadilah, abadilah!" 

laut dan langit 
adalah keikhlasan dan kasih sayang! 

Jaspinka, 9 Februari 2023 


Tidak Dilarang Orang Miskin Berbahagia 

seorang yang tidak kukenal – entah siapa, entah dari negeri mana 
tiba-tiba ada di hadapanku, tubuhnya kurus dan ringkih 
tetapi sorot matanya berbinar-binar dan dengan suara lirih 
berkata: "tidak dilarang orang miskin untuk berbahagia!" 
lagi katanya: "dan sungguh, tak ada kata-kata yang bisa mewakili 
untuk sebuah cinta yang tulus-ikhlas,  apa pun dan bagaimana pun; 
sesederhana apa pun cinta harus selalu dirayakan!" 

seseorang bertubuh kurus dan ringkih itu tersenyum, dan katanya lagi 
: "engkau boleh berjalan sejauh-jauhnya dengan harapan dan khayalan 
tetapi bisa jadi hanya akan menemukan fatamorgana – 
hanya fatamorgana!" setelah itu, sesaat kemudian seseorang bertubuh 
kurus ringkih membalikkan tubuh, berjalan melayang serupa terbang 
ke langit, o, terbang ke langit dan menghilang ditelan awan... 

Jaspinka, 6 Februari 2023 


Berjalan di Lorong Labirin 

setelah bertahun-tahun engkau berjalan di lorong labirin perih dan sunyi 
keputusan engkau ambil juga akhirnya, dengan hati – jiwa yang kuat 
berdiri di atas kaki sendiri, seterjal apa pun perjalanan: "hanya kepada 
orang terkasih aku serahkan hati-jiwaku," bisikmu, sorot matamu 
berlinang-berbinar: "aku berserah hanya pada seorang penyair!" 
napasmu berat, dan bisikmu lagi, "biar aku mati dengan baris sajak-
sajaknya sepahit segetir apa pun!" –  engkau pun keluar dari lorong labirin 
dengan kepala tegak: "selain penyairku, menyingkirlah kalian semua 
apalagi sang manusia berakal bulus, musang berbulu landak, tikus busuk, 
anjing korep, buaya buntung!" teriakmu dengan suara bergetar-getar. 

Jaspinka, 1 Februari 2023 


Tidak dilarang orang miskin berbahagia sebab cinta harus selalu dirayakan! 


Tubuhku, Hidupku Serupa Pohon Pinus 

di tengah sisa gerimis, jalan kecil mendaki 
bukit mbulu kuning, kabut tipis menguap 

matahari jatuh memecah senyap 
ranting dan daun pinus berzikir 
darahku berdesir 

: "tubuhku. hidupku, serupa pohon pinus, ikhlas, 
   berkorban sepanjang hayat!" 

luka menganga 

: "bagaimana pun atas nama cinta kasih, goreslah
   tubuhku, takik getah sehabis-habisnya!"

matahari jatuh memecah senyap 
ranting dan daun pinus berzikir 
di tengah sisa gerimis, jalan kecil menurun 
bukit berbatu-batu, sungguh ngilu 

: "kuberikan seluruh hidupku, untukmu 
   yang maha kasih!" 

Jaspinka, 28 Januari 2023 


Malam Mengental dalam Secangkir Kopi 

malam mengental dalam secangkir kopi, kayu unggun bergemeretak 
letih pegal saling pagut dan selalu saja, dalam setiap pertemuan 
di bukit, di pantai, di acara sastra, di dalam mobil, di jalan desa yang rusak 
mata kasih meredup, tak ada cahaya di langit, kita nyalakan api 
dari kedalaman hati jiwa o, cinta! 
: "kita bernyanyi, kita berpuisi, sampai pagi!" 

Jaspinka, 27 Januari 2023 


Kalau Kemudian Engkau Pergi Berkemah ke Tepi Danau 

bukan hanya jarak dan ruang 
seluruh kenangan pun pecah 

tak ada lagi yang harus diingat 
tak ada lagi yang harus dicatat 
dan tak ada lagi puisi 

kalau kemudian engkau pergi 
berkemah ke tepi danau 
hanya untuk meneteskan air mata 
hanya untuk membuang resah 
hanya untuk menenggelamkan sejarah 

tak akan bisa 
menyelesaikan persoalan-persoalan 
tak akan bisa 
menyempurnakan rasa benci menjadi kasih 
tak akan bisa 
memadamkan dendam luka silam 

izinkan, o, aku menyeretmu 
ke gelombang imaji 
ke debur kata-kata 
ke kedalaman puisi 
walau kau tahu sayapku rapuh. 

Jaspinka, 27 Januari 2023 


Baca juga: Sajak-sajak Vito Prasetyo
Baca juga: Sajak-sajak Dody Kristianto
Baca juga: Sajak-sajak Osip Mandelstam

 

 

 


Eddy Pranata atawa Eddy Pranata PNP, penyair, lahir di Padang Panjang, Sumatra Barat, 31 Agustus 1963. Pendiri Jaringan Sastra Pinggir Kali (Jaspinka) di Cirebah, Banyumas, Jawa Tengah. Pernah diundang mengikuti berbagai temu sastra, antara lain pertemuan daring Merayakan Puisi Antarbangsa bertajuk Interaksi 3.0 Pemuisi Sedunia (Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, Malaysia, 2023), Mimbar Penyair Abad 21 di Jakarta (1996), dan Pertemuan Sastrawan Nusantara di Johon Bahru, Malaysia (1999). Telah menulis tujuh buku kumpulan puisi. Buku antologi terbarunya Tembilang (SIP Publishing, Banyumas, 2021). Puisi-puisinya telah terpublis di sejumlah surat kabar nasional dan daerah. Sehari-hari berdomisili dan bergiat di Banyumas. (SK-1) 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat