visitaaponce.com

Pemanfaatan Teknologi Digital tanpa Internet untuk Memudahkan Asesmen di Sekolah

Pemanfaatan Teknologi Digital tanpa Internet untuk Memudahkan Asesmen di Sekolah
Pelaksanaan Ujian Digital tanpa Internet di Sekolah Dasar di SD Naskat Namar di Kabupaten Maluku Tenggara.(dok: Kipin)

Evaluasi pembelajaran idealnya dilaksanakan sesering mungkin pada setiap kali kegiatan belajar usai, namun di sejumlah daerah pada kenyataannya hanya dapat dilaksanakan beberapa kali saja dalam satu semester. Alasannya, sekolah harus mempertimbangkan biaya besar yang terjadi untuk setiap pelaksanaan ujian, misalnya penggandaan kertas soal dan sebagainya.

Setiap kali penyelenggaraan ujian memakan waktu yang lama dimana guru harus menyiapkan soal, menjaga, mengoreksi hasil ujian yang melelahkan.  Selain itu, kecurangan menjadi isu yang banyak dilakukan oleh siswa selama pelaksanaan evaluasi belajar.

Dengan berkembangnya zaman, era digital membuka kesempatan bagi siswa melakukan kecurangan seperti browsing, dan berkomunikasi secara digital dengan temannya.

Baca juga : Kemudahan Pendidikan, Ekonomi, hingga Internet Jadi Preferensi Pemilih Muda

Oleh karena itu, salah satu syarat ideal software ujian adalah tidak boleh terhubung internet. Usaha memberikan solusi untuk ini kelihatannya sulit. Namun dengan berkembangnya zaman, teknologi digital karya putra-putri Indonesia terbukti mampu menjawab kebutuhan ini dengan tepat.  Kipin MAX, misalnya, diketahui merupakan sebuah server ujian digital yang dapat digunakan untuk semua sekolah di Indonesia dimanapun lokasinya.

Salah satu kecanggihannya adalah berkapasitas 1000 user bersamaan dan tidak membutuhkan jaringan internet, sehingga sekolah tak perlu keluar dana sedikitpun untuk pelaksanaan kegiatan asesmen/ujian.

Dengan adanya inovasi ini, kata Steffina Yuli, CBO Kipin, pemerintah lebih mudah dalam membuat langkah nyata untuk mengatasi kesenjangan pendidikan di Indonesia lantaran terbatasnya akses jaringan internet yamg belum merata.  

“Orang-orang yang mempunyai banyak uang dapat membeli pendidikan yang sangat baik untuk diri mereka sendiri dan karena itu terus mempunyai banyak uang. Sedangkan orang-orang yang tidak punya banyak uang, hampir tidak bisa belajar membaca dan menulis dan karena itu tertinggal dalam literasi dan kehilangan kesempatan untuk memperbaiki taraf hidup. Hal ini menjadi lingkaran setan dan terutama berlaku di negara-negara berkembang,” tegas perempuan yang juga pemerhati pendidikan ini. (M-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat