visitaaponce.com

Mencintai Keluarga

Mencintai Keluarga
Adiyanto Wartawan Media Indonesia(MI/Ebet)

BULAN lalu, seorang teman saya wafat lantaran covid-19. Dia beserta istri dan seorang anaknya tertular virus tersebut, entah varian yang mana. Mulanya kawan saya dan anaknya isolasi mandiri di rumah, sementara istrinya harus dirawat di rumah sakit. Belakangan kondisi kawan saya memburuk sehingga harus pula dilarikan ke rumah sakit. Ia sempat koma dua hari sebelum akhirnya meninggal dunia. Karena mempertimbangkan kondisi psikologis sang istri yang masih terbaring lemah di rumah sakit, keluarga besarnya tidak memberi tahu kalau sang suami telah wafat. Baru sehari kemudian ia mendengar kabar tersebut. Tragis dan sungguh menyedihkan.

Cerita pilu itu akhir-akhir ini mungkin dialami beberapa keluarga lainnya, meski mungkin dengan kondisi berbeda. Ada yang tercerai-berai dirawat di beberapa bangsal dan selasar rumah sakit, ada pula yang hanya isolasi mandiri di rumah. Ada yang sembuh, tidak sedikit pula yang kehilangan anggota keluarga. Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat klaster sebaran covid-19 yang berasal dari lingkungan keluarga menjadi dominan seiring dengan lonjakan kasus di Ibu Kota. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes DKI Jakarta Dwi Oktavia menuturkan terdapat 10.967 kasus konfirmasi positif virus korona yang berasal dari klaster 912 keluarga. Data itu dihimpun dari 14 hingga 20 Juni 2021. Entah di provinsi-provinsi lainnya.

Dari data ini, penyebaran virus korona tentu tidak bisa dianggap main-main. Selain penularannya yang kian masif, dari penuturan mereka yang pernah terpapar, betapa tersiksanya ketika virus ini bersemayam dalam tubuh. Paru-paru seperti diremas, otot perut mengencang dan terasa kaku, mual, hidung dan lidah tidak bisa lagi membedakan mana satai, mana petai, dan beberapa siksaan fisik lainnya. Anda sendiri barangkali pernah merasakannya. Makanya, betapa menyebalkan jika masih ada orang yang meremehkan patogen ini, apalagi menganggapnya tidak ada, atau menuding ini sebagai rekayasa negara tertentu. Namun, percayalah, Anda tidak sendirian jika ingin melempar golongan covidiot semacam ini ke gerbang neraka.

Betul daya imunitas tubuh turut berpengaruh terhadap paparan virus. Sebagian dari kita mungkin merasa kuat, sehat, dan baik-baik saja. Persoalannya, bagaimana dengan anggota keluarga lainnya, anak, istri, kakak, adik, teteh, aa, dan orangtua kita di rumah? Itulah pentingnya seruan stay at home. Diam di rumah jika tidak penting-penting amat untuk keluar. Kalaupun harus pergi bekerja atau berniaga, tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan, memakai masker, menjaga jarak, dan rajin mencuci tangan. Terdengar normatif dan membosankan memang, tapi ini satu-satunya cara agar virus tidak ikut bersama fulus yang kita bawa ke rumah.

Selain pentingnya menjaga kebersihan, pandemi ini barangkali bisa jadi momentum mengingatkan kita untuk semakin mencintai keluarga. Di tengah amuk pandemi ini, semata mengandalkan kebijakan pemerintah dan WHO, tentu naif dan tidak akan membuat kita selamat. Kita pun perlu aktif berpartisipasi memutus rantai penyebaran virus dan itu bisa dimulai dari lingkungan terdekat kita di rumah. Minimal antaranggota keluarga bisa mengingatkan satu sama lain untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan. Jika kita lengah, yang pertama jadi korban bukan orang lain, bukan koruptor atau para maling uang negara lainnya, melainkan kita sendiri dan orang-orang terdekat kita di rumah. Sayangi dan cintai mereka. Selamat menyongsong Hari Keluarga, salam sehat untuk kita semua.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat