Saat Pandemi Mereda, Kekerasan Terhadap Perempuan Justru Meningkat di Eropa
![Saat Pandemi Mereda, Kekerasan Terhadap Perempuan Justru Meningkat di Eropa](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2021/06/ef5cbd78a89b03a770346fab7df57b56.jpg)
Ketika kehidupan berangsur-angsur kembali normal di Eropa, telah terjadi peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan. Pelaku seperti mengalami "kehilangan kendali" yang mereka nikmati selama masa karantina di rumah.
Kasus-kasus semacam ini menjadi berita utama di Eropa akhir-akhir ini. Seperti Chahinez, seorang perempuan Prancis yang dibakar hidup-hidup oleh suaminya yang terasing, atau lima perempuan yang terbunuh dalam tiga minggu selama musim semi ini di Swedia.
Di beberapa negara Eropa di mana statistik resmi untuk tahun 2021 tersedia, angkanya tidak dapat disangkal. Di Spanyol, misalnya, sejak keadaan darurat berakhir pada Mei lalu, seorang perempuan terbunuh setiap tiga hari, naik jika dibandingkan dengan rata-rata satu orang dalam seminggu.
Di Belgia, 13 perempuan meninggal karena kekerasan sejak akhir April. Jumlah ini naik karena sepanjang tahun lalu mereka yang tewas karena KDRT 'hanya 24 orang. Sementara di Prancis, menurut data sebuah LSM perempuan, 56 perempuan telah terbunuh sepanjang tahun ini dibandingkan dengan 46 untuk periode yang sama tahun sebelumnya.
"Dengan perempuan mendapatkan lebih banyak kebebasan, para penyerang merasa seolah-olah mereka kehilangan kendali dan bereaksi dengan kekerasan yang lebih ekstrem," jelas Victoria Rosell, kepala satuan tugas pemerintah Spanyol melawan kekerasan gender.
"Dalam kasus peningkatan jumlah yang kami lihat dalam beberapa bulan terakhir, kami telah melihat bagaimana pelonggaran pembatasan telah mengungkap pandemi lain yang mendasarinya, yaitu kekerasan yang dilakukan laki-laki."
Pada 2004, Spanyol menyetujui undang-undang pertama Eropa yang secara khusus menindak kekerasan dalam rumah tangga, menjadikan jenis kelamin korban sebagai faktor yang memberatkan dalam kasus penyerangan. Dan dengan meningkatnya kekerasan mematikan baru-baru ini, Perdana Menteri Pedro Sanchez telah menegaskan kembali keinginannya untuk mengakhiri "momok misoginis" ini untuk selamanya.
Kesulitan bantuan
Di seluruh Eropa, periode karantina telah mempersulit penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga. Karena dipaksa untuk tinggal di rumah dengan pelakunya, para korban hanya bisa meminta bantuan dengan sangat hati-hati.
Selama tiga bulan masa penguncian/karantina wilayah di Spanyol pada awal pandemi, permohonan bantuan yang disampaikan secara online naik 58% dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019. Sementara yang hanya diam jumlahnya kemungkinan jauh lebih banyak.
"Ini menunjukkan bagaimana perempuan bahkan tidak bisa menelepon dari rumah," kata Rosell.
Hal yang sama berlaku di Italia dan Jerman. Di dua negara ini panggilan ke hotline kekerasan dalam rumah tangga memuncak pada April dan Mei 2020, sementara di Inggris, LSM Refuge mengatakan panggilan hampir dua kali lipat antara musim semi 2020 dan Februari 2021.
Untuk memberikan garis hidup bagi perempuan yang berisiko, sejumlah negara menerapkan berbagai cara inovatif untuk meminta bantuan, seperti Italia di mana wanita dapat menghubungi nomor darurat polisi dan berkata: "Saya ingin memesan pizza margarita" sebagai kode yang akan memperingatkan operator untuk mengirim patroli keliling.
Di Spanyol, perempuan dapat memberi tahu pihak berwenang dengan pergi ke apotek, salah satu dari sedikit toko yang buka selama penguncian, dan meminta tolong dengan sandi "masker ungu".
Menurut Angeles Carmona, kepala Observatorium Spanyol untuk Kekerasan Berbasis Domestik dan Gender, meskipun jumlah panggilan untuk bantuan meningkat, baik jumlah pengaduan dan pembunuhan turun selama penguncian. (AFP/M-4)
Terkini Lainnya
Peneliti BRIN: Seleksi Keterwakilan Perempuan Masih Sangat Patriarkis
Kaum Perempuan Rentan Terhadap Kasus Kekerasan Berujung Pembunuhan
Ini Tantangan Menuju Kesetaraan Gender Menurut Laporan Women in Business 2024 Grant Thornton
Nasib Perempuan di Demokrasi Bercorak Otoriter
Budaya Patriarki Masih Jadi Pemicu Utama Kesenjangan Gender di Indonesia
Sunat Perempuan Adalah Diskriminasi dan Kekerasan
Pegawai PT KAI Bunuh Istri karena Cemburu
Banyak Suami Melapor Jadi Korban KDRT di Jawa Timur
Kekerasan Berbasis Gender Pemilu Terjadi di Ranah Domestik
Istri di Rejang Lebong Bengkulu Gorok Suami Sampai Tewas
Tingkatkan Kepedulian Masyarakat untuk Cegah Kekerasan pada Anak
Muhammadiyah Minta Pemerintah Serius Hadapi Masalah Judi Online
Setelah Menang Presiden, Pezeshkian Kini Menghadapi Jalan Terjal
Grand Sheikh Al Azhar: Historis dan Misi Perdamaian Dunia
Kiprah Politik Perempuan dalam Pusaran Badai
Program Dokter Asing: Kebutuhan atau Kebingungan?
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap