visitaaponce.com

Gelombang Panas dan Kekeringan Ekstrem Membuat Produksi Garam di Prancis Meningkat

Gelombang Panas dan Kekeringan Ekstrem Membuat Produksi Garam di Prancis Meningkat
tambak garam di Prancis(unsplash.com/Sébastien Goldberg)

Gelombang panas dan kekeringan eksrem dalam sejarah telah menyerang negara Eropa, tidak terkecuali Prancis. Negara ini telah harus menghadapi kebakaran hutan yang menghancurkan berhektar-hektar lahan pertanian yang menjadi sumber tumbuhnya pangan.

Letak geografis Prancis yang berada di bawah dataran rendah membuat para petani sulit mendapatkan pasokan air, sebagian lahan pertanian sangat mengandalkan air hujan sehingga tidak dapat mempertahankan lahan pertaniannya.

Tak hanya lahan pertanian yang berdampak pada cadangan pangan, dilaporkan kekeringan juga berdampak pada menipisnya cadangan air minum di beberapa tempat, seperti dilansir dari Tasting Table pada Selasa, (9/8).

Peningkatan suhu di Prancis telah mempersulit tanaman untuk berkembang. Petani menghadapi konsekuensi dari kekeringan ini hingga hasil panen yang menurun signifikan. Industri anggur telah mengalami kesulitan di berbagai daerah, termasuk Burgundy, Prancis.

Meskipun banyak petani yang mengalami kerugian akibat cuaca ekstrem ini, namun tidak dengan petani garam di wilayah barat laut Guerande, Prancis. Garam menjadi satu-satunya komoditas pertanian yang berhasil memiliki rekor panen tertinggi tahun ini.

Suhu naik dalam beberapa bulan terakhir dan hampir tidak ada curah hujan. Keadaan tersebut menyebabkan tingginya penguapan air laut di wilayah tersebut. Produksi garam pun melonjak.

Menurut Love Sea Salt, Garam Prancis adalah salah satu jenis garam terbaik yang paling dicari dan sering digunakan oleh para koki dan pecinta kuliner di seluruh dunia.

Garam Prancis bernama Fleur de Sel khas Guerande yang berwarna putih salju, adalah salah satu garam berkualitas dengan tekstur yang halus di pasar dunia. Jenis garam ini dijual di Amerika Serikat dengan harga lebih dari US$100 per kg.

Selama 10 tahun terakhir, umumnya para petani memanen rata-rata sekitar 1,3 ton garam laut, tetapi tahun ini hasilnya hampir dua kali lipat, yaitu 2,5 ton.

Memproduksi garam adalah pekerjaan yang melelahkan. Di bawah terik matahari, para pekerja mendorong gerobak di sepanjang dinding lumpur sempit, mengikis garam laut dari dasar wadah tanpa menggunakan mesin berat apapun, melainkan menggunakan metode dan alat yang hampir tidak berubah selama lebih dari empat abad.

Meskipun beban kerja dan panen meningkat tahun ini, beberapa petani dilaporkan khawatir bahwa hal itu tidak berkelanjutan dan dataran garam mungkin tidak tahan terhadap panen intensif setiap tahun.

Ketika matahari akhirnya terbenam pada musim panas yang ekstrem, produsen garam di Guerande bertanya-tanya apa yang harus dilakukan dengan semua garam itu jika cuaca panas menjadi hal normal.

Hal tersebut membuat para petani garam menyimpan kelebihan garam tersebut sebagai cadangan dan akan menjualnya dalam beberapa tahun ke depan.(M-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat