visitaaponce.com

Kecerdasan Buatan Mulai Digunakan untuk Pembuatan Komik di Jepang

Kecerdasan Buatan Mulai Digunakan untuk Pembuatan Komik di Jepang
Cyberpunk: Peach John, manga yang gambarnya dibuat oleh AI(Cyberpunk: Peach John")

Teknologi artificial intelegence (AI) atau kecerdasan buatan, telah merambah segala bidang, termasuk dunia penerbitan. Di Jepang, kecerdasan buatan bahkan kini telah digunakan untuk membuat komik (manga).

"Cyberpunk: Peach John" sebuah manga yang secara rumit dibuat oleh Midjourney, perangkat AI yang viral itu telah mengguncang dunia seni. Sebagai manga pertama yang sepenuhnya digambar dengan AI di Jepang, karya tersebut telah menimbulkan pertanyaan tentang ancaman yang dapat ditimbulkan oleh teknologi terhadap pekerjaan dan hak cipta di industri buku komik bernilai miliaran dolar di negara tersebut.

Penulis, yang menggunakan nama pena Rootport, membutuhkan waktu enam pekan untuk menyelesaikan komik yang terdiri lebih dari 100 halaman. Menurutnya, untuk membuat karya itu, seorang seniman terampil sekalipun akan membutuhkan waktu setahun untuk menyelesaikannya.

"Itu adalah proses yang menyenangkan, mengingatkan saya pada permainan lotere," kata pria berusia 37 tahun itu kepada AFP.

Rootport, seorang penulis yang sebelumnya mengerjakan plot manga, memasukkan kombinasi perintah teks seperti "rambut merah muda", "bocah Asia", dan "jaket stadion" untuk memunculkan gambar pahlawan cerita dalam waktu sekitar satu menit.

Dia kemudian menyusun bingkai terbaik dalam format buku komik untuk memproduksi manga tersebut, Buku itu telah ramai di dunia maya menjelang rilisnya pada  9 Maret lalu oleh Shinchosha, sebuah penerbit besar.

Tidak seperti manga konvesional yang hanya hitam-putih tradisional,  karya ini lebih berwarna meskipun wajah dari karakter yang sama terkadang muncul dalam bentuk yang sangat berbeda.

“Tapi, tetap saja, karya  AI ini telah membuka jalan bagi orang-orang tanpa bakat artistik untuk membuat terobosan ke dalam industri manga,  asalkan mereka mampu menulis ceritanya dengan bagus,” kata Rootport.

Dia mengaku merasa puas ketika instruksi teksnya, yang dia gambarkan sebagai "mantra" sihir, menciptakan gambar yang selaras dengan apa yang dia bayangkan.

"Tapi apakah itu kepuasan yang sama seperti yang Anda rasakan saat menggambar sesuatu dengan tangan dari awal? Mungkin tidak," ujarnya.

Pencarian Jiwa

Midjourney awalnya dikembangkan di Amerika Serikat dan melejit popularitasnya di seluruh dunia setelah diluncurkan tahun lalu.

Seperti generator teks-ke-gambar, penemuan AI  yang fantastis, absurd, dan terkadang menyeramkan dan bisa sangat canggih, telah memprovokasi pencarian jiwa di antara para seniman. Selain itu, alat tersebut juga mengalami masalah hukum, seperti yang dialami Stable Diffusion, AI buatan sebuah start-up yang berbasis di London, karena  perangkat lunak tersebut dituduh telah mengambil sejumlah besar materi berhak cipta dari sebuah web tanpa izin.

Beberapa anggota parlemen Jepang juga telah menyuarakan keprihatinan atas hak seniman, meskipun para ahli mengatakan pelanggaran hak cipta tidak mungkin terjadi jika seni AI dibuat menggunakan perintah teks sederhana, dengan sedikit kreativitas manusia.

Banyak yang lainnya juga telah memperingatkan bahwa teknologi tersebut dapat mencuri pekerjaan dari seniman manga junior, yang dengan susah payah menggambar untuk setiap adegan.

Ketika Netflix merilis animasi pendek Jepang pada bulan Januari menggunakan latar belakang yang dihasilkan AI, hal itu dikecam karena tidak mempekerjakan animator manusia.

"Kemungkinan asisten seniman manga akan digantikan (oleh AI) bukanlah hal yang mustahil," kata profesor Universitas Keio, Satoshi Kurihara kepada AFP.

Pada 2020, Kurihara dan timnya menerbitkan komik dengan bantuan AI, dengan gaya mendiang pelopor manga Osamu Tezuka. “AI telah menempati kedudukan tertinggi dan pasti memengaruhi masa depan industri manga,” katanya.

Peran Manusia

Beberapa seniman manga ada yang menyambut baik kemungkinan baru yang ditawarkan oleh teknologi kecerdasan buatan itu.

"Saya tidak benar-benar melihat AI sebagai ancaman. sebaliknya, saya pikir itu bisa menjadi pendamping yang hebat," kata Madoka Kobayashi, yang telah berkarier selama lebih dari 30 tahun sebagai pembuat manga, kepada AFP.

“Kecerdasan buatan dapat membantu saya memvisualisasikan apa yang ada dalam pikiran saya, dan menyarankan ide-ide kasar, yang kemudian menantang saya untuk menyempurnakannya," katanya.

Penulis yang juga melatih calon seniman manga di akademi Tokyo itu berpendapat bahwa manga tidak hanya dibangun di atas estetika, tetapi juga di atas plot (cerita) yang ditulis dengan cerdik. “Di arena itu, saya yakin manusia masih mendominasi," ujarnya.

Meski begitu, dia enggan menyalin langsung dari gambar yang dihasilkan komputer (AI) karena dia tidak tahu karya seni siapa yang menjadi dasar/sumbernya.

Di Akademi Desain Tokyo, Kobayashi menggunakan patung-patung untuk membantu menyempurnakan gambar pensil siswa, termasuk detail mulai dari otot hingga kerutan pada pakaian dan lingkaran rambut.

"Seni AI memang bagus... tapi menurut saya gambar manusia lebih menarik, justru karena gambar itu 'berantakan'," kata Ginjiro Uchida, siswa berusia 18 tahun.

“Program komputer tidak selalu menangkap tangan atau wajah seniman manga asli dan manusia masih memiliki selera humor yang lebih baik," katanya.

Tiga penerbit besar menolak berkomentar ketika ditanya apakah menurut mereka AI dapat mengganggu proses produksi manga Jepang yang digerakkan oleh manusia.

Rootport pun sebetulnya ragu manga yang digambar dengan AI akan menjadi arus utama, karena seniman sejati lebih baik dalam memastikan ilustrasi mereka sesuai dengan konteksnya.

“Tapi, saya juga tidak berpikir manga yang sepenuhnya tanpa bantuan AI akan tetap dominan di masa depan,” ujarnya. (AFP/M-3)

 

 

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat