visitaaponce.com

Menanti Kebijakan Politik Global untuk Mengakhiri Polusi Plastik

Mulai Senin (29/5) hingga 2 Juni, sejumlah perwakilan negara berhimpun di Paris, Prancis, guna membahas upaya mengakhiri polusi plastik.  Perwakilan dari 175 negara itu bertemu di kantor pusat UNESCO, dengan tujuan mengambil langkah serius guna mencapai kesepakatan bersejarah untuk memutus rantai distiribusi plastik pada tahun depan.

Kepala perundingan dalam pertemuan itu, Gustavo Meza-Cuadra Velazquez dari Peru mengatakan “Tantangannya sangat besar, seperti yang kita semua ketahui di sini, tetapi bukan berarti tidak dapat diatasi. Saat ini, mata dunia tertuju pada kita.”

Presiden Prancis Emmanuel Macron mendesak negara-negara yang berpartisipasi dalam pertemuan ini untuk mengakhiri model produksi yang mengglobal dan tidak berkelanjutan, di mana negara-negara kaya mengekspor sampah plastik ke negara-negara miskin.

"Polusi plastik adalah bom waktu dan pada saat yang sama sudah menjadi momok hari ini," katanya dalam pesan video. Bahan-bahan tersebut, lanjut Macron, berpotensi meningkatkan pemanasan global, mengancam keanekaragaman hayati, dan kesehatan manusia.

Prioritas negosiasi pertama-tama harus mengurangi produksi plastik dan melarang sesegera mungkin produk yang paling mencemari, seperti plastik sekali pakai. Taruhannya tinggi, mengingat produksi plastik tahunan meningkat lebih dari dua kali lipat dalam 20 tahun menjadi 460 juta ton, dan diprediksi melonjak tiga kali lipat dalam empat dekade mendatang.

Dua pertiga dari plastik-plastik ini dibuang setelah digunakan sekali atau beberapa kali, dan berakhir sebagai limbah. Kurang dari 10% didaur ulang, sementara lebih dari seperlima dibuang atau dibakar.

Mikroplastik

Di alam, mikroplastik telah ditemukan di es dekat Kutub Utara dan pada ikan yang hidup di ceruk terdalam lautan. Pada manusia, potongan plastik mikroskopis itu telah terdeteksi dalam darah, ASI, dan plasenta.

Plastik juga berkontribusi terhadap pemanasan global, menyumbang 3,4% dari emisi global pada 2019, menurut OECD, organisasi kerjasama ekonomi dan pembangunan.

Pada Februari 2022, sejumlah negara pada prinsipnya sepakat tentang perlunya perjanjian PBB yang mengikat secara hukum untuk mengakhiri polusi plastik di seluruh dunia, dan menetapkan tahun 2024 sebagai batas waktu untuk mencapai kesepakatan. (lihat grafis dengan menggeser slide)

Tindakan kebijakan yang akan diperdebatkan selama pembicaraan kali ini termasuk larangan global terhadap barang-barang plastik sekali pakai, dan pembatasan produksi pada produksi plastik baru.

Delegasi di Paris juga harus mempersempit elemen apa yang harus dimasukkan dalam draf teks perjanjian, meskipun perdebatan teknis telah memperlambat jadwal pertemuan pada Senin.

Namun, kelompok aktivis lingkungan khawatir perjanjian itu mungkin tidak memasukkan target untuk mengurangi produksi plastik secara keseluruhan.

Pengurangan penggunaan dan produksi plastik adalah bagian dari rencana Koalisi Ambisi Tinggi dari sekitar 50 negara yang dipimpin oleh Rwanda dan Norwegia, dan termasuk Uni Eropa, Kanada, Cile, dan Jepang.

Tetapi banyak negara enggan untuk melakukan pemotongan total dalam produksi. Mereka bersikeras bahwa daur ulang dan pengelolaan limbah yang lebih baik adalah jawabannya. Kelompok Ini termasuk Tiongkok, Amerika Serikat, Arab Saudi, dan negara-negara OPEC lainnya, yang semuanya memiliki industri petrokimia besar.

Kepala Program Lingkungan PBB, Inger Andersen, mengatakan kepada para delegasi bahwa budaya plastik sekali pakai menimbulkan polusi yang melimpah, mencekik ekosistem, menghangatkan iklim, serta merusak kesehatan. "Kita tidak bisa mendaur ulang sebagai jalan keluar dari kekacauan ini,” ujarnya yang disambut tepuk tangan hadirin.

Unjuk rasa

Pertemuan Paris, yang berlangsung hingga 2 Juni, adalah yang kedua dari lima sesi menuju pertemuan puncak. “Satu pertemuan lagi akan diadakan tahun ini dan dua lagi pada tahun 2024 sebelum perjanjian itu ditetapkan untuk diadopsi pada pertengahan tahun 2025,” kata Jyoti Mathur-Filipp, sekretaris eksekutif komite negosiasi pertemuan.

Pihak penyelenggara mengatakan ruang yang terbatas di tempat tersebut menyebabkan keterbatasan akses. Total ada sekitar 612 organisasi yang terdaftar yang hadir, sekitar 40  di antaranya terkait dengan kalangan bisnis.

Kelompok aktivis lingkungan menyuarakan keprihatinan tentang pengaruh lobi kalangan industri pada pertemuan ini.  Mereka menggelar protes di luar tempat tersebut pada Senin sambil membawa spanduk bertuliskan "Keluarkan mereka!".

"Apa yang kita inginkan? Perjanjian plastik global! Kapan kita menginginkannya? Sekarang!" teriak para pengunjuk rasa.

Para juru kampanye lingkungan terus mendesak agar memiliki akses masuk ke tempat pertemuan. Pusat Hukum Lingkungan Internasional (CIEL) menyerukan partisipasi publik yang lebih besar dalam upaya ini. "Kami tidak mau dibungkam!" kata Jane Patton dari CIEL. Dia menyatakan kurang dari sepertiga dari mereka telah diizinkan masuk ke tempat tersebut. (AFP/M-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat