visitaaponce.com

Festival Budaya Manggarai Bahas Polemik Tarian Caci

Festival Budaya Manggarai Bahas Polemik Tarian Caci
Tokoh Budaya Manggarai, Romo Inosensius Sutam (paling kanan) dalam diskusi di Festival Budaya Manggarai, Sabtu (24/6/2023) di Jakarta.(MI/ Rahmatul Fajri)

KOMUNITAS Perempuan Manggarai (KPM) Jakarta menggelar Festival Budaya Manggarai (FBM) ke-2. Festival ini merupakan kelanjutan dari Festival Budaya Manggarai pertama yang diadakan pada tahun 2019 lalu.

 

Festival bertema “Ca Nai, Ca Manggarai, Tana Kuni Agu Kalo” (Satu Hati, Satu Manggarai, Tanah Tempat Kelahiran) ini digelar di Anjungan Nusa Tenggara Timur (NTT), Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta pada Sabtu & Minggu (24-24/6/2023)

 

Festival ini merupakan bentuk tanggung jawab warga Manggarai perantauan dalam menjaga karakter dan identitas budaya Manggarai di tengah derasnya arus globalisasi yang tidak bisa dihindari. Kegiatan yang diadakan mencakup Talk Show Budaya & Pendidikan, Misa Inkulturasi Budaya, Fashion Show, Pertunjukan Seni Budaya, Pentas Caci, Pertunjukan Musik dan Tarian Kolosal.

 

Adapun Talk Show Budaya & Pendidikan pada Festival Budaya Manggarai, Sabtu (24/6) membahas polemik soal caci atau tarian caci. Merupakan tari perang sekaligus permainan rakyat, caci atau tarian caci dilakukan antara sepasang penari laki-laki yang bertarung dengan cambuk (larik) dan perisai (nggiling) yang berasal dari Manggarai, Nusa Tenggara Timur.

 

Tarian caci mengandung makna simbolis yang melambangkan kejantanan, keramaian, kemegahan dan sportifitas. Adapun “Ca” berarti satu dan “Ci” berarti uji sehingga bermakna uji satu lawan satu.

 

Tarian caci hanya boleh dilakukan oleh laki-laki. Tokoh budaya Manggarai Romo Inosensius Sutam menjelaskan tarian caci hanya dimainkan laki-laki, karena tarian caci merupakan tarian perang. Sedangkan perempuan ketika perang itu dilindungi dan menjaga pintu belakang rumah.

 

"Sebenarnya laki-laki dalam permainan caci juga dengan dia berpakaian seperti ini dia mewakili perempuan juga. Lalu, mengapa laki-laki? Karena memang sebenarnya sublimasi dari tarian perang yang sesungguhnya. Alat tari ini juga digunakan untuk perang," kata Inosensius, ketika talk show di Festival Budaya Manggarai yang digelar di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Sabtu (24/6).

 

"Ada istilah laki-laki yang melindungi sedangkan perempuan dilindungi. Sebenarnya perempuan bukan tidak mempunyai peran tapi karena perempuan itu memang menjadi penjaga pintu belakang kalau ada musuh dari belakang," katanya.

 

Selain itu, ia juga menjelaskan soal polemik tarian caci yang hanya boleh dilakukan di Manggarai dan saat acara tertentu. Namun, ia berpendapat, sekarang ini tarian caci bisa dimainkan di mana saja. “Budaya selalu berkembang dari tahun ke tahun dan tidak selalu dibatasi untuk terus dikembangkan,” katanya.

 

Inosensius juga menyayangkan polemik soal tarian caci tidak boleh dilakukan di luar Manggarai justru datang bukan dari Manggarai. Maka dari itu, ia meminta polemik soal tarian caci bisa diakhiri. "Saya melihat ada cara berpikir radikal dalam budaya. Budaya ini seperti manusia. Kalau kita sudah berumur 17 tahun tidak mungkin pakai lagi celana saat kita umur 5 tahun," ujarnya. (M-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bintang Krisanti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat