visitaaponce.com

Sejumlah Tradisi Unik di Berbagai Daerah untuk Peringati Hari Kemerdekaan

Sejumlah Tradisi Unik di Berbagai Daerah untuk Peringati Hari Kemerdekaan
Tradisi Barikan di Alun-alun Gegesik, Cirebon, Jawa Barat( ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/tom)

Hari kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus selalu disambut dengan meriah oleh seluruh elemen masyarakat. Bukan hanya menghias dan mendekorasi lingkungan dan tempat tinggal dengan berbagai pernak-pernik dan atribut khas 17-an, di beberapa daerah bahkan sering diselenggarakan berbagai tradisi adat yang membuat perayaan semakin meriah sekaligus menjadi momentum pembelajaran mengenai ragam budaya Nusantara,

'Dilansir dari laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, berikut ini sejumlah tradisi unik di daerah saat perayaan 17 Agustus. Tradisi tersebut bersifat turun temurun dan tetap dilestarikan hingga saat ini.

1.Tradisi Pacu Kude di Aceh

Tradisi yang berasal dari masyarakat Gayo ini merupakan lomba pacuan kuda tradisional dengan menggunakan joki tanpa pelana. Pacu Kude pertama kali digelar pada 1850 di sisi timur Danau Laut Tawar, Kecamatan Bintang. Luas lahan yang digunakan untuk pacuan kuda adalah 1,5 kilometer.

Tak disangka, kebiasaan-kebiasaan tersebut lambat laun menjadi acara kegiatan rutin sejak 1930-an. Lomba tersebut melibatkan kuda-kuda serta joki yang mewakili kampung masing-masing.

Setelah Indonesia merdeka, kegiatan ini menjadi tradisi rutin di Aceh yang dilaksanakan di Dataran Tinggi Gayo tiap bulan Agustus pada hari peringatan kemerdekaan Indonesia pada pagi dan sore hari.

Sebelum orang Gayo mengenal kendaraan, kuda dalam pacuan menjadi moda transportasi utama, hal itu membuat kuda memiliki peranan penting dalam berbagai kegiatan sehari-hari.

Sekarang, Pacu Kude sudah digelar rutin sebagai pariwisata di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah. Selepas menggelar Pacu Kude, masyarakat biasanya melanjutkan agenda perayaan atau syukuran luah munoling (panen padi). Setelah panen padi, kuda-kuda yang berkeliaran itu kemudian ditangkap menggunakan kain sarung dan dipacu.

Pacu Kude telah melewati berbagai zaman termasuk saat masa penjajahan Hindia Belanda. Pada 1912, Belanda sempat menggelar Pacu Kude, yang bertujuan untuk memeriahkan ulang tahun Ratu Belanda setiap 31 Agustus.

Berpindah ke penjajahan Jepang, Pacu Kude sempat meredup di kalangan masyarakat Gayo. Hal ini lantaran kuda-kuda mereka diambil alih tentara Jepang

Seiring berjalannya waktu, Pacu Kude akhirnya dikelola Pemkab Aceh Tengah. Sampai akhirnya tradisi ini digelar untuk memeriahkan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia.

2. Tradisi Tarian Peresean di NTB

Tarian ini merupakan tarian adu kekuatan dan ketangkasan kaum laki-laki dengan menggunakan senjata berupa rotan sebagai alat pukul dan tameng yang terbuat dari kulit sapi.

Tradisi yang lahir dan berkembang di Suku Sasak, Lombok, Kabupaten Nusa Tenggara Barat ini sudah dimainkan sejak abad ke-13 dan termasuk dalam kesenian bela diri sejak zaman kerajaan-kerajaan Lombok.

Pada awal mulanya, ritual masyarakat Aceh ini ditujukan untuk mendatangkan hujan pada musim kemarau serta digunakan untuk simbol kegembiraan atau luapan emosi para prajurit Lombok.

Uniknya, permainan ini dulunya sering digunakan sebagai rumah adu ketangkasan yang digunakan untuk memilih pemimpin perang dalam sebuah perkumpulan di Lombok. Tarian peresean konon diyakini sebagai ajang pembuktian kekuatan dari setiap jenis ilmu yang dimiliki.

Dalam tarian, terdapat para pembawa Peresean yang diiringi dengan musik Gendang Beleq sebagai salah satu penyemangat untuk mengundang masyarakat sekitar.

Sementara itu, untuk area pukul dari tarian ini adalah badan bagian pinggang sampai kepala. Setelah Indonesia merdeka, Peresean semakin disakralkan menjadi tradisi dalam HUT Kemerdekaan RI setiap 17 Agustus.

3. Tradisi Barikan
Tradisi asal Jawa Timur ini masih lestari di masyarakat Jawa seperti di Malang, Lumajang, Surabaya, Banyuwangi, Cirebon, dan sebagainya untuk memperingati HUT kemerdekaan RI setiap tahunnya.

Nama barikan berasal dari kata barik atau baroa dalam bahasa Arab barokah, yang berarti artinya berkah. Namun, sumber lain menyebutkan barikan berasal dari bahasa Jawa kuno yang berarti baris.

Pada saat mengadakan tradisi, semua warga berkumpul untuk menggelar tradisi barikan tersebut dengan berkumpul dan duduk beralas tikar. Menariknya, setiap keluarga membawa makanan dalam sebuah wadah.

Makanan yang dibawa dapat berupa buah-buahan, kue, atau nasi bergantung pada kesepakatan seluruh warga setempat. Selanjutnya, makanan tersebut dapat ditukarkan satu sama lain atau dimakan bersama, kembali lagi bergantung kesepakatan para warga.

Acara barikan juga dilengkapi dengan doa bersama dipimpin pemuka adat setempat, menyanyikan lagu kebangsaan, renungan kemerdekaan, dan makan bersama sebagai simbol rasa syukur atas kemerdekaan RI, sekaligus tuntasnya rangkaian kegiatan dalam rangka HUT kemerdekaan RI.

Barikan digelar pada 16 Agustus malam, setelah sepekan sebelumnya warga menggelar beragam perlombaan untuk menyemarakkan 17 Agustus. Dalam kesempatan itu, warga juga menggelar pembagian hadiah pemenang lomba 17 Agustus.(M-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat