visitaaponce.com

Memaknai Goresan Abstrak di Sudut Kemang

 Memaknai Goresan Abstrak di Sudut Kemang
Sejumlah karya Putu Bonuz Sudiana pada Pameran Tunggalnya “Kidung Tanah Pusaka” di Galeri Hadiprana, Kemang, Jakarta Selatan(Mi/Devi Harahap)

Pada salah satu sudut galeri tertua di Jakarta, terpampang sebuah lukisan abstrak dengan tampilan visual melayang namun saling bertautan. Bagi yang memandangnya, cat-cat itu seolah tengah tumpah dan meledak. Cairan erupsinya dibuat menumpuk dan saling berkelindan, seolah mengalir ke berbagai sudut tanpa arah.

Gemuruh warna abstrak liris itu terlihat dalam karya perupa Putu Bonuz Sudiana, asal Nusa Penida, Bali bertajuk “Magma #1” . Karya itu saat ini tengah dipajang dalam pameran tunggalnya bertajuk “Kidung Tanah Pusaka” di Galeri Hadiprana, Kemang, Jakarta Selatan, hingga 15 September 2023.

Melalui goresan kuas yang meliuk-liuk dan garis-garis lurus yang tegas, tumpahan cat yang tebal-tipis kadang menumpuk di menyebar sekitar bidang kanvasnya. Lukisan berdimensi 150 x 100 cm itu cenderung mengandalkan spontanitas. Meski pertimbangan artistik dan prakonsep terlihat ada, objek lukisan itu seolah tidak tergambar jelas.

Putu membuat lukisan abstrak yang didominasi warna merah, hitam dan putih itu bermakna tentang erupsi gunung berapi. Sebuah bencana yang sering menyapa negeri ini dan kerap menjadi simbol bagaimana makhluk mengalami keseimbangan hidup pascabencana itu, terkhusus di Tanah Bali yang terkenal akan kesuburan dan keindahan panoramanya.

“Memori Gunung Agung tempat bersemayam para dewata ketika sang gunung menumpahkan awan panas dan lava dari dapur magma di perut bumi membumbung ke angkasa. Itulah cara Tuhan menebar berkat-Nya ke berbagai bukit dan lembah di Bali karena tanah yang paling subur,” ujar Putu, di Galeri Hadiprana, Kemang, Jakarta Selatan pada Minggu (27/8).

Tak hanya bidang kanvas, seniman berusia 51 tahun itu juga menunjukan kemampuan melukis abstrak dengan menggunakan Byxe Sergap sebagai kanvasnya. Body motor berkonsep motor trail itu dilukis olehnya tanpa cela dan terlihat begitu penuh seperti kebebasan dalam menuangkan energinya dalam melukis dan mengolah sisi formal rupa yang yang meluap-luap dan dinamis.

Putu membalur cat khusus penuh dengan warna-warni pada seluruh body motor, kecuali shockbreaker, pelek, dan lampu-lampu dengan menggunakan sapuan kuas. Gerakan tangannya begitu cekatan memoles cat ke permukaan body motor yang sebelumnya dilapis kain kanvas.

“Ini sesuatu yang baru dan ada beberapa tantangan. Saya biasa mencipratkan cat dengan kuas di bodi kanvas, tetapi ketika ingin melakukannya di body motor ini jadi sulit karena khawatir kena objek di sekitar,” ujarnya.

Galeri tertua

Perhelatan pameran seni rupa bertema abstrak yang menampilkan 28 karya terbaik dari Putu Bonuz Sudiana itu merupakan salah satu bagian dari perayaan 61 tahun berdirinya Hadiprana Gallery sebagai wadah berkesenian bagi masyarakat urban di wilayah Jakarta.

Seperti diketahui, Galeri Hadiprana didirikan pertama kali di Jalan Paletehan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada Agustus 1962. Setelah Terminal Blok M didirikan, galeri ini kemudian pindah ke kawasan Kemang, Jakarta Selatan, pada 1997.

Nadine, pengelola Galeri Hadiprana mengatakan pameran ini secara khusus dibuat untuk mengenang jasa Hendra Hadiprana, pendiri galeri sekaligus arsitek kenamaan Indonesia. Gagasan untuk membuat ruang  seni bagi masyarakat sudah ditanamkan oleh Hendra sejak masa Bung Karno. Bagi Hendra, seni adalah gaya hidup.

“Pak Hendra sering sekali melihat pameran seni dan menurutnya seni itu satu kesatuan dengan arsitektur dan interior bangunan. Seni bisa memberi jiwa pada bangunan dan biasanya beliau langsung memikirkan unsur seni saat merancang (ruang atau bangunan),” kata Nadine.

Nadine mengungkapkan Galeri Hadiprana berusaha untuk mengangkat berbagai jenis kesenian dan tak menyehatkan satu dengan yang lainnya. Tak heran jika rangkaian acara tahun ini, selain menyelenggarakan pameran seni rupa, ada pula peragaan busana yang diikuti sejumlah desainer dan jenama. Pada akhir pekan, ada pula ajang kompetisi melukis bagi anak-anak.

“Sebanyak 30% dari penjualan lukisan akan disumbangkan ke Yayasan Wahana Visi Indonesia yang konsen dengan kehidupan anak-anak Indonesia Timur, khususnya dalam bidang sosial dan pendidikan. Kita juga ingin menekankan bahwa kesenian itu bisa menjadi alat untuk menyebarkan pesan humanis,” ujarnya.

Nadine mengatakan galeri seni juga bertugas sebagai jembatan antara seniman dan masyarakat.

“Galeri seni bisa membantu seniman agar dikenal publik, tetapi juga bisa sebagai batu pijakan agar seniman bisa melompat lebih jauh. Tetapi yang berpameran di galeri ini biasanya para perupa asuhan pak Hendra yang saat ini bisa dibilang pelukis handal,” ujarnya.

Sementara itu, supervisor Galeri Hadiprana, Erna Sugiarti mengatakan semua aliran seni dan seniman dirangkul di galeri ini. Namun, untuk tahun ini galeri memilih gaya abstrak sebagai tema besar lantaran ingin mengenalkan lebih jauh tentang prinsip lukisan abstrak, khususnya untuk mengembangkan potensi anak-anak.

“Abstrak itu gaya lukisan yang sangat dinamis, tidak terkungkung batas dan aturan sehingga di sini kami ingin menekankan bahwa kebebasan berekspresi adalah yang utama dalam melukis abstrak, kami ingin anak-anak dan publik secara luas memahami bahwa lukisan abstrak itu membahagiakan dan membuat yang melukis ataupun yang menikmati terasa ‘bebas’ atas tafsirnya sendiri,” ujarnya.(M-3)
 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat