visitaaponce.com

Pemerintah Dinilai Perlu Membuat Road Map Industri Hasil Tembakau

Pemerintah Dinilai Perlu Membuat Road Map Industri Hasil Tembakau
Pekerja di sebuah pabrik rokok.(ANTARA)

PEMERINTAH dinilai perlu membuat roadmap atau peta jalan industri hasil tembakau (IHT). Roadmap diperlukan demi kepentingan semua stakeholder industri rokok di Indonesia.

Hal itu diungkapkan sosilog Universitas Airlangga yang juga dosen tetap di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Umar Solahudin, Wakil Ketua Umum Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Ahmad Guntur, serta Dosen Universitas Negeri Jember Fendy Setyawan. Ketiganya mengungkapkan hal itu terkait keputusan pemerintah menaikkan cukai rokok sebesar 12,5 persen pada akhir 2021 lalu.

Menurut Umar Solahudin, dengan adanya roadmap, akan terpampang lebih jelas masa depan IHT nasional ke depannya. Termasuk upaya-upaya apa yang perlu dilakukan Pemerintah, agar muncul kesadaran dari dalam diri masyarakat sendiri untuk mengurangi konsumsi rokok.

"Roadmap dibuat dengan melibatkan berbagai pihak termasuk petani tembakau dan aktivis kesehatan. Bukan hanya dibuat pemerintah tanpa berdiskusi dengan pihak lain," jelasnya dalam keterangan yang diterima, Jumat (25/2).
 
Hal senada diungkaopkan Ahmad Guntur. "Roadmap sangat penting untuk melindungi keberlangsungan industri rokok nasional yang mana pembuatan roadmap tersebut harus melibatkan stakeholder terkait," tegas Guntur.

Sedangkan Fendy menilai roadmap IHT penting karena pada setiap satu perencanaan itu akan bisa dilihat dan evaluasi serta pencapaiannya bisa diukur. "Jangan sampai hanya atas nama kesehatan potensi sumber daya yang kita miliki dan keberlangsungan IHT ini terdampak,” tegasnya.

Lebih jauh, disebutkan, kenaikan cukai rokok sebesar 12,5 persen dinilai tidak berpengaruh dalam mengurangi prevalensi masyarakat merokok. Menaikkan cukai rokok setinggi apapun dinilai tidak akan mengurangi jumlah anggota masyarakat merokok, jika tidak diikuti kesadaran masyarakat untuk berhenti merokok.

"Masyarakat tetap akan merokok. Kalau harga rokok mahal karena cukainya dinaikkan, masyarakat akan beralih ke rokok lintingan atau rokok ilegal,” papar Umar Solahudin.

Ia juga menegaskan tidak setuju dengan kebijakan menaikkan cukai rokok. Alasannya, selain tidak berpengaruh positif pada penurunan jumlah masyarakat merokok, lambat laun akan mematikan kesempatan kerja baik bagi buruh industri rokok maupun petani tembakau itu sendiri.

Untuk mengurangi prevalensi masyarakat merokok, ia menilai caranya bukan dengan menaikkan cukai rokok. Melainkan dengan membangun kesadaran masyarakat akan bahaya merokok. "Jika kesadaran dalam diri masyarakat sudah timbul, masyarakat akan dengan mudah mengurangi bahkan menghentikan konsumsi rokoknya," ujarnya.

Hal lebih penting lagi, jelasnya, adalah penegakan hukum. Jika ada Kawasan dilarang merokok, maka hukum harus ditegakkan sehingga, jika ada yang melanggar aturan larangan merokok di kawasan tertentu diberikan hukuman sehingga menimbulkan efek jera.

Sedangkan Guntur menyebut kenaikkan cukai rokok sebesar 12,5 dinilai kebijakan terlalu besar. "Jika pemerintah membutuhkan dana dari cukai rokok, kenaikan idealnya tidak lebih dari 8 persen," papar Guntur. (RO/OL-15)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat