visitaaponce.com

Disinformasi Terkait Rokok dan Tembakau Masif di Media Sosial

Disinformasi Terkait Rokok dan Tembakau Masif di Media Sosial
Ilustrasi media sosial.(AFP/SCOTT OLSON)

DISINFORMASI terkait dengan tembakau dan rokok masif di sosial media. Hal itu ditemukan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Indonesia Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia Risky Kusuma Hartono mengungkapkan platform dengan disinformasi terkait rokok dan tembakau yang paling banyak ditemukan di YouTube dan Instagram.

“Semakin masif terpapar disinformasi di media sosial, akan semakin rentan penolakan apabila disampaikan narasi yang sebenarnya,” kata Risky dalam acara Disinformasi Industri Tembakau yang diadakan Komnas Pengendalian Tembakau secara virtual pada Rabu (12/6).

Berdasarkan pemantauan, akun-akun yang aktif menyebarkan disinformasi terkait dengan rokok dan tembakau di antaranya akun-akun yang pro terhadap indusri tembakau dan akun perseorangan yang kemungkinan besar merupakan perokok.

Baca juga : RPP Kesehatan terkait Tembakau Jadi Harapan Kurangi Konsumen Rokok Anak

Lalu ada juga akun kelompok komunitas kretek yang aktif di Instagram dan X seperti Kominitas Kretek, Boleh Merokok, dan Rokok Indonesia. Akun UrangAwak.

“Misinformasi yang diunggah misalnya stunting tidak ada kaitannya dengan rokok. Ini tidak main-main. Padahal studi sudah menyatakan bahwa rokok sangat memengaruhi stunting,” ucap dia.

Selain itu, ada sejumlah disinformasi yang tersebar di sosial media terkait dengan tembakau dan rokok di antaranya, rokok elektronik tidak lebih berbahaya, rokok elektronik sebagai terapi berhenti merokok, rokok herbal tidak berbahaya, merokok memperpanjang napas, merokok linting tidak berbahaya, hingga asap rokok tidak berbahaya dibanding asap knalpot.

Baca juga : Puntung Rokok Punya dampak Buruk Tidak Hanya untuk Kesehatan, Tapi Juga Lingkungan

Ada juga yang berkaitan dengan isu ekonomi. Misalnya industri memberikan sumbangan besar pada penerimaan negara dan apabila tidak merokok penerimaan negara menjadi berkurang. Hingga memiskinkan itu negara bukan, merokok.

“Ini merupakan narasi yang keliru karena hasil studi dari PKBS UI 1% kenaikan belanja rokok akan meningkatkan 6% poin kemiskinan. Yang artinya rumah tangga akan terjebak jurang kemiskinan kalau salah satu keluarganya memiliki kebiasaan merokok,” ungkap Risky.

Hal lainnya yang merupakan disinformasi tentang rokok ialah bahwa abu puntung rokok dari hasil perendaman akan menyimpan nutrisi sebagai pupuk organik cair. Nyatanya, hal itu tidaklah benar. Puntung rokok yang dihasilkan dri perendaman tidak memiliki struktur yang sesuai untuk menampung atau menyimpan nutrisi.

Baca juga : Perumusan RPP Kesehatan Tidak Melibatkan Pelaku Industri Tembakau

Selain itu, busa puntung rokok juga dapat mengandung bahan-bahan berbahaya yang dapat merusak tanah dan mengganggu proses pertumbuhan tanaman. “Oleh karena itu, menggunakan busa puntung rokok sebagai media penyimpanan nutrisi tidak efektif dan tidak direkomendasikan,” ucap dia.

Karena itu, ia berharap pemerintah dan semua pihak dapat bersama-sama melawan disinformasi terkait dengan tembakau dan rokok agar lebih banyak publik yang mengetahui terkait dengan fakta tentang rokok.

Koordinator Nasional Program Literasi Digital Kominfo Rizki Ameliah mengungkapkan, disinformasi tentang produk tembakau dapat menyebabkan masyarakat tidak memahami risiko kesehatan yang terkait dengan merokok dan produk tembakau lainnya.

Baca juga : Penghapusan Tembakau, Perang Kepentingan Bisnis dengan Kesehatan Masyarakat

Karenanya, Kementerian Kominfo melakuka berbagai upaya untuk penanganan konten negatif dan disinformasi, termasuk terkait dengan rokok dan tembakau. Adapun, sepanjang 2018 sampai 2023, Kominfo telah menurunkan sebanyak 2.357 hoaks tentang isu kesehatan yang di dalamnya ada disinformasi terkait rokok dan tembakau.

“Info hoaks kami koordinasi dengan kemenkes. Kembali lagi, kalau untuk isu bukan menjadi binaan kami, kami kembalikan ke instansi terkait. Kami sadar, kami tidak bisa menghentikan penyebaran hoaks dan isinformasi sendiri untuk itu dibutuhkan kolaborasi dengan para ahli,” beber dia.

Ia mengimbau, jika masyarakat menemukan konten yang tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan, konten hoaks dan konten disinformasi, maka jangan ragu laporkan pada aduan konten kominfo di layanan.kominfo.go.id. (Z-6)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat