visitaaponce.com

Kemenkeu Upaya Pembiayaan Anggaran Cukup Menantang

Kemenkeu: Upaya Pembiayaan Anggaran Cukup Menantang
Ilustrasi pembelian Surat Utang negara(Antara/Nova Wahyudi)

DIREKTUR Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan Risiko Kementerian Keuangan Deni Ridwan mengungkapkan, upaya pembiayaan anggaran negara saat ini dihadapkan oleh tantangan yang cukup berat. Hal itu dikarenakan kondisi global yang diselimuti ketidakpastian dan berpengaruh pada Indonesia. 

"Kenaikan Fed Fund Rate (FFR) atau suku bunga acuan The Fed ini membuat volatilitas semakin meningkat di pasar saham dan SBN (Surat Berharga Negara) atau pasar utang," ujarnya dalam webinar bertajuk Menghadapi Krisis Utang Negara-negara Berkembang di Masa Pandemi Covid-19 dan Krisis Rusia-Ukraina: Sudut Pandang Indonesia, Rabu (25/5).

"Kita lihat juga pergerakan UST dibandingkan dengan Indonesia juga mengalami pelebaran. Ini membuat ke depan ongkos kita untuk menerbitkan SBN akan semakin mahal," tambah Deni.

Dampak dari dinamika global itu juga terlihat dari pelelangan Surat Utang Negara (SUN) dua minggu lalu, di mana penawaran investor yang masuk jauh di bawah target pemerintah. 

Deni menilai, rendahnya minat investor pada obligasi negara kala itu merupakan dampak langsung dari kenaikan suku bunga The Fed. Sedangkan di saat yang sama investor dalam negeri juga wait and see pada kebijakan global maupun domestik. 

"Dalam lelang dua minggu lalu, baru pertama kalinya lelang incoming bids yang masuk lebih rendah dengan target. Jadi itu sangat menantang," kata dia.

Kondisi pasar utang domestik juga dinilai akan mengalami sedikit penurunan. Pasalnya, perbankan yang dalam dua tahun terakhir menjadi investor utama dalam pasar obligasi kini mulai kembali menyalurkan kredit karena ekonomi mulai bergerak. 

"Padahal selama dua tahun terakhir di 2020-2021, salah satu investor yang menjadi pendukung utama kita dalam penerbitan SBN adalah perbankan. Jadi support dari perbankan tidak akan sebesar di tahun lalu karena tahun ini mereka sudah mulai menyalurkan kredit," jelas Deni. 

Baca juga : OJK: Sektor Jasa Keuangan Tetap Stabil

Di saat yang sama ada tren arus modal asing keluar (capital outflow) dari pasar obligasi Indonesia. Itu karena investor mencari pasar yang menjanjikan imbal hasil (yield) yang lebih baik.

"Ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi kami, bagaimana kita bisa memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN sesuai dengan target dengan biaya yang tetap terkendali. Ini akan menjadi tantangan di tahun ini dan 2023," urai Deni. 

Kendati begitu, pemerintah bisa sedikit bernapas lega lantaran sejumlah lembaga pemeringkat utang memberikan outlook yang cukup baik kepada Indonesia. Teranyar, S&P menaikan level Indonesia dari negatif ke level outlook stabil. 

Pengambil kebijakan menganggap penilaian yang diberikan sejumlah lembaga pemeringkat itu memvalidasi langkah pemulihan ekonomi nasional sudah tepat. "Ini menggambarkan kita berada di track yang tepat untuk bisa mendorong pemulihan ekonomi dan menjaga pandemi dengan kondisi fiskal yang tetap sustainable," ungkap Deni. 

Adapun pada Selasa (24/5) pemerintah meraup uang sebesar Rp20 triliun dari hasil lelang tujuh Surat Utang Negara (SUN) pada Selasa (24/5). Nilai itu diambil dari total penawaran yang masuk senilai Rp39,41 triliun. 

Adapun tujuh SUN yang dilelang tersebut merupakan SPN03220825 (new issuance), SPN12230526 (new issuance), FR0090 (reopening), FR0091 (reopening), FR0093 (reopening), FR0092 (reopening) dan FR0089 (reopening) melalui sistem lelang Bank Indonesia. 

"Lelang itu sudah kembali pulih, di mana incoming bids yang masuk sekitar Rp39 triliun, dengan target penerbitan Rp20 triliun," pungkas Deni. (OL-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat