Peneliti UI Rekomendasikan Penghapusan DMO, DPO dan HET
![Peneliti UI Rekomendasikan Penghapusan DMO, DPO dan HET](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2022/08/2a14247bd402769a38806b4f577e4d2c.jpg)
PENINGKATAN ekspor minyak sawit mentah dapat menyelamatkan para petani kelapa sawit swadaya dari anjloknya harga tandan buah segar. Namun kebijakan yang menjadi disinsentif bagi industri dalam mendorong laju ekspor, harus diperbaiki, dan sebagian di antaranya dihapuskan.
“Indonesia memerlukan peningkatan ekspor sawit yang besar untuk mendorong kesejahteraan petani, khususnya petani swadaya,” ujar Ketua Tim Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Dr. Eugenia Mardanugraha dalam Diskusi Virtual ‘Dampak Kebijakan Pengendalian Harga Minyak Goreng Bagi Petani Swadaya’, Senin (1/8/2022).
Tingkatkan Ekspor
Melalui estimasi ekonometrika, dalam studinya bertajuk ‘Analisis Dampak Kebijakan Pengendalian Harga Minyak Goreng Bagi Petani Swadaya’, pihaknya melakukan sejumlah simulasi untuk mengetahui seberapa besar peningkatan ekspor perlu dilakukan, agar tangki penyimpanan dapat segera kosong, kemudian harga tandan buah segar (TBS) petani kembali pulih. Satu di antaranya menunjukkan besarnya ekspor yang diperlukan untuk meningkatkan harga TBS dari Rp861 (asumsi harga petani swadaya per 9 Juli) menjadi setara harga pokok penjualan senilai Rp2.250 per kilogram, butuh peningkatan ekspor sebesar 1.740% atau 17 kali lipat.
Sementara kajian lapangan menjumpai para petani swadaya di Riau dan Kalimantan Barat, mendapati jika harga pokok penjualan ideal TBS adalah Rp2.000 per kilogram. Untuk mencapai harga tersebut, diperlukan peningkatan ekspor minimal 200% dari tingkat ekspor saat ini (per April 2022). Kemampuan Indonesia meningkatkan ekspor sangat terbuka, karena berdasarkan besaran ekspor bulanan sejak Januari 2014 hingga April tahun ini, diketahui ekspor sawit berada pada interval 1 juta sampai 4,3 juta ton per bulan.
Hapus Hambatan Ekspor
Agar ekspor melaju lancar, para peneliti menyarankan pemerintah mengurai hambatan ekspor. “Kebijakan pengendalian harga minyak goreng jangan sampai mendistorsi pasar, dan berimbas merugikan seluruh pemangku kepentingan dari hulu hingga hilir, juga masyarakat serta petani swadaya. Saat ini biaya-biaya untuk melakukan ekspor CPO masih sangat tinggi,” kata Eugenia.
Menurutnya, bila pungutan ekspor ditetapkan menggunakan harga referensi yang akurat serta adaptif dengan dinamika pasar, dapat mendorong perusahaan untuk meningkatkan ekspor, tentunya dengan terlebih dulu memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Pihaknya berpandangan jika instrumen ini berfungsi baik, maka kebijakan seperti domestic market obligation (DMO), _domestic price obligation (DPO), harga eceran tertinggi (HET) serta flush out semestinya dihapuskan.
Senada, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Joko Supriyono menyatakan bahwa satu-satunya cara untuk mendongkrak harga TBS petani hanyalah peningkatan ekspor CPO berserta produk turunannya. “Nah, untuk menggairahkan kembali ekspor CPO kebijakan ekspornya harus disederhanakan,” katanya.
Menurut Joko, penyebab banyaknya instrumen ekspor CPO adalah persoalan meningkatnya harga minyak goreng di dalam negeri. Padahal, kata Joko, total konsumsi minyak goreng di dalam negeri dalam setahun hanyalah 2,5 juta ton saja. Jumlah tersebut jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan produksi CPO. “Tapi kenapa yang persoalan 2,5 juta ton ini bisa berkepanjangan? Ya, karena ada kebijakan yang tidak tepat,” kata Joko.
Bantuan Sosial
Sementara kebijakan penetapan harga eceran tertinggi minyak goreng dinilai Eugenia mendistorsi pasar, karena minyak goreng dijual lebih rendah dari harga keekonomiannya. “Akibatnya justru terjadi kelangkaan karena aksi spekulan yang membeli lebih banyak dari kebutuhan, praktik pengemasan ulang minyak goreng curah ke dalam kemasan, serta praktik penyelundupan.”
Eugenia menyarankan, bila harga CPO naik tinggi, DMO dapat kembali diberlakukan dengan penyesuaian. Jika diperlukan, diberikan bantuan sosial bagi masyarakat berupa minyak goreng kemasan, dengan menggunakan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Dalam pelaksanaannya, hal ini memerlukan revisi Perpres Nomor 66 tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit. (Ant/OL-13)
Baca Juga: Gobel Ajak Pengusaha Jepang Investasi Carbon Credit di Indonesia
Terkini Lainnya
Upaya Wilmar Ikut Lindungi Lanskap Aceh Bagian Selatan
Ganggu Investasi, Pencurian Kelapa Sawit harus Ditangani Serius
Aparat dan Pemda Harus Tegas Hadapi Aksi Penjarahan Sawit
Cegah Penjarahan Sawit, Polres Kotim Gelar Patroli Besar
70 Kasus Pencurian Sawit di Simalungun Diselesaikan dengan Restorative Justice
Permentan No 01/2018 Masih Lindungi TBS Petani
Tiongkok dan India Timbun Stok, Permintaan Batu Bara akan Melambat
Kunjungan Wapres di Kotawaringin Barat Jadi Momen Bersejarah
Pengamat: DMO Batu Bara Perlu Dipertahankan
Kebijakan Berubah-Ubah Diakui Sulitkan Para Pelaku Usaha
Kebijakan DMO dan DPO Berisiko dan Hambat Pertumbuhan Ekonomi
Multi Harapan Utama Terus Pasok Batu Bara untuk Melistriki Jawa-Bali
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Membenahi Pola Tata Kelola PTN-BH
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap