visitaaponce.com

Ombudsman RI Bappebti Lalukan Tiga Maladministrasi Atas PT DFX

Ombudsman RI : Bappebti Lalukan Tiga Maladministrasi Atas PT DFX
Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Yeka Hendra Fatika.(MI/Selamat Saragih)

OMBUDSMAN Republik Indonesia (RI) telah menetapkan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sudah terbukti melakukan tiga maladministrasi dalam perkara izin usaha bursa kripto terhadap PT Digital Future Exchange (DFX). Maladministrasi itu meliputi penundaan berlarut, penyimpangan prosedur, dan penyalahgunaan wewenang.

Demikian disampaikan anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, setelah pihaknya melakukan pemeriksaan dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait. Ombudsman RI memberikan enam pendapat terkait kasus dugaan atas pelanggaran maladministrasi izin usaha bursa kripto terhadap PT DFX.

Pertama, lanjutnya, Ombudsman RI berpendapat di mana PT DFX telah mengikuti seluruh rangkaian proses pemenuhan persyaratan berdasarkan berkas persyaratan yang disampaikan Bappebti ke PT DFX dan Ombudsman.

"Kami memeriksa semua dokumen yang tebalnya luar biasa, kami sudah mencocokkan pernyataan-pernyataan, mengonfirmasi, kami juga melihat berbagai regulasi terkait. Maka kami menyimpulkan bahwa PT DFX telah kooperatif dan proaktif dalam memenuhi semua persyaratan pemenuhan PT DFX sebagai bursa berjangka komoditi," ujar Yeka dalam Konferensi Pers Thema: Maladministrasi Bappebti dalam Perizinan Bursa Kripto secara daring, dikutip di Jakarta, Senin (20/3).

Kedua, dalam memenuhi persyaratan izin usaha bursa berjangka PT DFX telah menjalani semua rangkaian pemeriksaan dan telah memenuhi semua persyaratan dokumen sebagaimana ketentuan perundang-undangan perizinan izin usaha bursa berjangka.

Ketiga, Ombudsman RI melihat adanya penundaan berlarut dalam pemberian proses perizinan.
"Berlarutnya proses izin usaha berjangka yang diajukan PT DFX menjadi bukti lambannya layanan birokrasi. Padahal di dalam regulasi sudah ada, service levelnya sudah jelas, dilaksanakan Bappebti selaku pihak yang memiliki kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan publik, dalam perizinan bursa berjangka. Sehingga menimbulkan kerugian baik secara materil maupun immateril bagi pelaku," kata Yeka.

Dari awal mengajukan izin usaha pihak PT DFX dan telah memakan waktu lebih dari 582 hari kerja atau hampir dua tahun. Bahkan, pelapor telah mengeluarkan biaya sebesar Rp19 miliar sejak awal pengajuan perizinan pada 21 Desember 2020 hingga 19 Desember 2022.
"Ini hal yang paling jelas adanya maladministrasi karena ada kerugian materil dan imateril yang terdapat di dalamnya," ungkap Yeka.

Keempat, lanjutnya, terkait transparansi dan akuntabilitas dalam proses permohonan izin usaha bursa berjangka PT DFX. Ombudsman melihat Bappebti tidak transparan dan akuntabel dalam melakukan fit and proper test jajaran direksi PT DFX serta tidak memberikan BAP pemeriksaan sarana dan prasarana fisik PT DFX secara lengkap.

"Pelayanan publik kami yang mengawasi itu agar semuanya transparan agar pemerintah itu harus memenuhi unsur transparansi, akuntabel dan partisipatif," kritik Yeka.
Kelima, adanya penambahan persyaratan izin usaha bursa berjangka PT DFX di luar ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Nah ini yang diminta itu bursa berjangka, belum sampai ke kripto, tetapi Bappebti telah melakukan perbuatan penyalahgunaan wewenang dengan memberikan persyaratan tambahan berupa hak akses viewing dan memberikan persyaratan tambahan kepada PT DFX untuk melakukan situasi perdagangan dengan akun real dan perdagangan dengan sistem ISO 27001," ujarnya.

Keenam, terkait kebutuhan ekosistem bursa kripto dan urgensi kehadiran bursa kripto untuk melindungi kepentingan negara dan masyarakat. Yeka mengatakan, pemerintah harus memilih untuk melarang kripto atau mengizinkan adanya bursa kripto sesuai dengan keperluannya. Apabila bursa kripto itu dilarang, maka jangan dibuatkan regulasi terkait kripto.

"Tapi apabila kripto itu untuk mengatur agar mampu mencegah terjadinya korban, seperti yang saat ini ramai dengan sistem perdagangan alternatif, maka bursa ini merupakan salah satu ekosistem yang harus dibangun dalam rangka mencegah kerugian masyarakat dan negara," jelasnya.

Ombudsman telah melakukan cross check kepada Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia serta Kementerian Keuangan yang memungkinkan bahwa perlu adanya sebuah ekosistem bursa kripto.
"Ombudsman menemukan sesuai enam pendapat tersebut di atas, menemukan, memastikan bahwa Bappebti melakukan tiga maladministrasi yaitu berupa penundaan berlarut, penyimpangan prosedur, dan penyalahgunaan wewenang," ungkap Yeka.

Namun demikian, Yeka enggan menuturkan kalimat jelas terkait maladministrasi Bappebti. Sebab, pihaknya masih memberikan kesempatan kepada Bappebti untuk melakukan perbaikan.

"Hal-hal kalimat-kalimat jelasnya terkait maladministrasi mohon maaf tidak bisa saya sampaikan. Saya masih memberikan kesempatan kepada Bappebti untuk fokus kepada tindakan korektif. Namun demikian, ini diturunkan dari enam pendapat yang tadi saya sampaikan sejak tahap awal," urainya. (N-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat