visitaaponce.com

PLTS Atap Dihambat PLN, Asosiasi Panel Surya akan Temui Jokowi

PLTS Atap Dihambat PLN, Asosiasi Panel Surya akan Temui Jokowi
Siswa belajar merakit panel surya di instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di SMK NU Ma’arif, Kudus, Jawa Tengah(ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho)

KETUA Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Fabby Tumiwa mengatakan bahwa sejumlah asosiasi panel surya berencana akan melakukan audiensi dengan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) terkait dengan hambatan bisnis pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Ia menyampaikan, sejumlah asosiasi terkait akan mengirimkan surat permohonan audiensi ke Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) pekan ini. Fabby berharap audiensi itu dapat digelar sebelum lebaran tahun ini.

“Enaknya kalau sesudah lebaran pak Presiden paham, ya kalau bisa dipanggil direksi PLN-nya dan Kementerian Keuangan karena menurut saya pak Presiden tidak dapat masukkan yang lengkap,” kata Fabby dalam kegiatan media briefing "Energi Surya Indonesia, Mau Dibawa Ke Mana?" di Jakarta, Selasa (21/3).

Baca juga: RI-Singapura akan Bangun Pabrik Panel Surya Pertama di Indonesia

 

Adapun rencana audiensi itu sudah disepakati AESI bersama dengan asosiasi lainnya seperti Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia (APAMSI), Perkumpulan Pengguna Listrik Surya Atap (PPLSA), Perkumpulan Pemasang PLTS Atap Seluruh Indonesia (PERPLATSI) dan Asosiasi Pembangkit Surya Atap Bali (APSA).

Audiensi itu, kata Fabby, berasal dari kegelisahan asosiasi atas sikap PLN yang tidak taat pada sejumlah ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.26/2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum itu.

Baca juga: Asosiasi : Penggunaan PLTS Atap Menurun Sejak Ada Pembatasan Oleh PLN

Fabby menjelaskan, hingga saat ini perusahaan listrik plat merah tersebut belum juga menerapkan kebijakan ekspor listrik 100 persen sebagai pengurang tagihan seperti diamanatkan dalam permen tersebut.

 

Padahal, kata dia, pelonggaran kebijakan ekspor listrik 100 persen lewat perhitungan net metering itu dapat membantu keekonomian inisiatif pemasangan PLTS Atap dari sektor rumah tangga hingga industri.

Selain itu, ia menuturkan, belakangan beredar surat internal PLN yang meminta pejabat setara general manager (GM) untuk membatasi kapasitas daya terpasang dari pengembangan PLTS atap di sejumlah daerah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur hingga Bali.

“PLN sampai hari ini enggan menjalankan Permen 26 Tahun 2021, PLN mengizinkan pemasangan PLTS atap tapi muncul surat edaran internal yang memerintahkan agar GM PLN hanya mengizinkan pemasangan kapasitas maksimal 15 persen dari kapasitas terpasang,” tuturnya.

Menurut dia, kebijakan PLN yang cenderung kontra produktif untuk investasi serta pengembangan industri panel surya di dalam negeri itu berdampak negatif pada kelanjutan bisnis PLTS Atap Domestik.

"Konsekuensinya, sebagian besar pabrik rakitan panel surya dalam negeri berhenti beroperasi beberapa tahun ini," ucapnya. (Fik/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat