visitaaponce.com

Pasar Mineral Energi Bersih Melonjak hingga US320 Miliar

Pasar Mineral Energi Bersih Melonjak hingga US$320 Miliar
Ilustrasi energi bersih(Pexels)

BADAN Energi Internasional (IEA) mengungkapkan bahwa pasar mineral yang sangat penting untuk transisi energi bersih melonjak menjadi US$320 miliar atau Rp4.855 triliun pada tahun lalu.

Meskipun masih terdapat sejumlah kendala, termasuk harga yang tidak menentu, gangguan rantai pasokan, dan ketegangan geopolitik.

"Pasar mineral seperti lithium, kobalt, nikel, dan tembaga meningkat dua kali lipat antara tahun 2017 dan 2022, didorong oleh rekor penyebaran teknologi bersih seperti panel surya dan baterai mobil listrik," kata IEA pada Selasa, (11/7).

Baca juga : Mengantisipasi Bahaya Laten Kebakaran pada Kendaraan Listrik

Disebutkan lithium, nikel, dan kobalt sangat penting untuk kinerja baterai, umur panjang, dan kepadatan energi. Tembaga adalah landasan untuk semua teknologi yang berhubungan dengan listrik.

Sistem energi yang didukung oleh teknologi energi bersih membutuhkan lebih banyak mineral untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit listrik tenaga angin, dan kendaraan listrik dibandingkan dengan pembangkit listrik berbasis bahan bakar fosil.

Pergeseran ke sistem energi bersih telah menyebabkan peningkatan yang cukup besar dalam kebutuhan mineral-mineral ini.

Baca juga : 2024, Presiden Jokowi Ingin Perbanyak Produk Bernilai Tambah Tinggi

"Pertumbuhan permintaan yang cepat memberikan peluang-peluang baru bagi industri ini," kata lembaga yang berbasis di Paris ini dalam laporan tahunan pertamanya yang berjudul Tinjauan Pasar Mineral Kritis IEA.

"Tetapi kombinasi dari pergerakan harga yang tidak stabil, kemacetan rantai pasokan dan masalah geopolitik telah menciptakan gabungan risiko yang kuat untuk transisi energi yang aman dan cepat," tambahnya.

IEA memberikan saran kepada negara-negara maju tentang kebijakan energi. “Keterjangkauan dan kecepatan transisi energi akan bergantung pada ketersediaan pasokan mineral penting,” tulisnya.

Baca juga : PLN Gandeng Empat Perusahaan untuk Bangun Charging Station Kendaraan Listrik

Dikatakan seperti harga naik pada tahun 2021, dan awal 2022 karena pandemi Covid-19 mengakibatkan kemacetan di seluruh rantai pasokan dan invasi Rusia ke Ukraina menyebabkan gangguan besar pada pasar komoditas.

Sebagian besar harga kemudian menjadi seimbang pada paruh kedua tahun 2022 dan memasuki tahun 2023, tetapi tetap jauh di atas rata-rata historis, kata IEA.

"Seperti yang sudah-sudah, 2023 dapat menjadi tahun yang krusial untuk harga teknologi energi bersih," kata laporan itu.

"Apakah dan seberapa cepat mereka melanjutkan lintasan penurunan akan bergantung pada kecepatan inovasi dan stabilitas pasar mineral yang mengalami volatilitas yang signifikan pada tahun 2022 setelah dua tahun gangguan rantai pasokan terkait pandemi yang diikuti oleh timbulnya ketidakpastian geopolitik global,” tambahnya. (Aljazeera/Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat