Tragedi SVB Dinilai bukan Pengulangan Krisis 2008
WEALTH Advisory Head UOB Indonesia Diendy Liu menyatakan keruntuhan Silicon Valley Bank (SVB) bukan pengulangan krisis ekonomi 2008.
"Saat ini sedang hangat berita kegagalan beberapa bank di Amerika Serikat (AS) dan take over Credit Suisse oleh Bank UBS. Banyak yang berspekulasi bahwa kejadian ini dapat menjadi satu krisis yang sama seperti 2008, tapi kita coba memberikan penjelasan yang sebaik mungkin bahwa sebenarnya ini berbeda," kata dia di Jakarta, Kamis (30/3).
Pada 2008, krisis ekonomi disebut terjadi karena ada bubble economy. Terdapat sebuah spekulasi berlebih di sektor properti AS sehingga para kreditor yang tak layak memperoleh kredit properti justru malah diberikan kredit. Setelah itu, kredit tersebut dijual kembali oleh bank sehingga menyebabkan efek domino ketika kredit properti itu gagal.
Baca juga: Penutupan SVB Peringatan Dini Sektor Fintech
Adapun kejadian SVB dan Signature Bank di AS pada tahun ini justru terjadi karena bank-bank tersebut memperoleh Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berlimpah.
Saat pandemi covid-19, lanjut Diendy, AS merupakan salah satu negara yang memberikan bantuan fiskal paling besar. Bantuan fiskal dari pemerintah AS (semacam Bantuan Langsung Tunai/BLT) diberikan kepada masyarakat supaya tetap bertahan melewati pandemi.
Baca juga: Kepanikan Perbesar Dampak Negatif Jatuhnya SVB
Dana-dana yang diperoleh masyarakat akhirnya disimpan oleh para nasabah ke berbagai bank, salah satunya SVB. Sayangnya, tak semua bank mampu mengelola DPK dengan baik. Apalagi, semasa pandemi dengan keberlimpahan DPK, bank tak bisa menyalurkan DPK ke kredit mengingat situasi global berada di masa pandemi, sehingga bank selektif dalam memberikan kredit.
Karena tidak ditempatkan di dalam kredit, bank menaruh DPK ke Surat Berharga Negara/SBN (US Treasury di AS). Namun, karena saat itu US Treasury memiliki imbal hasil yang rendah sekali menimbang tingkat suku bunga sedang rendah-rendahnya, bank menaruh dana ke tenor-tenor panjang hingga 10 tahun dan di atas 10 tahun dengan sensivitas harga yang sangat tinggi.
"Kalau suku bunga naik, obligasi turun, kalau suku bunga turun, obligasi naik. Jadi mereka menempatkan DPK ke obligasi yang tenornya jangka menengah dan panjang di saat suku bunga sedang rendah-rendahnya. Jadi ini sudah tidak ada pilihan lain selain normalisasi kebijakan Bank Sentralnya AS (The Fed) menaikkan suku bunganya lagi (hingga lebih dari 400 bps/basis poin) yang dilakukan sepanjang 2022," ucap Diendy.
Kenaikan suku bunga kemudian menekan harga obligasi yang dikeluarkan. Pada saat yang bersamaan, karena Bank Sentral memperketat likuiditas di pasar, otomatis masyarakat yang sebelumnya sudah mempunyai saving akhirnya mulai menarik saving untuk ekspansi bisnis, konsumsi, dan lain sebagainya. Ketika DPK mulai ditarik kembali oleh nasabah, ujar dia, bank mau tidak mau melepas kepemilikan surat berharga tersebut dalam kondisi rugi.
"Jadi, tidak ada kegagalan yang disebabkan kredit macet, bukan disebabkan adanya malpraktik seperti tahun 2008. Ini simply karena ketidakmampuan bank kelola DPK dengan baik, jadi kita menganggap tidak akan ada efek domino seperti 2008," ungkapnya. (Z-6)
Terkini Lainnya
Tegas Lawan Judi Online, 4 Ribu Lebih Rekening Diblokir
Temenos Regional Forum 2024 Soroti Masa Depan Industri Perbankan ASEAN dan Indonesia di Era AI
BSI Sambut Harpelnas 2024 dengan Layanan Ultimate yang Responsif dan Personal
Bank DKI Raih Penghargaan The Excellent Performance Bank in 5 Consecutive Years
Permudah Calon Konsumen dengan Menggandeng 8 Bank Ternama
Tingkatkan Literasi Finansial Anak dengan Tabungan BRI Junio, Raih Promo Menarik!
Bertemu Para CEO Silicon Valley, Airlangga: Indonesia Akan Menjadi Hub Digital Global Rendah Karbon di Asia
Midtrans NexLvl Bawa Startup Lokal berkompetisi di Silicon Valley
Pakar: Penyelamatan SVB Sudah Terlambat, Telanjur Buat Panik Pasar
Keyakinan Pelaku Pasar Masih Luntur
First Citizens Bank Resmi Akuisisi Aset Silicon Valley Bank
Refleksi Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia: Mendialogkan Pemikiran Fransiskan dengan Perspektif Sufi Yunus Emre
Krisis Mental Remaja: Tantangan Terlupakan
Man of Integrity Faisal Basri dan Hal-Hal yang belum Selesai
Rekonstruksi Penyuluhan Pertanian Masa Depan
Transformasi BKKBN demi Kesejahteraan Rakyat Kita
Fokus Perundungan PPDS, Apa yang Terlewat?
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap