visitaaponce.com

Bunga Utang Besar dan APBN Diminta jadi Jaminan, Proyek Kereta Api Cepat Terbukti Berisiko Tinggi

Bunga Utang Besar dan APBN Diminta jadi Jaminan, Proyek Kereta Api Cepat Terbukti Berisiko Tinggi
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.(Antara Foto/Mubarak)

Besarnya bunga utang dan permintaah pihak Tiongkok untuk menjadikan APBN Indonesia sebagai jaminan utang dalam pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung mengindikasikan tingginya risiko proyek tersebut. Hal itu merupakan prinsip mendasar yang banyak diterapkan dalam pinjam-meminjam dana.

"(Bunga utang kereta api cepat) kita 3,4%, itu tinggi sekali. Kenapa bunga itu tinggi? Jelas karena mereka (Tiongkok) melihat tingkat risiko proyek ini tinggi. Bank itu tahu, tingginya bunga itu disebabkan oleh tingginya risiko, sesederhana itu," ujar Direktur Eksekutif Institut for Development on Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad saat dihubungi, Sabtu (15/4).

Tingkat bunga utang itu lebih tinggi dari yang dimiliki Sri Lanka dalam proyek pinjaman bertenor 20 tahun yang hanya 2%. Bunga utang 3,4% bahkan jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan bunga utang yang paling umum diberikan oleh Jepang, yakni di kisaran 0,5%--1,5%.

Baca juga: Ini Bahaya dari Permintaan Tiongkok Gunakan APBN sebagai Jaminan Proyek Kereta Cepat

Karenanya, kata Tauhid, dapat dimaklumi pula bila pemerintah Tiongkok menginginkan agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi jaminan dalam proyek kereta cepat. Kemungkinan besar, pemerintah Negeri Panda tak meyakini kemampuan BUMN penggarap proyek tersebut.

"Itu menunjukkan bahwa pemerintah Tiongkok itu tidak percaya bahwa skema B to B itu tidak menguntungkan. Karena ada dua, pertama, bisa saja terjadi pembengkakan dalam pembiayaan nantinya, baik karena kemampuan dari BUMN kita untuk melakukan suntikan dana itu tidak cukup kuat dan faktor lainnya yang mungkin dilihat agak berisiko," jelas Tauhid.

Baca juga: Pengamat Sebut Proyek Kereta Cepat bakal Kuras APBN

Dia mendorong sebisa mungkin pemerintah dapat bernegosiasi agar APBN tak dibutuhkan sebagai jaminan. Sebab bila itu terjadi, maka Indonesia tersandera di dalam jebakan. Apa pun nantinya yang terjadi, APBN bakal terimbas.

"Artinya, at any cost, rugi atau tidak rugi, APBN (nanti) akan menanggulangi. Sama seperti LRT, kereta bandara, itu sebenarnya masih rugi. Walaupun terjadi peningkatan penumpang. Tapi at any cost, manajemen mereka itu jadi satu dengan PT KAI. Ini sama modelnya, induknya adalah APBN, itu yang diinginkan pemerintah Tiongkok," tutur Tauhid.

Dari pada mengorbankan APBN, pemerintah didorong untuk melecut komitmen BUMN yang diberikan penugasan. Komitmen untuk menggarap proyek dengan serius turut diperlukan agar skema B to B yang dijanjikan di awal tetap bisa terlaksana dengan baik.

"Terpaksanya BUMN kita masih akan bleeding dari pada pakai APBN. Artinya, BUMN yang sudah terikat kontrak harus berusaha maksimal, kerja keras. Jadi desakan ke BUMN adalah harus bekerja keras, kalau gagal, siapa pun direksinya ya ganti," kata Tauhid.

Di saat yang sama efisiensi juga tetap perlu dilakukan dalam penggarapan proyek tersebut. Hal lain yang tak kalah penting ialah bagaimana penggarap proyek kereta api cepat bisa merealisasikan target-target yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan begitu diharapkan dapat menekan pemberatan terhadap APBN.

(Z-9)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat