visitaaponce.com

Siasati Cuaca Ekstrem, Ewindo Perkuat Benih Unggul Sayuran

Siasati Cuaca Ekstrem, Ewindo Perkuat Benih Unggul Sayuran
Untuk memperkuat produksi benih unggul, Ewindo mengedepankan riset dan pengembangan benih sayuran tropis lewat pusat pemuliaan di Purwakarta(Dokumentasi pribadi.)

CUACA ekstrem berpotensi menimbulkan wabah penyakit bagi tanaman, khususnya sayuran. Karenanya, PT East West Seed Indonesia (Ewindo) terus memperkuat produksi benih unggul sayuran.

Dampak dari cuaca buruk itu, menurut Glenn Pardede, membuat produksi petani sayur di sejumlah wilayah mengalami penurunan. "Tentu ini menjadi keprihatinan kami. Jenis virus yang menyerang tanaman semakin banyak akibat cuaca ekstrem lalu. Ini menjadi tantangan bagi pemulia tanaman di kami untuk mengembangkan benih unggul agar produksi petani sayur tidak mengalami gangguan," kata Managing Director Ewindo itu dalam bincang-bincang dengan wartawan di Jakarta, Kamis (11/5).

Persoalan cuaca ekstrem diperparah dengan penggunaan pupuk dan pestisida yang tidak bijak di kalangan petani. Ini mengakibatkan produksi tidak meningkat, jelas Glenn, tetapi tanah malah menjadi rusak.

Padahal, dalam bertani seharusnya mempertimbangkan kelangsungan produksi secara berkesinambungan (sustainable). "Tantangan yang dihadapi petani di negara tropis memang lebih tinggi dibandingkan dengan petani di negara-negara Eropa. Siklus iklim dingin di Eropa bisa mematikan virus," ucap Glenn.

Salah satu upaya untuk memperkuat produksi benih unggul, kata Glenn, Ewindo berkomitmen terus mengedepankan riset dan pengembangan benih sayuran tropis melalui pusat pemuliaan di Purwakarta, Jawa Barat. Sebagai contoh, pada tahun ini Ewindo yang merupakan produsen benih sayuran hibrida terbesar di Indonesia berinvestasi hingga sebesar Rp60 miliar untuk membangun pusat riset dan pengembangan (riset and development) baru.

"Targetnya produksi benih Ewindo harus tahan terhadap penyakit dan punya ptensi produksi yang tinggi. Sebagai contoh produksi bisa ditingkatkan dari semula dua kilogram sekali panen menjadi empat kilogram," tutur Glenn.

Glenn berharap program pengembangan benih sayuran hendaknya dibarengi dengan penyerapan pasar untuk membantu petani. Persoalannya, konsumsi sayuran di Indonesia masih rendah baru 40 kilogram per kapita per tahun atau masih separuh di bawah rekomendasi Organisasi Badan Pangan dan Pertanian (FAO) yakni 80 kilogram per kapita per tahun.

Guru Besar IPB University Bungaran Saragih mengatakan seharusnya sayur seperti komoditas lain. Harga sayur mestinya terbentuk berdasarkan permintaan dan pasokan di pasar.

Faktanya, masyarakat biasa membeli sayur bukan karena ada keinginan untuk membeli jenis tertentu. Ketika sampai di pasar, mereka melihat yang tampilannya lebih baik barulah memutuskan untuk membeli jenis itu.

"Padahal jenis sayur banyak. Ada tomat, bayam, caisim, pakcoi, sawi, paria, kacang panjang, timun. Namun karena yang dilihatnya tomat paling bagus, yang dibeli tomat," kata Glenn.

Ditambah lagi, banyak petani sayur yang belum teredukasi dengan baik untuk membaca pasar berdasarkan permintaan. Masih banyak petani sayur yang fokus pada produk tertentu padahal kondisi di pasar sudah jenuh (pemainnya sudah banyak). 

Glenn mengatakan untuk memberikan edukasi kepada petani, Ewindo meluncurkan aplikasi Sipindo yang mencantumkan informasi harga sayur di pasar. "Tujuannya petani bisa lebih bervariasi dalam memproduksi sayur," ucap Glenn.

Glenn juga menambahkan Ewindo saat ini membangun sejumlah learning farm dan berencana menambahnya di berbagai daerah untuk memberikan edukasi kepada petani cara bercocok tanah yang benar agar hasilnya bisa optimal. "Dengan learning farm yang saat ini sudah didirikan di delapan lokasi, harapannya petani bisa melihat langsung teknik budi daya yang dikembangkan Ewindo. Akhirnya petani termotivasi untuk memperoduksi hal yang sama," tutur Glenn. (RO/Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat