visitaaponce.com

Pembentukan Kartel Negara Berkembang Dinilai Kompleks

Pembentukan 'Kartel' Negara Berkembang Dinilai Kompleks
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan (kiri) dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR di kompleks Parlemen, Jumat (9/6/2023).(ANTARA FOTO/Aqila Budiati)

INISIATIF Indonesia untuk membentuk Global South Cooperation tak serta merta bakal berbuah manis. Terlebih tujuan utama dari pembentukan wadah bagi negara berkembang penghasil kekayaan sumber daya alam itu cukup kompleks.

"Banyak yang harus dipertimbangkan, niat itu harus diiringi dengan sumber daya, kemampuan dan lainnya. Katanya kan jalan ke neraka itu dibangun dengan niat yang baik. Jadi niat yang baik ini belum tentu menghasilkan sesuatu yang baik juga," ujar Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri saat dihubungi, Jumat (9/6).

Dia menilai, pembentukan Global South Cooperation hampir serupa dengan OPEC (The Organisation of the Petroleum Exporting Countries) yang bertujuan untuk menjaga harga minyak bumi. Bedanya, wadah yang diinisiasi Indonesia secara garis besar bertujuan agar negara-negara berkembang penghasil SDA mendapatkan nilai tambah melalui penghiliran industri.

Baca juga: Luhut: Indonesia Inisiasi Pembentukan 'Kartel' Negara Berkembang

Itu bukan sesuatu yang mudah, kata Yose. Sebab negara-negara yang diajak berpartisipasi merupakan negara berkembang dengan kapasitas teknologi dan pendanaan yang cukup minim. Terlebih, sebagai inisiator, Indonesia tak memiliki sesuatu yang menarik untuk ditawarkan agar gagasan itu terealisasi.

"Kalau Indonesia sebagai inisiator, Indonesia seharusnya mempunyai sesuatu yang bisa ditawarkan. Tapi kita sendiri tidak mempunyai sesuatu yang bisa ditawarkan. Karena ini adalah sama-sama negara yang tidak punya teknologi, tidak mempunyai modal, dan kemudian bersama-sama berusaha membangunnya," jelas Yose.

Baca juga: Luhut bakal Jajal Kereta Cepat 300 Km per Jam Pekan Depan

Dugaannya, pembentukan Global South Cooperation ditujukan agar negara-negara berkembang memiliki daya tawar dan kekuatan di hadapan negara maju dalam pemanfaatan SDA. Ini sering kali ditempuh dengan pelarangan ekspor produk mentah.

Bila dugaan itu benar, alih-alih mendapatkan peningkatan status pendapatan, negara-negara terkait malah akan mengalami kejatuhan. Itu karena pasar akan mencari produk substitusi yang lebih efisien dan mudah didapatkan.

"Risiko terbesar adanya pelarangan ekspor adalah membuat pihak-pihak yang tergantung dengan material tadi akan mencari alternatif. Misal, baterai yang basisnya besi itu lebih banyak karena tersedia dan murah di mana-mana dibanding nikel. Jadi risiko itu ada di negara produsen sendiri," jelas Yose.

 

Global South Cooperation bakal Seperti Kartel Negara Berkembang

Diketahui sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan Indonesia bakal melakukan pertemuan negara-negara berkembang dalam waktu dekat. Selorohnya, pertemuan itu dilakukan untuk membentuk 'kartel' agar negara berkembang dapat naik kelas menjadi negara maju.

"Ini seperti kartel, jadi negara-negara berkembang harus satu. Jadi tidak boleh negara-negara berkembang itu didikte, negara berkembang harus menikmati nilai tambah dari critical mineralnya, kalau tidak kapan kita jadi negara maju. Dalam konteks ini, kita harus jadi satu," ujarnya dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran, Jakarta, Jumat (9/6).

Presiden Joko Widodo juga disebut telah merestui pembentukan Global South Cooperation yang bakal mewadahi negara-negara berkembang, meliputi 12 negara Afrika dan 8 negara Amerika Latin.

Pertemuan akan dilakukan pada Oktober 2023 di Bandung, Jawa Barat. Melalui pertemuan itu pula diharapkan bakal ada kesepakatan dan kerja sama yang kuat untuk bisa menjadi negara maju dan bersaing di tingkat global.

Indonesia dan 20 negara lain yang akan melakukan pertemuan sedianya merupakan negara-negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA) melimpah dari hutan tropis dan mineral kritis.

Luhut mengatakan, agenda utama dari pembentukan Global South Cooperation dan pertemuan di Bandung nanti ialah pembahasan mengenai penghiliran industri di tiap-tiap negara terkait. Itu dirasa penting agar masing-masing negara dapat merasakan nilai tambah dan manfaat lebih dari hasil eksplorasi kekayaan alamnya.

"Jadi itu adalah pertemuan negara-negara penghasil tropical forestry dan kemudian critical mineral. Sehingga negara kita seperti Indonesia, negara berkembang, tidak diatur lagi oleh negara-negara maju, yang mereka mengatakan bahwa kita harus mengekspor raw material kita," jelas Luhut. (Mir/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat