visitaaponce.com

Kemenkeu Diminta Bentuk Tim Penanganan Pengaduan SP2DK

Kemenkeu Diminta Bentuk Tim Penanganan Pengaduan SP2DK
Direktur Eksekutif IEF Research Institute Ariawan Rahmat.(Ist)

UNTUK meminta penjelasan atas data dan atau keterangan kepada wajib pajak yang dianggap belum memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kantor pelayanan Pajak (KPP) memiliki kewenangan untuk mengirimkan Surat Permintaan Penjelasan atas data dan/atau Keterangan (SP2DK).

Direktur Eksekutif IEF Research Institute Ariawan Rahmat mengatakan, SP2DK merupakan konsekuensi logis dari sistem perpajakan di Indonesia yang menganut self-assessment sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Namun demikian, mekanisme SP2DK ini perlu dievaluasi kembali.

Pasalnya, menurut Ariawan, banyak wajib pajak merasa ketakutan saat menerima SP2DK dari KPP.

Baca juga: Pemadanan NIK dan NPWP dalam Perpajakan Ciptakan Single Identity Number

Selain karena wajib pajak harus menanggapi SP2DK dalam jangka waktu 14 hari, menurut Ariawan, dalam beberapa kasus, wajib pajak justru merasa terintimidasi ketika berusaha memberikan klarifikasi atas SP2DK tersebut.

Ariawan mengatakan, sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak nomor SE-05/PJ/2022. SP2DK dapat ditanggapi dengan tatap muka, media audio visual maupun tertulis.

Baca juga: Bapenda DKI Jakarta dan Signal Gelar Sosialisasi Aplkasi Samsat Digital, Ada Program Pemutihan Pajak

Namun demikian, dalam beberapa kasus, terdapat beberapa catatan terkait penerbitan SP2DK ini antara lain, SP2DK diterbitkan oleh KPP tanpa memperhatikan kapan waktu-waktu sibuk wajib pajak, misalnya di masa-masa Maret, April saat WP diharuskan melaporkan SPT tahunannya.

“Kemudian, SP2DK diterbitkan dengan meminta penjelasan serta data sebagai bukti dari penjelasan sebanyak dan sekompleks, seperti wajib pajak dilakukan pemeriksaan, padahal harusnya terdapat perbedaan mekanisme terkait hal ini,” jelas Ariawan.

Baca juga: 15.419 Wajib Pajak Lebih Bayar, Proses Pengembaliannya akan Menjadi 15 Hari

Selain itu, menurut Ariawan, meski sudah menjawab melalui surat, jika Wajib Pajak tidak hadir ke KPP dianggap belum kooperatif oleh KPP.

Namun, ketika wajib pajak datang secara tatap muka ke KPP, justru mendapatkan tekanan dari oknum pegawai pajak di KPP, di mana pilihannya setuju dengan argumentasi mereka. Jika tidak setuju maka akan dilanjutkan pemeriksaan.

Salah Dimaknai oleh Oknum Pegawai Pajak

“SP2DK ini jika salah dimaknai oleh oknum pegawai pajak, maka dapat dijadikan alasan subjektif untuk menekan dan mengintimidasi Wajib Pajak,” tutur Ariawan.

Dengan banyaknya kasus itu, Ariawan meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan perhatian khusus terkait penanganan kasus SP2DK ini.

Baca juga: 15 Wajib Pajak di Jatim Dihadiahi Umrah

“Apalagi, dalam rapat bersama Komisi XI DPR, Bu Menteri Keuangan sendiri pernah mengakui, penyampaian SP2DK masih mendapatkan persepsi negatif dari wajib pajak dan menimbulkan kesalahpahaman. Tidak sedikit Wajib Pajak yang mengeluhkan penyampaian SP2DK oleh DJP ini,” kata Ariawan di Jakarta, baru-baru ini.

Menanggapi keresahan wajib pajak itu, DJP pun berjanji akan segera mengubah desain dan redaksional dari SP2DK yang dikirimkan kepada wajib pajak.

Respons dan Pola Handling Petugas Pajak

Namun, menurut Ariawan, masalah SP2DK bukan sekadar masalah packaging atau redaksionalnya, tetapi lebih kepada respons dan pola handling petugas pajak atas klarifikasi wajib pajak.

Baca juga: 14 Juli Hari Pajak Nasional, Yuk Cari Tahu Sejarahnya

“Yang terpenting bukan cuma redaksionalnya saja, tetapi bagaimana petugas pajak memberikan pelayanan yang baik, tidak intimidatif dan berkeadilan,” ujar Ariawan.

Untuk mencegah adanya oknum pegawai yang memanfaatkan SP2DK untuk menekan Wajib Pajak, Ariawan mengusulkan agar Kementerian Keuangan membentuk tim khusus yang menangani pengaduan terkait kasus SP2DK dari Kementerian Keuangan, baik melalui Komite Pengawas Perpajakan (Komwasjak) maupun tim independen yang dibentuk oleh Kementerian Keuangan.

“Dengan adanya tim khusus penanganan pengaduan kasus SP2DK yang independen ini, Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak diharapkan akan lebih percaya diri dalam memperjuangkan haknya mencari keadilan tanpa merasa tertekan,” kata Ariawan. (RO/S-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat