visitaaponce.com

Jangan Sembrono Ambil Keputusan Impor

Jangan Sembrono Ambil Keputusan Impor
Foto udara petani memupuk padi di areal persawahan Ranomeeto, di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara(ANTARA/JOJON )

DIREKTUR Eksekutif dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai rencana pemerintah membuka besar-besaran keran impor untuk ketahanan pangan tidak tepat dan terkesan sembrono. Impor sepatutnya dilakukan berdasarkan kebutuhan dan menjadi langkah terakhir yang diambil oleh pengambil kebijakan.

“Kalau ada keputusan impor secara besar-besaran itu akan sangat bahaya sekali. Karena cadangan itu tidak boleh lebih banyak, cadangan itu harus dilepas. Jadi perlu bertahap,” ujarnya saat dihubungi, Sabtu (19/8).

Impor pangan, utamanya beras, kata Tauhid, memang diperlukan untuk memitigasi dampak El Nino. Namun impor tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan. Cadangan beras saat ini diperkirakan berkisar 600 ribu ton, separuh dari batas ketentuan cadangan beras pemerintah yang mesti dipenuhi di angka 1,2 juta ton.

Baca juga: Ketahanan Pangan Dianggarkan Rp108,8 Trilun di 2024, Pengamat: Belum Berpihak ke Petani

Guna memenuhi ketentuan tersebut, maka seharusnya impor beras hanya dilakukan sebanyak 600 ribu ton. Dus, akan ada kesesuaian antara stok, kebutuhan, dan cadangan beras dalam skala nasional. Saat ini tingkat konsumsi beras nasional berada di kisaran 30 hingga 31 juta ton, sedangkan produksi nasional berada di kisaran 32 hingga 33 juta ton.

Dengan asumsi El Nino bakal mengurangi produksi beras sekitar 1,2 juta ton, maka sebetulnya produksi dalam negeri bisa mencukupi kebutuhan konsumsi. Namun pencadangan tetap diperlukan. hanya, impor untuk memenuhi kebutuhan cadangan itu tak semestinya dilakukan secara besar-besaran.

Baca juga: Hadapi El Nino, Ekonom Sarankan Petani Gunakan Asuransi Pertanian

“Jadi tidak bisa langsung seperti itu (impor besar-besaran). Toh, sudah ada sekitar 600 ribuan ton beras. Jadi tinggal kurangnya saja, bahwa cadangan beras kita 1,2 juta, berarti kan separuhnya yang perlu diimpor,” kata Tauhid.

Dia juga memberikan catatan bila nantinya beras impor tersebut masuk dan didistribusikan ke penjuru negeri. Pemerintah mesti bisa memastikan kelancaran distribusi untuk menghindari kenaikan harga akibat tersendatnya mobilitas beras. Jangan sampai, beras sudah diimpor, namun harga di tingkat konsumen masih mendulang tinggi.

“Karena kalau impor itu akan ada tendensi orang berekspektasi kenaikan inflasi, karena ada kenaikan harga dan dalam jangka pendek. Apalagi kalau kita impor, konsekuensi dari segi harga akan tinggi, karena di internasional, India tidak melakukan ekspor dan itu membuat kenaikan harga di tingkat internasional,” tutur Tauhid.

“Lalu ketika melepas beras impor juga jangan di daerah produsen, Jakarta mungkin masih bisa, tapi di Cianjur, Karawang, itu tidak perlu agar beras lokal bisa berputar,” lanjutnya.

Sedangkan untuk komoditas pangan lain seperti gula, jagung, hingga bawang. Pembukaan keran impor dirasa perlu untuk menekan kenaikan harga di tingkat konsumen. Sebab, El Nino juga akan mengganggu produksi komoditas-komoditas tersebut, utamanya gula. Pasalnya tanpa ada El Nino, produksi gula dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi.

Namun Tauhid kembali menekankan, keputusan impor harus dilakukan secara bijak dan berlandaskan pada kebutuhan alih-alih serampangan membuka keran impor secara besar-besaran. (MirZ-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat