visitaaponce.com

Menteri ESDM Tegaskan Penutupan Terakhir PLTU Batu Bara di 2058

Menteri ESDM Tegaskan Penutupan Terakhir PLTU Batu Bara di 2058
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Unit VIII Suralaya milik PLN di Banten(MI/Ramdani )

MENTERI Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan dalam target pemerintah penutupan terakhir pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di Indonesia dilakukan pada 2058. Hal ini sebagai upaya merealisasikan netralitas karbon di 2060.

Dalam tahapannya, setelah 2030, dipastikan tidak ada penambahan proyek PLTU batu bara di dalam negeri dan digantikan dengan pembangkit energi terbarukan.

"PLTU batu bara terakhir akan ditutup di 2058. Pemerintah telah menetapkan strategi untuk mengurangi PLTU batu bara secara bertahap setelah 2030," kata Arifin dalam konferensi pers 'Indonesia Energy Transition Dialogue 2023', secara daring, Senin (18/9).

Baca juga: Dorong Pemakaian EBT, Permintaan Energi di ASEAN bakal Naik 13% di 2023

Berdasarkan peta jalan transisi energi, Indonesia akan mengembangkan 700 gigawatt (GW) energi terbarukan dalam bauran energi, yang berasal dari tenaga surya, air, laut, panas bumi, dan nuklir. Dalam penjabaran Arifin, pembangkita tenaga surya akan mulai ditingkatkan secara masif di 2030. Lalu, pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi hingga kapasitas 22 GW. Pemerintah, kata Arifin telah menyediakan dana untuk membangun di 20 wilayah kerja panas bumi. Kemudian ditargetkan juga pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir di 2039.

"Kita perlu meningkatkan energi terbarukan serta mengurangi pembangkit listrik tenaga batu bara secara bertahap. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan listrik yang diperkirakan mencapai 1.942 terawatt jam (TWh) di 2060," tegas Menteri ESDM.

Baca juga: Program Pensiun Dini PLTU Tunggu Restu Tiga Kementerian

Untuk merealisasikan penutupan PLTU batu bara dan program-program energi terbarukan, Arifin menegaskan pemerintah membutuhkan bantuan atau donor pendanaan dari asing. Misalnya, dari program Kemitraan Transisi Energi yang Adil atau Just Energy Transition Partnership (JETP) dari negara maju. Program itu telah diluncurkan pada rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada November 2022. Nilai pendanaan tersebut mencapai US$20 miliar atau sekitar Rp300 triliun.

"Indonesia membutuhkan bantuan dari JETP. Untuk beberapa area fokus investasi JETP adalah perluasan transmisi dan jaringan listrik, rencana pensiun dini dan pengelolaan energi terbarukan secara bertahap," pungkasnya. (Ins/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat