Aturan Penghentian Penyidikan Pidana Cukai Buka Ruang Tawar-menawar Perkara
DOSEN Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda Herdiansyah Hamzah menilai Peraturan Pemerintah 54/2023 tentang Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Cukai untuk Kepentingan Penerimaan Negara berpeluang melahirkan praktik korupsi.
"Ketentuan tersebut akan membuka ruang transaksional atau tawar menawar perkara. Ini bisa jadi lahan bisnis, terutama bagi jaksa agung atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana yang disebutkan dalam PP. Mungkin ini sehat bagi penerimaan negara, tapi merusak sistem penegakan hukum kita, terutama kejahatan cukai dan perpajakan," ujarnya saat dihubungi, Selasa (28/11).
Selain itu, menurut Herdiansyah, PP 54/2023 juga telah menyalahi ketentuan yang berlaku di atasnya, yakni UU tentang Cukai.
Baca juga : Kemenkeu : Penghentian Penyidikan Pidana Cukai untuk Optimalisasi Penerimaan Negara
"Bagaimana mungkin sekelas PP mengatur norma yang justru mengenyampingkan UU yang secara hierarki berada di atasnya? Kalaupun mau diatur, mestinya UU nya yang diubah. Jadi ini seperti pisau puding dipakai untuk memotong daging," tuturnya.
Namun lantaran beleid tersebut telah ditetapkan dan berlaku efektif, masih ada ruang untuk mengoreksi PP tersebut. Koreksi dapat dilakukan oleh pembuat aturan terkait, yaitu Presiden Joko Widodo, ataupun dilakukan oleh pengadilan melalui uji materi di Mahkamah Agung.
Diketahui, PP itu merupakan aturan turunan dari Undang Undang 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Aturan tersebut ditetapkan pada 22 November 2023 dan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
Baca juga : Ganjar Wacanakan Napi Koruptor Ditahan di Nusakambangan
"Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan menteri atau pejabat yang ditunjuk, Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang cukai paling lama dalam jangka waktu 6 bulan sejak tanggal surat permintaan," demikian petikan pasal 2 ayat (1) PP 54/2023 yang dikutip pada Selasa (28/11).
Penghentian penyidikan tersebut hanya dilakukan atas tindak pidana yang tertuang dalam Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan Pasal 58 Undang-Undang 11/1995 tentang Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU 7/2O21 tentang HPP setelah yang bersangkutan membayar sanksi administratif berupa denda sebesar empat kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Beleid itu juga menyebutkan, dalam penyidikan terhadap tindak pidana di bidang cukai, penyidik memberitahukan kepada tersangka mengenai opsi penghentian penyidikan untuk kepentingan negara. Syaratnya, tersangka diharuskan membayar sanksi administratif berupa denda sebesar empat kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Baca juga : Kemenkeu: Tawar-menawar dalam Perkara Cukai tidak Akan Terjadi
Tersangka dapat mengambil opsi penghentian penyidikan dengan menyampaikan permohonan kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk. Nantinya permohonan itu akan diteliti oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk guna memastikan tindak pidana yang dilakukan dan besaran denda yang harus dibayarkan.
Jika disetujui, menteri atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan kepada tersangka surat persetujuan atas permohonan penghentian penyidikan berikut besaran sanksi administratif berupa denda yang harus dibayar dan batas waktu pembayaran.
Kemudian tersangka membayar sanksi administratif berupa denda ke rekening pemerintah. Itu juga disertai dengan penyampaian bukti pembayaran sanksi administratif berupa denda dengan surat pernyataan pengakuan bersalah kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Baca juga : Praktik Korupsi di Indonesia Marak Jaksa Agung Sebut UU Tipikor Perlu Dikaji Ulang
Selanjutnya, menteri atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan surat permintaan penghentian penyidikan kepada Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama lima hari kerja terhitung sejak bukti pembayaran diterima.
Sedangkan jika permohonan dianggap tidak memenuhi ketentuan penghentian penyidikan, menteri atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan kepada tersangka surat penolakan atas permohonan penghentian penyidikan dengan disertai alasan.
Adapun jika tersangka tidak atau kurang membayar sanksi administratif berupa denda sebesar empat kali nilai cukai yang seharusnya dibayar sampai dengan batas waktu pembayaran, maka penyidikan dilanjutkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Z-5)
Terkini Lainnya
Ekonom Nilai Usulan Defisit Rendah Sulit Terealisasi
Bea Cukai Batam Gagalkan Penyelundupan Rokok Ilegal dan Terapkan Asas Ultimum Remedium
CEO Freeport Jelaskan Urgensi Perpanjangan Izin Ekspor Konsentrat
Negara Tekor dan Alasan Kebijakan Harga Gas Murah Gagal Capai Target
Dirjen Migas ESDM Tanggapi Menperin Ingin HGBT untuk Semua Industri
Kemenkeu : Penghentian Penyidikan Pidana Cukai untuk Optimalisasi Penerimaan Negara
Kemenkeu: Tawar-menawar dalam Perkara Cukai tidak Akan Terjadi
Kenali dan Pahami Ketentuan Barang Kiriman Hasil Perdagangan
Beleid Cukai Minuman Berpemanis Bisa Turunkan Kasus Obesitas hingga Jantung Koroner
APBN April 2023 Catat Surplus Rp234,7 Triliun Setara 1,12% dari PDB
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Sengkarut-marut Tata Kelola Pertanahan di IKN
Panggung Belakang Kebijakan Tapera
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap