visitaaponce.com

Pemerintah Dinilai Tak Agresif Kembangkan Ekonomi Syariah

Pemerintah Dinilai Tak Agresif Kembangkan Ekonomi Syariah
Sejumlah nasabah melakukan transaksi di mesin anjungan tunai mandiri (ATM) Bank Syariah Indonesia (BSI).(Antara)

DIREKTUR Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak begitu agresif mengembangkan ekonomi syariah.

Indonesia berambisi menjadi pusat industri keuangan syariah dunia. Namun, Yusuf mengatakan hingga kini market share perbankan syariah stagnan di kisaran 7%.

Kebijakan penggabungan (merger) tiga bank syariah perusahaan badan usaha milik negara (BUMN), dianggap tidak berdampak signifikan pada market share perbankan syariah.

"Dengan di tingkat global share perbankan syariah kita hanya di kisaran 2%, tentu cita-cita Indonesia menjadi pusat keuangan syaria dunia jadi seperti utopia. Pemerintah kurang agresif mengembangkan ekonomi syariah," ujar Yusuf saat dihubungi Media Indonesia, Sabtu (23/12).

Baca juga: Gibran Eja SGIE tidak Pakai Bahasa Inggris, Pengamat: Jangankan Muhaimin, Google Translate pun Bingung

Selain itu, pemerintah dinilai lambat dan tidak serius mengembangkan industri halal yang memiliki peranan penting dalam ekonomi syariah. Padahal, Indonesia memiliki potensi besar dalam ekonomi halal karena memiliki populasi Muslim besar dengan 230 juta penduduk.

"Potensi pasar halal domestik kita besar, cuma masih banyak di garap pemain luar. Selain lambat, banyak pula kebijakan yang digulirkan bersifat gimmick, tidak substantif mendorong kemajuan industri halal," ucap Yusuf.

Ia mengatakan negara lain yang bahkan negara non muslim gencar membangun ekosistem industri halal ini. Thailand misalnya, dinilai secara agresif mengejar visi sebagai pusat industri makanan halal dunia. Korea Selatan pun juga dianggap serius mengembangkan diri sebagai pusat wisata halal dunia.

Baca juga: Muhaimin: Perlu Perangkat Regulasi Kembangkan Ekonomi Syariah

"Pemerintah harus bergerak cepat jika tidak ingin Indonesia menjadi penonton di industri halal global ini," tutur pakar ekonomi syariah dari Universitas Indonesia (UI) itu.

Dalam upaya mendorong Indonesia sebagai pusat industri halal dunia dan sekaligus meningkatkan jumlah pemain lokal, pemerintah perlu menciptakan ekosistem ekonomi syariah dan industri halal yang komprehensif. Mulai dari pemberian sertifikasi halal yang mudah, dukungan pembiayaan syariah untuk industri halal, membangun kawasan industri halal, termasuk pusat riset halal, hingga dukungan edukasi dan promosi halal ke publik yang masif.

Ekonomi Syariah Indonesia Belum Optimal

Senada, pakar ekonomi syariah IPB University Irfan Syauqi Beik berpendapat perkembangan ekonomi syariah di Indonesia belum optimal. Menurutnya, masih ada pangsa yang perlu dikembangkan, misalnya dari industri makanan halal.

"Dengan potensi sumberdaya yang kita miliki, harusnya kita bisa masuk menjadi tiga besar produsen makanan halal terbesar di dunia. Namun, nyatanya ini masih belum optimal," imbuhnya.

Pemerintah diminta tidak hanya fokus pada pemberian sertifikasi halal, tapi juga didorong aktif mencari pasar tujuan ekspor untuk industri makanan halal. Pasalnya, Irfan menyebut 78% suplai makanan minuman halal dunia disuplai oleh negara-negara muslim minoritas. Seperti di Pasar di Timur Tengah yang dikuasai dari negara-negara seperti Brazil dan Australia untuk industri daging ayam dan sapi halal.

"Pemerintah harus mendorong Indonesia menjadi produsen halal terbesar di dunia. Bukan hanya pemasaran, tapi ekosistem industri halal yang tangguh dan terintegrasi dari hulu ke hilir ini yang harus dibangun," pungkasnya.

(Z-9)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat