visitaaponce.com

Harga Minyak Dunia Meredup. Imbas Konflik Timur Tengah

Harga Minyak Dunia Meredup. Imbas Konflik Timur Tengah?
Ilustrasi(Antara)

HARGA minyak mentah dunia pagi tadi terpantau bergerak bearish mendekati level US$70 per barel pasca rilisnya data ekonomi terbaru Tiongkok yang mengecewakan, juga konflik di Timur Tengah.

Saat ini, ancaman gangguan produksi di AS akibat suhu dingin ekstrem serta situasi di Laut Merah memberikan dukungan terhadap meredupnya harga minyak.

Biro Statistik Nasional (NBS) Tiongkok merilis data ekonomi terbaru yaitu PDB kuartal IV 2023 yang dilaporkan tumbuh 5,2% secara tahunan (YoY), lebih rendah dari ekspektasi pelaku pasar sebelumnya yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 5,3%.

Baca juga : Houthi Yaman Serang Kapal Malta di Laut Merah

Selain PDB, NBS juga merilis data harga rumah baru bulan Desember yang turun ke level 0,4% setelah turun 0,3% di bulan November, yang menandai laju penurunan tercepat setelah bulan Februari 2015 dan sekaligus penurunan selama enam bulan berturut-turut.

"Kondisi tersebut memicu kekhawatiran akan membuat negara dengan ekonomi terbesar kedua dunia ini sulit untuk memulihkan perekonomian, yang berpotensi membuat pertumbuhan ekonomi global turut melambat," kata analis ICDX Girta Yoga, Rabu (17/1/2024).

Baca juga : Harga Minyak Naik 3% Imbas Ledakan di Iran dan Protes di Libia

Turut membebani pergerakan harga minyak lebih lanjut, grup pedagang energi global, Gunvor Group melihat harga minyak akan bertahan pada level saat ini di kisaran US$70-80 per barel karena produksi baru non-OPEC telah melampaui pertumbuhan permintaan tahun ini, kata Torbjorn Tornqvist, CEO perusahaan tersebut.

Tornqvist juga mengatakan situasi di Laut Merah meski berdampak untuk beberapa waktu, namun tidak akan menyebabkan efek serius terhadap sisi produksi minyak.

Sementara itu, badai musim dingin yang membawa suhu dingin ekstrem telah menyebabkan penutupan kilang minyak di Pantai Teluk AS di Texas pada Selasa, serta memicu kegagalan fungsi di kilang-kilang lain dan mengurangi separuh produksi minyak di Dakota Utara, karena menyebabkan salju dan hujan turun ke sebagian besar wilayah negara itu.

Pihak otoritas jaringan pipa North Dakota melaporkan produksi minyak diperkirakan turun antara 600,000 dan 650,000 barel per hari.

Investor pantau kondisi di Laut Merah

Dari Laut Merah dilaporkan bahwa militer AS melancarkan serangan baru di Yaman yang menargetkan rudal balistik anti-kapal di bagian negara yang dikuasai oleh Houthi pasca serangan terhadap kapal milik Yunani yang dilakukan oleh Houthi pada hari Selasa di Laut Merah 76 mil laut barat laut pelabuhan Saleef di Yaman. AS juga berencana memasukkan kembali Houthi ke dalam daftar organisasi teroris AS

Melihat dari sudut pandang teknis, harga minyak berpotensi menemui posisi resistance terdekat di level US$74 per barel. Namun, apabila menemui katalis negatif maka harga berpotensi turun ke support terdekat di level US$70 per barel.

Fluktuasi harga minyak dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk ketidakpastian geopolitik di Timur Tengah. Analis Deu Calion Futures (DCFX) Andrew Fischer, menyebutkan bahwa harga minyak mentah untuk penyerahan Maret turun 0,58%, diperdagangkan pada US$72,37 per barel di New York Mercantile Exchange.

"Dengan kondisi pasar yang dinamis, para investor perlu memantau pergerakan harga dengan cermat untuk mengambil keputusan investasi yang tepat," kata Fischer.

Investor jadi ragu berinvestasi 

Di sisi lain, Minyak Brent, yang diperdagangkan di ICE untuk penyerahan Maret, mengalami perubahan yang lebih kecil. Harga Minyak Brent turun 0,03%, diperdagangkan pada US$78,13 per barel, sementara harga kontrak Minyak Brent untuk penyerahan Maret naik 0,10%, diperdagangkan pada US$78,21 per barel.

Spread/ selisih antara kontrak Minyak Brent dan Minyak Mentah saat ini berada pada US$5,76 per barel dan US$5,60 per barel, menunjukkan perbedaan kecil antara kedua jenis minyak.

Menurut Fischer, pergerakan harga ini dapat menjadi hasil dari dinamika pasar dan faktor-faktor fundamental seperti penawaran dan permintaan global, geopolitik, dan indikator ekonomi. Sementara itu, ia memberikan perspektif tambahan dengan mencatat bahwa pasar minyak saat ini mengalami tekanan akibat ketegangan di Timur Tengah yang belum reda.

Fischer menyampaikan prediksi kondisi pasar masih cenderung menurun. Ketidakpastian yang terus berlanjut terkait konflik di Timur Tengah membuat sebagian investor ragu untuk berinvestasi dalam minyak WTI saat ini.

Fischer juga mencatat bahwa ada kecenderungan investor untuk menunggu peluang yang lebih baik di masa depan, mengingat situasi yang belum stabil.

Meskipun tren harga saat ini menunjukkan penurunan, ada potensi untuk perubahan arah. Dengan harga berada di area support, ada kemungkinan bagi harga minyak untuk berbalik naik. Namun, ini tetap menjadi tanda tanya karena kondisi geopolitik yang terus berubah dan perencanaan produksi minyak yang dapat mempengaruhi daya beli di pasar.

"Pasar minyak tetap menjadi sorotan, dan para pelaku pasar perlu melihat secara cermat perkembangan selanjutnya, terutama dalam konteks ketidakpastian global yang dapat mempengaruhi harga minyak dalam jangka pendek dan panjang," kata Fischer. (Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat