visitaaponce.com

Penurunan Kemiskinan masih Jadi Tantangan

Penurunan Kemiskinan masih Jadi Tantangan
Pemulung memikul botol plastik di area perlintasan kereta api Palmerah-Tanah Abang, Jakarta, kemarin.(ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin)

KETIGA calon presiden, yakni Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo, diminta menyampaikan gagasan dan strategi yang realistis untuk menekan angka kemiskinan dan tingkat ketimpangan di Indonesia.

Hal itu disampaikan Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto dalam diskusi Indef Mengurai Gagasan Capres pada Debat Kelima, Jumat (2/2).

Ia menerangkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan di Indonesia saat ini masih tinggi, sebesar 9,36% per Maret 2023, atau mencapai 25,9 juta orang. Untuk tingkat ketimpangan penduduk Indonesia yang diukur menggunakan Gini ratio, angkanya mencapai 0,388 per Maret 2023.

Baca juga : Tiga Capres Diminta Gagasan Tekan Angka Kemiskinan dan Ketimpangan

"Capres jangan hanya menjanjikan data-data yang bagus-bagus, tapi bagaimana target yang dipasang itu tercapai secara rasional. Tingkat kemiskinan masih tinggi dan angka ketimpangan masih stagnan," kata Eko.

Dalam data yang dipaparkan Eko, pada 2019 tingkat kemiskinan Indonesia mencapai 9,22% lalu meningkat pada 2020 menjadi 9,78% dan setahun berikutnya juga melonjak menjadi 10,19%. Lalu, tiga tahun terakhir ada penurunan tingkat kemiskinan. Namun, peneliti Indef itu menyoroti soal tingginya anggaran perlindungan sosial (perlinsos), seperti bantuan sosial (bansos) kian masif dikucurkan pemerintah.

"Tren kemiskinan turun pada era covid-19 kemarin. Namun, jumlah (anggaran) perlinsos naik. Ini tidak relevan. Perlu dilihat ulang bansos ini, apakah sudah optimal membuat masyarakat lepas dari jerat kemiskinan," terang Eko.

Baca juga : Prabowo Banyak Baca Jelang Debat Capres Terakhir

Dari data yang dijabarkan Eko berdasarkan sumber Kementerian Keuangan (Kemenkeu), anggaran perlinsos pada 2020 sebesar Rp498 triliun. Kemudian selama tiga tahun hingga 2023 anggaran perlinsos menurun menjadi Rp443,5 triliun pada 2023. Namun, pada 2024 jumlah tersebut melonjak menjadi Rp496,8 triliun.

Eko menyebut pemberian perlinsos seperti bansos pangan dan tunai disebabkan pemerintah gagal menjaga stabilitas harga-harga bahan pokok yang semakin tinggi sehingga membebankan masyarakat miskin.

"Memang bansos diperlukan masyarakat bawah, tapi apakah harus tergopoh-gopoh di tahun ini? Menurut saya, ini karena pemerintah gagal mengendalikan harga pangan jadi terpaksa dikucurkan bansos yang hampir Rp500 triliun," ungkapnya.

Baca juga : Tok! KPU Perpanjang Waktu Closing Statement Debat Capres Pamungkas

 

Jaga daya beli 

Peneliti Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Eliza Mardian menilai bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp200 ribu per bulan selama tiga bulan pertama pada 2024 dapat membantu daya beli masyarakat kelas bawah yang terdampak oleh inflasi.

Baca juga : Debat Pilpres Pamungkas Digelar di JCC, Berikut Nama Panelis dan Moderator

"BLT tidak mencegah inflasi. Namun, hanya membantu agar masyarakat miskin tidak semakin tergerus daya belinya akibat inflasi," kata Eliza yang dihubungi di Jakarta, kemarin.

Meskipun demikian, Eliza menegaskan BLT bukanlah solusi untuk mencegah inflasi, melainkan sebagai bantalan sosial agar masyarakat miskin tidak semakin kehilangan daya beli mereka di tengah adanya kenaikan harga pangan.

Menurut Eliza, perluasan dampak inflasi pada masyarakat miskin terutama disebabkan lebih dari 60% pengeluaran penduduk miskin digunakan untuk membeli bahan makanan.

Baca juga : Haedar Nashir Harap Debat Capres Cawapres Lebih Substantif

"Jika ingin mengendalikan inflasi, pemerintah harus menjaga ketersediaan suplai yang memadai dan memastikan kelancaran distribusi," ujar Eliza. (Ant/E-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat