visitaaponce.com

45 Bulan Surplus, Pemerintah Diminta Lebih Jeli di Sektor Perdagangan

45 Bulan Surplus, Pemerintah Diminta Lebih Jeli di Sektor Perdagangan
Pekerja mengoperasikan alat berat memindahkan peti kemas internasional(ANTARA FOTO/Yudi)

PEMERINTAH didorong lebih aktif dan jeli merumuskan serta mengeluarkan kebijakan perdagangan. Itu penting untuk menjaga dan mempertahankan kondisi surplus dagang yang telah berlangsung selama 45 bulan.

"Harus ada policy di perdagangan agar harga (produk ekspor Indonesia) tidak terlalu jatuh. Nikel, misalnya, kita over produksi dan membuat harga jatuh. Jadi harus dievaluasi ulang kebijakan ekspor nikel kita agar bisa memantau di tingkat dunia," ujar ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad saat dihubungi, Kamis (15/2).

Hal tersebut juga perlu diikuti dengan perluasan pasar ekspor. Sebab saat ini negara mitra dagang utama Indonesia seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Jepang tengah mengalami pelemahan perekonomian.

Baca juga : Surplus Dagang Dorong Ketahanan Ekonomi Nasional

Diversifikasi pasar tujuan ekspor, kata Tauhid, dapat dilakukan ke negara-negara yang minim terdampak dinamika perekonomian dunia. India, Filipina, dan Malaysia dinilai menjadi yang paling potensial untuk dijadikan mitra dagang strategis.

Pemerintah juga dirasa perlu untuk bisa menjaga dan mendorong daya saing produk ekspor Indonesia. Jangan sampai ada industri yang terkapar karena produknya kalah bersaing dengan negara lain.

"Daya saing produk kita juga sudah mulai digantikan negara lain. Produk kayu kalah dengan produk Tiongkok yang berbahan sintetis. Jadi banyak hal dan ini menjadi catatan," tutur Tauhid.

Baca juga : Pemerintah Mau Tambah Jenis DHE yang Wajib Parkir di RI

Selain membenahi kebijakan di sisi ekspor, pemerintah juga didorong untuk memperbaiki regulasi terkait impor, utamanya impor bahan baku bagi industri. Sebab sejumlah industri merasakan ketatnya aturan impor bahan baku.

Padahal impor bahan baku itu diperlukan agar industri bergeliat dan mendorong kinerja ekspor nasional. "Ada beberapa industri yang merasa kesulitan, karena pemerintah ketat sekali untuk impor bahan baku. Itu akhirnya impor tertekan, dan pada akhirnya terlihat surplus," ungkap Tauhid.

"Itu kemudian mengapa impor kita mengalami pelemahan. Karena sebagian besar ekspor kita menggunakan bahan baku impor. Jadi otomatis," sambungnya.

Baca juga : Tahun Depan, Pemerintah Setop Ekspor Bauksit Mentah

Pengambil kebijakan juga diminta tak membuat kebijakan yang hanya berdasarkan hasil survei. Itu karena saat ini terjadi kontradiksi antara level Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia yang terus berada di zona ekspansif namun utilitas industri melemah.

"Artinya produk-produk kebutuhan domestik juga menjadi problem, dapat dilihat dari beberapa industri utama yang trennya negatif, ada tekstil, kayu dan produk kayu, alas kaki, itu terlihat. Artinya mereka di pasar domestik berkurang, sehingga menurunkan importasi," pungkas Tauhid. (Mir/Z-7)

Baca juga : Kemenperin Fasilitasi IKM Perhiasan Tembus Pasar Global

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat