visitaaponce.com

Jepang Resesi, Kerja Sama Infrastruktur Harus Lebih Dikhawatirkan

Jepang Resesi, Kerja Sama Infrastruktur Harus Lebih Dikhawatirkan
Pekerja mengoperasikan alat berat memindahkan peti kemas internasional(ANTARA FOTO/Yudi)

JEPANG memasuki resesi. Di sisi lain, ekspor Indonesia ke Jepang, yang porsinya mencapai 7,63% dari total ekspor Januari 2024, sudah minus 22,73% secara tahunan atau year on year (yoy) dan minus 9,22% secara bulanan atau month to month (mtm).

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pertumbuhan ekspor pada Januari 2024 sudah terkontraksi sebesar 8,34% dibanding Desember 2023, bahkan bila dibanding periode yang sama tahun lalu telah minus 8,06%. Nilai ekspor Januari 2024 hanya sebesar US$ 20,52 miliar.

Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho sebetulnya dengan resesi di Jepang, ada dua kemungkinan. Pertama, dari sisi kerja sama internasional antara Indonesia dan Jepang, yang mungkin akan terdampak.

Baca juga : Impor Indonesia Desember 2023 Turun 2,45% Bulanan, 3,81% Tahunan

Sebab banyak infrastruktur yang didanai oleh Jepang, seperti Badan Kerja Sama Internasional Jepang, (JICA) yang membiayai infrastruktur di Indonesia.

"Yang dikhawatirkan dari segi bisnis atau kerja sama dengan Jepang ini justru mungkin bisa menurun. Ini patut diwaspadai," kata Andry, dihubungi Jumat (16/2).

Dengan kondisi yang sama di Tiongkok yang juga mengalami perlambatan ekonomi. Ini akan berpengaruh pada menurut permintaan ekspor dari Indonesia ke negara-negara tersebut.

Baca juga : Ekspor RI ke Tiongkok Naik 25,66%, Terbanyak Feronikel

Kedua, dari komoditas ekspornya, komoditas ekspor nasional yang akan terdampak oleh resesi Jepang ialah batu bara, tembaga, nikel, komponen elektrik, suku cadang dan beberapa komoditas mentah lainnya. Kemungkinan permintaan komoditas tersebut akan mengalami penurunan.

Dengan resesi Jepang ini, kalau dia memang berdampak kepada nilai tukar, tentu bisa jadi harga-harga dari Jepang bisa lebih murah. Tapi kalau memang permintaan ke Jepang turun, kemungkinan banyak produk migas yang terdampak.

"Kerja sama di bidang infrastruktur yang menurut saya perlu diwaspadai, karena banyak di antaranya Indonesia banyak bersinggungan dengan Jepang, seperti MRT, beberapa infrastruktur transportasi, apalagi kalau resesi masih terus berjalan, yang akan terganggu adalah masa kepemimpinan yang baru nanti," kata Andry.

Baca juga : Ekspor Batu Bara dan Besi Baja Cuan, CPO Boncos

Pemerintah harus mencari negara mitra baru untuk pendanaan pembangunan infrastruktur, seperti yang saat ini juga sedang dilakukan yaitu beralih dari Jepang ke Tiongkok.

"Sehingga sepertinya Indonesia tidak lagi banyak bergantung ke Jepang untuk perdagangan, dan lebih ke Tiongkok. Justru juga lebih dikhawatirkan apabila permintaan dari Tiongkok dan India merosot. Dampaknya akan besar ke Indonesia," kata Andry.

Sebab India saat ini mulai ke arah pengembangan biofuel, dan bukan CPO. Sehingga Indonesia yang biasanya mengekspor CPO akan terganggu apabila ada penurunan permintaan CPO oleh India.

Baca juga : Nilai Ekspor Tiga Komoditas Unggulan Indonesia Tumbuh di Oktober 2023

Dengan komoditas alam mentah yang akan lebih akan terdampak permintaan ekspornya ke Jepang, Indonesia kini sudah mulai mendorong hilirisasi menuju barang setengah jadi atau intermediate goods. Ini akan menekan ketergantungan Indonesia terhadap ekspor komoditas alam.

"Sehingga tujuan ekspor barang setengah jadi tersebut bisa lebih luas, tidak bergantung kepada satu negara dan harga komoditas," kata Andry. (Try/Z-7)

Baca juga : November, Nilai Ekspor Indonesia Turun 2,46%

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat