visitaaponce.com

Kayu sebagai Bahan Bangunan Ramah Lingkungan, Kuat, Ekonomis

Kayu sebagai Bahan Bangunan Ramah Lingkungan, Kuat, Ekonomis
Technical Director FSC Indonesia Hartono Prabowo (kiri) dan Dekan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University Naresworo Nugroho.(Dokpri)

SAAT ini bangunan residensial yang menerapkan prinsip ramah lingkungan telah menjadi pilihan bagi sebagian orang. Tingkat ramah lingkungan bangunan dapat dinilai dari desain bangunan, materi bahan bangunan, energi yang digunakan dalam bangunan, proses pembangunan hingga asal sumber materi bahan bangunan tersebut. 

Kayu merupakan salah satu materi bahan bangunan yang paling ramah lingkungan. Selain memiliki emisi karbon yang rendah dan pengolahannya hemat energi, kayu pun dapat menyimpan karbon dalam waktu yang lama. Dengan teknologi dan desain yang sesuai, kayu dapat menjadi materi bangunan yang tidak saja ramah lingkungan tetapi kuat, tahan lama, dan ekonomis. 

FSC Indonesia melihat bahwa selama ini bangunan residensial di Indonesia masih banyak yang menggunakan material selain kayu. Pada umumnya material kayu masih digunakan hanya sebatas untuk desain interior dan fasad. Sedangkan untuk desain bangunan secara keseluruhan masih menggunakan berupa material beton dan baja ringan. 

Baca juga : Kayu dan Bambu Lokal Bersertifikasi FSC Solusi Masalah Iklim

"Sejauh ini kami melihat tantangan bagi arsitek untuk mendapatkan informasi dan sumber bahan baku yang sesuai untuk membuat bangunan dari kayu yang estetik, tahan lama, dan berkelanjutan dari sisi kelestarian hutan. Untuk itu kami sengaja mengadakan acara seminar pada hari ini yang harapannya juga dapat memberikan informasi terkait dengan standar sertifikasi FSC yang dikembangkan Forest Stewardship Council (FSC). Material kayu yang sudah bersertifikasi FSC dijamin berasal dari sumber yang berkelanjutan sehingga penggunaan kayu untuk bahan bangunan justru berkontribusi pada hutan berkelanjutan di dunia," ujar Hartono Prabowo, Technical Director FSC Indonesia, dalam seminar arsitektur yang mengundang para arsitek dan stakeholders dengan tema Kayu Ramah Lingkungan Dalam Bangunan Residensial pada Expo ARCH:ID 2024. 

Salah satu contoh bangunan residensial dari kayu, imbuh Hartono, ialah microlibrary di Semarang bernama warak kayu yang seluruhnya menggunakan kayu bersertifikasi FSC. Hal ini sejalan dengan tema Expo ARCH:ID 2024 yaitu Placemaking: Tolerance. FSC ikut ambil bagian mempromosikan kayu bersertifikasi FSC di ajang itu bersama dengan beberapa mitra FSC certificate holders selama empat hari (22-25 Februari 2024) di ICE BSD Tangerang Selatan.

Pada seminar yang digelar FSC itu, Kepala Sub Direktorat Perencanaan Teknis Direktorat Rumah Susun Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Yuri Hermawan Prasetyo menjelaskan pemerintah Indonesia telah berkomitmen menurunkan emisi gas rumahkaca hingga 31,98% dengan usaha sendiri dan 43,2% dengan bantuan internasional pada 2030. Komitmen tersebut telah diratifikasi menjadi kebijakan nasional melalui undang-undang. Oleh karena itu, papar Yuri, pemanfaatan biomaterial seperti kayu dan bambu sebagai komponen bahan bangunan dengan rekayasa teknis merupakan hal yang realistis untuk masa kini dan masa depan agar alam dapat kembali kepada keseimbangan alami. Namun upaya pemanfaatan komponen bangunan kayu dan bambu harus dilakukan secara bersama-sama pada setiap sektor dan pelakunya.

Dekan Fakultas Lingkungan Hidup dan Kehutanan IPB University Prof. Naresworo Nugroho menambahkan kayu ialah bahan yang sangat serbaguna dengan berbagai sifat fisik dan mekanik yang bervariasi di antara spesies pohon. "Kayu juga merupakan sumber daya terbarukan dengan rasio kekuatan terhadap beban yang mumpuni dan juga menyumbang dampak positif bagi lingkungan," tuturnya. 

Senada, Ketua Kehormatan IAI Nasional & Chairman of Indonesia Monitoring Committee on Architectural Services (IMC) I Ketut Rana Wiarcha mengakui kayu sebagai bahan struktur dan konstruksi bangunan sangat melekat dengan jati diri dan nilai budaya Indonesia. Karena itu, arsitek Indonesia sebagai garda terdepan pembangunan harus sepenuh hati menjunjung tinggi kode etik profesi, terutama komitmen melestarikan lingkungan alam dan identitas arsitekturalnya. Namun agar implementasi di lapangan lebih realistis, penting agar para pihak meningkatkan kapasitas dan keterampilan kerja konstruksi kayu melalui pendidikan dan pelatihan yang secara simultan dan belajar mengerjakan secara langsung. (RO/Z-2)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat