visitaaponce.com

Anggota DPR dari PDIP Soroti Konflik Agraria

Anggota DPR dari PDIP Soroti Konflik Agraria
Warga menunjukkan sertifikat yang baru diterima pada penyerahan sertifikat PTSL di Bandara Kertajati, Majalengka, Jabar, Jumat (26/1/2024).(Antara/Dedhez Anggara)

WAKIL Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang menuding Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tidak becus dalam penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan di Tanah Air. Hal ini terlihat dari laporan The Asian NGO Coalition for Agrarian Reform and Rural Development (ANGOC) yang menyebut Indonesia berada di urutan teratas dari enam negara Asia yakni India, Kamboja, Filipina, Bangladesh, dan Nepal dalam kasus konflik agraria.

Sepanjang 2023, konflik agraria di Indonesia menyebabkan 241 konflik yang merampas seluas 638.188 hektare (ha) tanah pertanian, wilayah adat, wilayah tangkap, dan permukiman dari 135.608 kartu keluarga (KK). Sebanyak 110 konflik juga tercatat telah mengorbankan 608 pejuang hak atas tanah sebagai akibat pendekatan represif di wilayah konflik agraria.

"Konflik agraria dan sengketa tanah terjadi justru karena ketidaktegasan dan pengawasan dari Kementerian ATR/BPN yang amburadul," ujar Junimart saat dihubungi Media Indonesia, Selasa (27/2). Tipologi kasus pertanahan atau jenis sengketa, konflik, dan perkara pertanahan, seperti penguasaan tanah tanpa hak, sengketa batas, sengketa waris, jual beli berulang dan sertifikat ganda, dianggap tidak ditangani secara serius dan profesional oleh kementerian yang digawangi Agus Harimurthi Yudhoyono (AHY) selaku Ketua Umum Partai Demokrat.

Baca juga : Ketua DPR Puan Maharani Tegaskan Bansos Bantuan Negara, Bukan dari Jokowi

"Masalah tipologi kasus pertahanan hampir selalu saya kritisi ketika rapat kerja dengan menteri ATR/BPN dengan jajarannya. Mereka tidak serius menyelesaikan masalah tersebut," ungkap politikus PDI Perjuangan (PDIP) itu.

Junimart menyampaikan konflik agraria biasa terjadi lantaran tumpang tindih penerbitan sertifikat tanah, masalah pemberian hak atas tanah, pengukuran tanah yang asal jadi, dan penyalahgunaan kekuasaan oleh mafia tanah. Selain kinerja Kementerian ATR/BPN yang perlu dievaluasi, Junimart juga meminta perbaikan regulasi, seperti revisi Peraturan Menteri (Permen) Agraria dan Tata Ruang /Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan. Permen ini dinilai bisa memberi ruang bagi para mafia tanah untuk melancarkan aksi menguasai tanah yang bukan miliknya.

Permen tersebut, katanya, dapat menimbulkan hambatan-hambatan pertanahan yang seharusnya bisa diselesaikan di luar pengadilan. Menurutnya, yang tahu sertifikat tanah itu palsu atau tidak ialah Kementerian ATR/BPN.

"Jika ada dua sertifikat tanah, lalu ada satu palsu, menurut permen ini yang palsunya harus dibuktikan oleh keputusan pengadilan. Padahal, BPN secara data bisa mengetahui mana sertifikat yang palsu karena mereka satu-satunya lembaga yang punya otoritas menerbitkan sertifikat," pungkasnya. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat