visitaaponce.com

PMI Manufaktur Indonesia Turun Tipis ke 52,7 di Februari

PMI Manufaktur Indonesia Turun Tipis ke 52,7 di Februari
Pekerja menyelesaikan produksi pesawat NC 212i di Hanggar PT Dirgantara Indonesia, Bandung, Jawa Barat, Rabu (22/6/2022).(Antara/Raisan Al Farisi)

PURCHASING Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia melambat pada Februari menjadi 52,7. Sebelumnya PMI berada di posisi 52,9 pada Januari 2024. Itu menunjukkan pelambatan sektor manufaktur Tanah Air meski tetap berada di zona ekspansif.

Merujuk laporan S&P Global, produksi manufaktur di Indonesia naik pada Februari dan tingkat solid. Meskipun demikian, laju pertumbuhan berkurang dari posisi tertinggi dalam dua tahun pada Januari.

"Permintaan domestik yang solid mendukung pertumbuhan pesanan baru dan output. Sedangkan permintaan asing stagnan pada Februari dan akan sangat penting untuk mengamati tanda-tanda kondisi global yang lebih baik dalam bulan-bulan mendatang," ujar Eonomics Associate Director S&P Global Market Intelligence S7P Global Jingyi Pan seperti dikutip pada Jumat (1/3).

Baca juga : PMI Manufaktur di Zona Ekspansi, Kemenkeu: Ekonomi RI Berdaya Tahan

Laporan S&P menyebutkan aktivitas pembelian naik solid sejalan dengan kenaikan arus pekerjaan baru dan kenaikan produksi. Hal itu mendorong akumulasi inventori praproduksi lebih lanjut. Sementara itu, stok barang jadi mengalami ekspansi untuk pertama kali sejak Oktober lalu karena perusahaan kembali mengisi inventori seiring meningkatnya permintaan.

Di kesempatan berbeda, Sekretaris Kementerian Koodinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan level PMI manufaktur Indonesia yang masih berada di zona ekspansif merupakan capaian positif. Capaian itu sekaligus memperpanjang torehan PMI manufaktur di zona ekspansif selama 30 bulan berturut-turut.

"Jadi 30 bulan berturut-turut kita ekspansif dan masih sangat tinggi. Ini penting karena indikator sektor riil berarti manufaktur kita jalan terus semua di tengah situasi global saat ini," ujarnya saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (1/3).

Baca juga : Menperin: Transformasi Digital Katrol Produktivitas dan Daya Saing Industri

Level PMI yang masih bertahan di zona ekspansif itu, lanjut Susiwijono, menunjukkan optimisme pelaku usaha manufaktur dalam negeri terhadap prospek bisnis ke depan. Hal yang menjadi tantangan terbesar saat ini ialah kondisi global yang masih berada dalam ketidakpastian dan menunjukkan perlambatan.

Guna menjaga capaian tersebut, kata Susiwijono, pemerintah juga telah memenuhi permintaan dan keinginan para pelaku industri manufaktur dalam negeri. Misal, terkait dengan larangan terbatas impor bahan baku/penolong yang dinilai oleh pelaku usaha perlu direlaksasi dan ditinjau ulang.

"Kemarin sudah kita selesaikan. Kemarin kita sudah rakortas menteri, menko, mendag, dan menteri terkait. Dalam rapat kemarin dikatakan, Permendag 36 ini mudah-mudahan selesai. Ini kan berlaku efektif pada 10 Maret. Kami targetkan sebelum itu sudah selesai revisinya," jelas Susiwijono.

Baca juga : RI Ketinggalan Adopsi Kendaraan Listrik Dibandingkan Vietnam

"Pembahasan di internal Kemendag dan harmonisasi K/L minggu ini harusnya selesai. Permendag 36 itu kemarin diubah menjadi protes para pelaku usaha. Ada tiga hal. Pertama mengenai komoditas MEG, bahan baku pabrik di Merak. Pelabuhan Merak tidak ditunjuk sebagai pelabuhan pemasukan, sehingga kita harus revisi," tambahnya.

Selain itu, kata pria yang karib disapa Susi itu, pemerintah merelaksasi importasi suku cadang untuk industri maintenance, repair, and overhaul (MRO) untuk pesawat. Selama ini, suku cadang MRO masuk kategori lartas atau larangan terbatas. Namun setelah ditinjau kembali oleh pemerintah, diputuskan importasi suku cadang MRO yang mencapai 470 HS code akan dibebaskan dari daftar lartas. 

"Kemarin sudah diputuskan, karena industri pesawat sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor transportasi, mengurangi tingginya harga tiket pesawat, komponen itu masuk di situ. Mengenai industri MRO kita setujui relaksasi lartas. Jadi tidak terkena lartas lagi," jelas Susi.

"Beberapa industri yang membutuhkan bahan baku plastik, ada 12 kode HS yang dikenakan lartas. Sebenarnya permohonan mereka itu belum siap, meminta ditunda. Pemerintah memberikan lebih karena melihat ini urusan bahan baku industri. Karena membutuhkan itu, pemerintah kemarin bukan hanya menunda, Menko dan Mendag juga sepakat merelaksasi lartasnya. Jadi sudah clear, permendagnya akan keluar," lanjutnya. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat