Dukung Penyediaan 3 Juta Rumah, REI Sebut Sanggup Sediakan 1,5 Juta di Perkotaan
PEMBANGUNAN 3 juta rumah merupakan program yang diusung dalam kampanye presiden terpilih yang telah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Prabowo-Gibran. Merespon hal ini, Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) sanggup membangun 1,5 juta unit rumah di perkotaan.
Ketua Umum REI Joko Suranto menyampaikan, pihaknya telah menjalin komunikasi mengenai strategi pembiayaan perumahan untuk mendukung pembangunan 3 juta unit rumah yang menjadi prioritas pemerintahan baru mendatang di bawah Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Joko mengungkapkan bahwa membangun 1,5 juta unit perumahan di daerah perkotaan merupakan target yang dapat dicapai REI.
“Kami dari REI melihat bahwa jumlah 1,5 juta perumahan cukup realistis untuk diwujudkan. Mengapa? Karena kami telah berhasil membangun 300 ribu unit untuk FLPP dan sebelumnya juga merealisasikan 250 ribu unit untuk sektor komersial. Jadi, jika jumlahnya ditingkatkan menjadi dua kali lipat, itu bukanlah hal yang sulit," ungkap Joko pada Media Indonesia, Jumat (22/3).
Baca juga : Strategi BTN Permudah Akses Rumah Bersubsidi
Joko mengatakan, Sesuai dengan pendekatan propertinomic, pihaknya selalu mengambil langkah proaktif untuk berkomunikasi tentang berbagai isu di sektor properti, terutama dengan kementerian terkait dan lembaga perbankan. Salah satunya adalah kemitraan dengan Bank Tabungan Negara (BTN), yang bertanggung jawab utama dalam membantu pemerintah dalam penyaluran pembiayaan perumahan, khususnya untuk rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Kami secara aktif berkomunikasi dengan Kementerian PUPR serta lembaga perbankan. Baru-baru ini, Dewan Pimpinan Pusat REI bertemu dengan Direktur Utama BTN, Pak Nixon (Nixon LP Napitupulu), untuk membahas berbagai hal, terutama mengingat pemerintah telah menugaskan BTN untuk mengawal program perumahan,” ungkap Joko.
Dalam pertemuan tersebut, REI dan BTN membahas beberapa hal terkait fasilitas keuangan yang mencakup tiga aspek penting: kualitas, likuiditas, dan upaya untuk memperluas likuiditas. Menurut Joko Suranto, selama ini likuiditas perumahan hanya bergantung pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta sekuritisasi aset kredit pemilikan rumah (KPR). Namun, disayangkan bahwa sekuritisasi aset KPR untuk rumah subsidi belum dapat dilakukan, meskipun hal tersebut dapat meningkatkan likuiditas untuk pembiayaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Baca juga : HUT ke-52, REI Berkomitmen Atasi 12,7 Juta Unit Backlog Perumahan
Sekuritisasi aset melalui instrumen Efek Beragun Aset (EBA) KPR merupakan strategi perbankan untuk mengonversi portofolio KPR yang dimiliki menjadi sumber dana, sehingga aliran kas dapat lebih terkelola dan dapat digunakan sebagai sumber dana untuk pembiayaan KPR baru. Pentingnya sekuritisasi KPR subsidi terletak pada keterbatasan pendanaan KPR subsidi yang berasal dari APBN selama ini.
Adapun terkait rencana pemerintah untuk mengurangi tenor KPR subsidi dari 20 tahun menjadi 10 tahun disubsidi dan 10 tahun mengikuti bunga pasar, REI berpendapat bahwa langkah tersebut dapat dilaksanakan karena diharapkan akan terjadi peningkatan penghasilan nasabah setelah 10 tahun ke depan. Langkah ini juga dianggap dapat mengurangi beban subsidi yang harus ditanggung pemerintah serta memperluas jangkauan penerima KPR subsidi untuk mengatasi backlog rumah yang saat ini mencapai 12,7 juta unit.
"Beberapa waktu yang lalu, REI mengusulkan peningkatan suku bunga KPR subsidi dengan tetap mempertahankan tingkat tetap selama 20 tahun, atau memperpendek tenor KPR subsidi dan kemudian menerapkan suku bunga pasar setelahnya, dengan pertimbangan bahwa penghasilan nasabah diharapkan meningkat pada tahun ke-10," ungkapnya.
Baca juga : Prabowo-Gibran Janjikan Pembangunan 3 Juta Rumah, REI Siap Terlibat
Tahun ini, REI mendorong peningkatan jumlah penerima manfaat KPR FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) menjadi 500.000 unit. Hal ini bisa dilakukan melalui penambahan kuota anggaran KPR FLPP atau melalui perubahan sebagian pola subsidi menjadi subsidi selisih bunga.
"Penambahan kuota FLPP tahun ini sangat diperlukan karena jumlahnya saat ini pasti kurang. Saya percaya dan mengingat pernyataan Menteri (PUPR) Basuki bahwa kuota FLPP tahun 2024 akan ditambah jika realisasinya mendekati habis," tegas Joko Suranto.
Sebagaimana diketahui, kuota FLPP untuk rumah subsidi pada tahun 2024 sangat terbatas, hanya 166.000 unit, yang lebih rendah dari kuota tahun 2023 sebesar 220.000 unit. (Z-10)
Terkini Lainnya
Pemupukan Dana Abadi Dirasa Cocok Biayai Program 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran
Pikirkan Nasib MBT, BTN Usul Skema Pembiayaan KPR Bersubsidi Baru
BTN: Permintaan KPR Nonsubsidi Naik di Kuartal Pertama 2024
Siap-siap! BTN Pertimbangkan Naikkan Suku Bunga KPR
Sambut Lebaran, BTN Siapkan Uang Tunai Rp 39,44 Triliun
Pesta Rakyat Serap 2 Ribu Unit Hunian di Jabodetabek Banten
Bukukan 4 Ribu Unit Akad Kredit Rumah Bersubsidi, Pengembang Ini Diganjar Penghargaan
Respon Isu Strategis Pembiayaan Perumahan, BP Tapera Luncurkan Tapera Digital Services
Menkeu: Kecepatan Belanja Lebih Lambat dari Penerimaan Negara
Dokter Depresi?
Yahya Sinwar dan Timur Tengah yang Berubah
Advokasi Bersama Penguatan Hak-Hak Perempuan dalam Islam
Reformasi dan Anomali Demokrasi
Inflasi, Suku Bunga Acuan, dan Pertumbuhan Ekonomi
Kartini dan Emansipasi bagi PRT
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Gerakan Green Movement Sabuk Hijau Nusantara Tanam 10 Ribu Pohon di IKN
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap