visitaaponce.com

Himbara Melihat Situasi Ekonomi Global dan Domestik Masih Berkabut

Himbara Melihat Situasi Ekonomi Global dan Domestik Masih Berkabut
Nasabah melakukan transaksi keuangan di mesin ATM Bank Mandiri di Jakarta(Dok.Bank Mandiri)

SEKRETARIS Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) Ahmad Solichin mengatakan tantangan utama dalam intermediasi keuangan, dalam perspektif praktisi perbankan, dia jelaskan bergantung dari sisi ekonomi, makro, situasi global, dan kondisi domestik.

Himbara memandang kondisi ekonomi global di 2024 dalam posisi cukup flat, dalam arti membaik tidak, memburuk juga tidak.

"Kami di Himbara melihatnya ekonomi global akan stagnan di sekitar 3,1%," kata Solichin dalam Peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) ke-42 Bank Indonesia, di Jakarta, Rabu (27/3).

Baca juga : Gubernur BI Ungkap Lima Masalah Ekonomi Global Saat Ini

Untuk inflasi global, mereka menilainya sebagai sesuatu yang tidak terkontrol. Maka Himbara memperkirakan meski terjadi penurunan inflasi global, namun masih akan tetap tinggi di 4,4%. Untuk harga komoditas, meski dikatakan turun, namun masih di level harga yang tinggi.

Perbankan melihat ekonomi global masih berkabut, masih adanya ketidakpastian yang pasti masih tinggi, dengan kondisi yang relatif tidak lebih baik dari tahun 2023.

Hal serupa juga terjadi di ekonomi domestik, yang tidak terlalu terpengaruh oleh pemilu. Optimisme pasar memang terlihat karena terjadinya satu putaran Pemilu, dan diharapkan investor menjadi tidak ragu untuk berinvestasi.

Baca juga : BI: Ekonomi Indonesia Salah Satu Terbaik di Dunia

Tapi apabila melihat data, pergerakan ekonomi cenderung flat dibandingkan tahun 2023. Dia menduga tidak akan ada pertumbuhan yang eksponensial di tahun 2024.

"Scoring di Himbara juga melihat kondisinya (ekonomi) juga melambat. Mungkin hitungannya agak beda dengan BI. Hapi Himbara hitungannya pertumbuhan ekonomi akan di 4,8%-5,1% dengan baseline di 4,9%. Jadi sedikit lebih buruk dibandingkan tahun 2023 yang 5,05%," kata Solichin.

Hal ini ditambah dengan data konsumsi yang cenderung melemah, terutama pendapatan yang tergerus konsumsi pada masyarakat segmen bawah.

Baca juga : Siklus Krisis Ekonomi Memendek, Respons Pemerintah Harusnya Lebih Cepat

Sebab "siraman rohani" masa Pemilu telah selesai, dan lapangan kerja di sektor bawah juga tidak tidak tersedia dengan cepat, maka konsumsi akan langsung melambat. Padahal ekonomi Indonesia didorong oleh konsumsi domestik.

"Kondisinya seperti itu," kata Solichin.

Makanya, perbankan melihat pada peran intermediasi l, adalah bagaimana perbankan menghimpun dana (DPK) dan menyalurkan dalam bentuk pinjaman.

Baca juga : Pertumbuhan Ekonomi Jakarta Diprediksi Tetap Kuat di Tahun Politik

Himbara melihat bahwa DPK di tahun 2024 masih akan cenderung ketat. Ini sejalan dengan pertumbuhan uang M2 yang melambat. M2 mencakup uang tunai, deposito giro, dan deposito lain yang siap dikonversi menjadi uang tunai.

Analisis Himbara, uang M2 melambat. Padahal mereka melihat ada korelasi positif antara M2 dengan DPK, bahkan korelasinya menurut kalkulasi Himbara nyaris 1, yaitu 0,97.

"Jadi kalau kalau M2 melambat, hampir pasti pertumbuhan DPK akan melambat, karena korelasinya 0,97," kata Solichin.

Baca juga : BI: Prospek Ekonomi Global Mulai Bersinar di 2025

Ini akan berkorelasi sebaliknya dengan Loan to Deposit Ratio (LDR), dimana kalau kalau uang M2 melambat LDR bank pasti akan naik.

Tren perlambatan pertumbuhan deposit ini terjadi pada seluruh tiering saldo, hanya agak stabil di kelas menengah. Tetapi pada masyarakat saldonya bawah turun drastis.

"Bahkan saldo pada kelas atas juga turun, tapi belum tahu apakah turunnya karena dikonversi ke investasi. Tinggal sisa pada kelas menengah. Dana ini yang diperebutkan oleh semua bank," kata Solichin.

Baca juga : Perkuat Ketahanan Domestik, Industri Perbankan Siap Hadapi Ketidakpastian Ekonomi Global

Maka segmentasi likuiditas sudah semakin teragregrasi di masing-masing kelompok buku bank. Dia melihat pada KBMI 4 likuiditas masih aman. Data Himbara mengatakan likuiditas yang paling kering terjadi pada bank KBMI 1 dan 3.

"Faktanya, pasarnya adalah kondisinya seperti itu," kata Solichin.

Untuk kredit (loan), secara umum, permintaan masih ada, tapi tidak terlalu kuat. Undisbursed loan (kredit yang belum ditarik) di tahun 2023, kata Solichin, masih besar, hampir 13%, lebih tinggi dari 2022 yang 5%-6%. Penyebabnya antara lain ketika tahun politik, orang menunggu untuk konsumsi.

Baca juga : Kenaikan BI Rate Sebagai Dampak Volatilitas Pasar

Sehingga bila di 2024 perbankan fokus untuk meningkatkan keyakinan pasar, harapannya pengusaha tidak ragu lagi untuk investasi. Sehingga undisbursed loan bisa kembali turun seperti tahun 2023 di kisaran 6%.

Perbankan juga masih tetap mencari nasabah dan potensi baru untuk tumbuh. Harapannya bila kondisi itu terjadi, kredit bisa tumbuh 10%-12%, dalam kondisi optimistis.

Tetapi sampai hari ini, motor penggeraknya masih berasal dari Himbara. Di tahun 2023, kredit Himbara tumbuh 12%, ketika industri tumbuh 10%. DPK Himbara tumbuh 4,65%, ketika industri 3,7%.

"Himbara menjadi drivernya di luar asetnya yang hampir mencapai 50% dari total perbankan nasional. Sehingga berbicara intermediasi, risikonya masih sama, bahwa memang kredit bermasalah NPL sudah mulai terkendali, tapi loan at risk (LAR) tinggi. Apabila tidak dikelola, maka akan jatuh menjadi NPL di 2024," kata Solichin. (Try/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat