visitaaponce.com

Bea Cukai Sebut Telah Bekerja Sesuai Aturan

Bea Cukai Sebut Telah Bekerja Sesuai Aturan
Lambang Bea dan Cukai(Dok)

DIREKTUR Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani mengungkapkan, pihaknya terus melayani dan memfasilitasi masyarakat dan pelaku usaha perihal kegiatan ekspor impor.

Personel Bea Cukai juga disebut bekerja dan bertindak berdasarkan aturan yang dibuat oleh regulator atau kementerian teknis yang membidangi urusan ekspor dan impor.

Hal itu disampaikan Askolani terkait dengan sejumlah persoalan yang berkembang di masyarakat dalam beberapa waktu terakhir. Pertama yang berkaitan dengan sepatu yang disebut dikenakan denda mahal.

Baca juga : Bertindak setelah Viral

Askolani mengatakan, Bea Cukai mendapati adanya ketidaksesuaian data yang disampaikan oleh pengimpor. 

"Harga yang disampaikan tidak sesuai dengan data yang kami terima, yang bisa kami akses dari internasional dan kemudian di-recheck juga oleh DHL," kata dia pada Media Briefing di Kantor PT DHL, Cengkareng, Senin (29/4).

"Terbukti dari yang awalnya disampaikan harganya Rp500 ribu, ternyata harganya Rp8,8 juta. Kita transparan dan akuntabel. Kita tunjukan ke importir, dan kemudian dia memenuhi kewajibannya," lanjutnya.

Baca juga : Pengamat: Perang Argumen Mahfud-Sri Mulyani Harus Diselesaikan

Kedua, terkait dengan impor robotik yang harga ketika sampai di Indonesia belum ada harga resmi di pasar internasional. Bea Cukai melakukan penelusuran dan perbandingan harga dari Perusahaan Jasa Titipan (PJT) yang memfasilitasi pengiriman barang tersebut.

"DHL well inform, shipper-nya well inform, sehingga harganya kemudian disepakati bahwa harganya adalah sekitar US$800 dolar yang kemudian kita hitung nilai pabeannya," jelas Askolani.

Namun setelah nilai pabean disepakati, pengimpor robotik itu mengeluhkan kemasan atau kardus pembungkus mengalami kerusakan. Askolani mengatakan, pihak yang berwenang membuka barang kiriman ialah PJT, dalam hal ini ialah DHL.

Baca juga : Anggota Komisi XI Minta Bea Cukai Transparansi Soal Aturan

Bea Cukai, lanjutnya hanya menyaksikan dan melihat bentuk fisik untuk memastikan barang yang ingin diperiksa. "Jadi kalau itu, tanya ke DHL. Kita tidak berkompeten untuk membuka, menutup, dan bisa tanya ke DHL. Dan tentunya DHL punya mekanisme untuk itu," kata Askolani.

Ketiga ialah terkait dengan keyboard braile hibah yang tak sampai ke tangan penerima sejak 2022. Askolani mengatakan, pada kasus ini terjadi miskomunikasi antara pengimpor, PJT, dan Bea Cukai.

Sedari awal, pengimpor hanya menginformasikan barang itu merupakan barang kiriman, bukan barang hibah. Karenanya, bea cukai menetapkan nilai pabean sesuai dengan ketentuan barang kiriman yang berlaku.

Baca juga : Menkeu Sri Mulyani Minta Bea Cukai Perbaikan Layanan

"Lalu pada 2023 barang itu diinfo lagi kepada DHL untuk memperbaiki address, dokumen. Tetapi komunikasi ini hanya sampai ke PJT, belum ke BC, kita hanya diinfo awal bahwa itu barang kiriman. Itu juga belum selesai di 2023," imbuh Askolani.

"Barang itu bukan di BC, dan disimpan di gudang yang ada di sini (DHL). Setelah itu disampaikan, kami kejar lah barang itu, dokumennya di mana. Dari situ kami cek ke DHL, dan ketemu dengan SLB, rupanya baru terbuka, barang itu bukan barang kiriman, tetapi barang hibah, baru diinfo di 2024," tambah Askolani.

Padahal jika sedari awal disampaikan itu merupakan barang hibah, pemerintah bakal membebaskan biaya bea masuk dan pajak dalam rangka impor kepada importir. Askolani mengatakan, aturan itu telah ada sejak lama.

Barang hibah yang diimpor dari luar negeri dan untuk kepentingan pendidikan dan sosial, bebas dari biaya.

 "Dengan koordinasi kami dengan SLB dan DH, dan dinas pendidikan yang meyakinkan bahwa SLB itu benar melakukan pendidikan, itu betul hibah, dan kalau hibah itu biayanya nol. Sehingga kami hari ini dengan kelengkapan dokumen dari SLB, ini sesuai dengan ketetapan pemerintah, bebas bea masuk," jelas Askolani.

Bukan Keranjang Sampah

Di kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menilai kemarahan yang disampaikan publik kepada Bea dan Cukai beberapa waktu ini sebagai hal yang wajar. Hal itu lantaran masyarakat tak mengetahui secara menyeluruh persoalan yang terjadi.

"Kalau saya meminjam perkataan Yang Mulia Saldi Isra, MK itu bukan keranjang sampah. Saya juga ingin katakan Bea Cukai itu bukan keranjang sampah, yang semua hal seolah bisa ditimpakan ke BC begitu saja. Kami paham ini semata-mata karena ketidaktahuan publik," kata dia.

Proses pengawasan barang masuk ke Indonesia, kata Yustinus, dilakukan nyaris tanpa sentuhan fisik dari petugas bea cukai. Pemindahan, pembukaan, dan penutupan barang sepenuhnya dilakukan oleh PJT sementara petugas Bea Cukai hanya melihat dan melakukan pengecekan dokumen.

"Teman di BC itu sangat selektif melihat bentuk fisik barang, hanya melihat dokumen, dan dokumen itu yang diproses," terangnya.

Perihal sepatu, lanjut Yustinus, tim Bea Cukai juga telah mendapatkan konfirmasi dari pengirim di Jerman bahwa harga sepatu yang didatangkan ke Indonesia itu mencapai Rp11 juta. "Ketika Bea Cukai membandingkan harga barang sejenis, diperoleh nilai Rp8 juta. Lalu kemudian konfirmasi ke DHL Jerman, yang berhubungan dengan shipper, justru barang itu nilainya Rp11 juta. Hitungan orang awam, saya dikasih Rp8 juta bukan Rp11 juta, ya untung saya, tidak usah marah-marah seharusnya," jelasnya.

"Kenapa kemudian ada denda dan lain-lain? ini kan untuk menghargai, menghormati yang patuh. Maka demi mengapresiasi yang patuh, yang belum patuh diberi denda, supaya bisa patuh," pungkasnya. (Z-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat