visitaaponce.com

Tren Permintaan Rumah Tapak di Bawah Rp2 Miliar Paling Laris

Tren Permintaan Rumah Tapak di Bawah Rp2 Miliar Paling Laris
Permintaan rumah di bawah Rp2 miliar terus meningkat(Antara)

PERUSAHAAN konsultan properti Jones Lang Lasalle (JLL) mengamati pertumbuhan dan permintaan konsumen properti terhadap kebutuhan rumah tapak di Indonesia terus menunjukkan tren positif jika dibandingkan dengan jenis properti lainnya. Head of Research JLL Indonesia, Yunus Karim menjelaskan permintaan rumah tapak dengan harga di bawah Rp 2 miliar menjadi yang paling laris.

Menurutnya, hal itu itu mampu menyumbang 80% dari total penjualan rumah skala besar dengan luas di atas 200 hektare pada semester II tahun 2023.

“Kemampuan membeli adalah kunci akhirnya sektor properti dari kelas menengah kebawah jadi keangkat karena ada bantuan dari pemerintah dengan pengurangan pajak dengan intensif hingga 11%. Lalu (permintaan) untuk rumah yang harganya sampai Rp1,2 miliar mencapai 70%,” ujar Yunus dalam konferensi pers di Gedung Bursa Efek pada Senin (13/5).

Baca juga : Rumah Tapak Primadona, The Kaia Grand Wisata Bekasi Menjawab

Yunus menjelaskan semakin tingginya permintaan konsumen terhadap rumah tapak tak terlepas dari pemberian insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah baru.

“Walaupun tahun 2020 belum ada insentif sekalipun, pembelian rumah tapak cukup sehat dibandingkan jenis properti lainnya. Jadi signifikannya adalah melanjutkan trend yang ada, karena selama beberapa tahun terakhir, ada lebih banyak pembelian rumah tapak yang diberikan insentif,” ungkapnya.

Setelah diberlakukan pada 2021 dan 2022, kebijakan ini kembali bergulir pada November 2023 hingga Desember 2024. Insentif PPN DTP juga diberikan atas dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp2 miliar yang merupakan bagian dari harga jual rumah maksimal Rp5 miliar.

Baca juga : Segmen Rumah Tapak LPCK Masih Menjadi Incaran Konsumen Properti

Menurut Yunus, geliat pasar rumah tapak kedepannya masih akan relatif stabil, jika pun mengalami penurunan akibat berbagai faktor seperti kekhawatiran kenaikan bunga kredit, kondisi perumahan tapak masih menjadi primadona jika dibandingkan dengan apartemen. JLL menilai pengembang secara aktif terus meluncurkan cluster baru di berbagai proyek perumahan yang sudah ada.

“JLL tetap melihat properti rumah tapak masih cukup baik dan sehat, apakah mungkin akan setinggi dari sebelumnya itu belum dapat diprediksi, karena ketika konsumen membeli sudah memiliki pilihan dan pemikirannya sendiri. Namun, jika pun ada perlambatan dalam penjualan rumah tapak, hal itu tidak akan membuat properti perumahan tapak menjadi lesu sebab ekosistemnya sudah cukup sehat,” jelasnya.

Lebih lanjut, Yunus mengungkapkan tingginya permintaan rumah tapak juga didorong oleh faktor keterjangkauan harga. Dikatakan bahwa pengembang merespons permintaan tersebut dengan meluncurkan berbagai produk rumah tapak dengan harga yang beragam dan fokus pada segmen menengah ke bawah.

“Pengembang juga merespons itu kemampuan dalam membeli mengenai harga, membuat produk tidak hanya satu, tapi mereka bisa membuat berbagai macam produk, dan yang banyaknya di segmen yang (menengah ke bawah),” imbuhnya. (Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat