visitaaponce.com

Pakar Brawijaya Yakin UV Matahari Bisa Inaktifkan Virus Korona

Pakar Brawijaya Yakin UV Matahari Bisa Inaktifkan Virus Korona
Fenomena halo matahari dengan latar depan patung Jenderal Anumerta Ahmad Yani, di Medan, Sumatra Utara, beberapa waktu lalu.(Antara)

PENELITI Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, meyakini sinar ultraviolet atau UV dapat membersihkan udara dari virus korona atau covid-19.

"Sinar UV memiliki frekuensi gelombang tinggi yang dapat merusak materi RNA (Ribonucleic Acid) dan protein virus, sehingga bisa menginaktifkan virus di udara atau yang menempel di benda padat. Hasil penelitian ini memberikan indikasi bahwa sinar UV dari matahari mampu membersihkan korona yang ada di udara," kata Guru Besar Biologi Sel dan Molekuler Universitas Brawijaya Prof Sutiman Bambang Sumitro di Malang, Jawa Timur, Jumat (12/6).

Baca juga: Virus Korona Bisa Mati karena Sinar Matahari: Hoaks

Hal ini, lanjutnya, membuat Indonesia yang berada di khatulistiwa sangat diuntungkan karena mendapat limpahan sinar UV dibandingkan negara subtropis.

"Di wilayah subtropis seperti New York, AS, Milan, Italia dan Spanyol yang indeks UV-nya rendah dan pencemaran udaranya tinggi menyebabkan orang tertular melalui media udara (airborne), sehingga jumlah penderita covid-19-nya sangat banyak," katanya.

Baca juga: Ini Bahaya Sinar Biru Gadget bagi Kesehatan Kulit

Sutiman menambahkan, indeks UV yang tinggi umumnya didapatkan pada siang hari. Dengan demikian, di luar rumah pada siang hari membuat udara lebih bersih dari virus korona.

Ia mengatakan UV tinggi kurang baik bagi warga di subtropis. Sebaliknya, bagi masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa dengan UV tinggi tidak masalah.

"Bagi penduduk yang jarang ada di luar ruangan, kulit manusia juga bisa terbakar bila terlalu lama di bawah sinar UV misalnya di pantai atau di gunung tinggi," katanya.

Baca juga: Sterilisasi Ultraviolet Pertama di Dunia

Menurut dia, sinar UV bisa dimanfaatkan untuk sterilisasi angkutan umum seperti bus dan kereta api bahkan membunuh kuman di ruang operasi di rumah sakit.

"Sebenarnya kita tidak perlu melakukan penyemprotan cairan disinfektan pada siang hari," katanya.

Peneliti Laboratorium Sistem Cerdas Novanto Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya Yudistira mengatakan penelitian ini menggunakan teknik analisis big data dan machine learning yang dilatih dengan data yang dikumpulkan dari seluruh stasiun pengamat cuaca di dunia serta beberapa satelit.

Baca juga: Dengan UV Box Buatan UGM, Masker N95 Bisa Dipakai Berulang

Big data yaitu menganalisa data yang besar dari berbagai sumber di internet yang berubah, sedangkan machine learning memprediksi perkembangan pandemi dengan big data dengan algoritma yang sudah dilatih oleh komputer.

"Informasi lain dari hasil penelitian ini, di Indonesia dan wilayah tropis lainnya kemungkinan besar penularan terbanyak diperkirakan bukan dari airborne udara, namun dari kontak orang ke orang," kata Novanto.

Organisasi kesehatan dunia atau WHO telah memastikan lampu UV tidak disarankan untuk digunakan sebagai disinfektan ke tubuh. Karena, radiasi UV dapat menyebabkan iritasi kulit dan kerusakan mata. Untuk menghadapi virus paling efektif, WHO menyarankan mencuci tangah dengan sabun dan air. (X-15)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Henri Siagian

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat